Penulis
Intisari-Online.com -Normalisasi hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab disebut-sebut telah dibangun di atas darah rakyat Palestina.
Maklum, Uni Emirat Arab sebagai salah satu negara dengan penduduk mayoritas Muslim dianggap telah berkhianat dengan saudara seimannya.
Sudi menjalin hubungan diplomatik dengan negara yang selama bertahun-tahun menjajah Palestina dianggap 'haram' dilakukan negara Islam.
Apalagi, jejak perdamaian yang mereka lakukan dengan fasilitator Amerika Serikat di bawah Donald Trump tersebut juga diikuti negara lain.
Terhitung Bahrain, Sudan, lalu Maroko secara berurutan menjadi negara Islam berikutnya yang memilih menormalisasi hubungan dengan Israel.
Belum lagi UEA pun kemudian menambah kesesalan dunia Islam, khususnya rakyat Palestina usai membuka kedutaan besar di negara Yahudi tersebut.
Peristiwa bersejarah yang secara resmi dilakukan pada Rabu (14/7/2021) tersebut menjadikan UEA sebagai negara Teluk Arab pertama yang memiliki kedutaan di Israel.
Hingga akhirnya kini, normalisasi di bawah bendera "Kesepakatan Abraham" tersebut berlanjut pada tingkat yang membahayakan Bumi.
Melalui sebuah kesepakatan yang dirahasiakan mati-matian, Israel dan UEA telah menjalin sebuah 'kontrak minyak'.
Sebenarnya perjanjian ini awalnya dipuja-puji sebagai langkah yang mampu memperkuat hubungan diplomatik yang baru terjalin.
Namun, belakangan kesepakatan tersebut justru dipertanyakan setelah dilakukan tinjauan terhadap dampak dari kesepakatan itu.
Banyak pihak yang menilai kesepakatan senilai 830 juta dollar AS tersebut telah mengecewakan investor.
Lebih jauh, seperti dilansir Al Jazeera,kontrak yang dijalin secara rahasia kala Benjamin Netanyahu masih menjabat tersebut juga ditakutkan akan memicu konflik diplomatik dengan sekutu Israel lain.
Penyebabnya adalah dampak buruk bagi lingkungan yang akan ditimbulkan oleh kesepakatan yang dibuat antaraEurope Asia Pipeline Company, perusahaan milik pemerintah Israel, dan MED-RED Land Bridge, perusahaan patungan Israel-Emirat.
Titik jalan alias jalur pipa yang akan dibangun sesuai dengan kontrak minyak Israel dan UEA akan melalui Terumbu Laut Merah Eliat.
Kerusakan yang terjadi padaresor dengan keanekaragaman terbesar di muka Bumi ini akan sangat fatal.
Bayangkan saja, saking luar biasanya keindahan resor ini, sampai-sampai mendapat julukan "simfoni dalam teknik warna yang indah".
Kelompok lingkungan Israle pun sudah bergerak dengan meminta Mahkamah Agung negara tersebut untuk mengentikan proyek pengiriman minyak.
Catatan keamanan perusahaan pipa EAPC dipertanyakan terutama terkait dengan risiko yang ditimbulkan oleh parkir supertangker.
Ya, tentu saja ekosistam karang Eliat yang sangat rapuh juga tetap ditekankan dalam pernyataan kelompok lingkungan tersebut.
Israel sendiri pada dasarnya tidak bisa berkelit dari risiko dampak lingkungan dari proyek minyaknya dengan UEA.
Maklum, mereka baru saja mencatat sebuah rekam jejak buruk terkait bencana ekologis akibat proyek minyak.
Hal ini terjadi setelah tumpahan minyak terjadi di Mediterania Timur sepanjang 270 km pada Februari lalu.