Sebut Putrinya Sebagai ‘Monster’ Bahkan Mencoba Membunuhnya Beberapa Kali, Inilah Ratu Maria Eleonora dari Brandenburg, Alami Depresi Ketika Ditinggal Suaminya Perang

K. Tatik Wardayati

Editor

Intisari-Online.comMaria Eleonora dari Brandenburg lahir pada 11 November 1599 di Konigsberg, dari orangtua John Sigismund, Elektor Brandenburg, dan istrinya , Anna, Adipati Wanita Prusia.

Ibunya digambarkan sebagai orang yang dominan, dan mempraktikkan ortodoksi Lutheran yang ketat.

Maria Eleonora tidak menerima pendidikan formal, tetapi menunjukkan kemampuan yang luar biasa dalam menyulam, menggambar, dan musik.

Meski digambarkan sebagai Ratu tercantik di Eropa, namun relatif sedikit biografi yang ditulis tentangnya.

Mungkin perannya sebagai istri dan ibu dibayangi oleh Raja Gustavus Adolphus dan Ratu Christina yang brilian, sehingga membuat Eleonora kurang menarik bagi sejarawan.

Dalam deskiripsi yang ada, ternyata Eleonora sama sekali tidak ramah.

Dia disebut sebagai wanita yang tidak stabil, mewah, bodoh, lemah, histeris, dan tidak dewasa.

Sepanjang sejarah Swedia, tidak ada ratu lain yang mengalami penilaian seperti itu.

Baca Juga: Dianggap Penggoda Paling Cantik dan Lebih Tenar Daripada Para Firaun, Di Manakah Sebenarnya Makam Ratu Mesir Terakhir Nan Legendaris Cleopatra, Kota Kelahirannya Sendiri Telah Hancur Karena Tsunami

Baca Juga: Miris! Kisah Juana Ia Loca, Ratu Kastilia yang ‘Gila’, Gali Makam dan Ciumi Jenazah Suaminya, Bahkan Bawa Petinya ke Mana-mana, Benarkah Dia Korban Kekejaman Suami dan Anaknya Sendiri?

Pernikahan antara Maria Eleonora dan Raja Gustavus Adolphus diatur oleh istana Swedia dan keluaga pengantin wanita di Brandenburg, tetapi tidak semua orang pada awalnya mendukung pernikahan tersebut.

Kakak sang putri, George William, Adipati Prusia, khawatir itu akan menyebabkan konflik dengan negara tetangga Polandia, yang saat itu memiliki jalur pantai Prusia yang sangat didambakan.

Duchess Anna sendiri menulis surat kepada ibu Raja, Janda Ratu Christina, memohon pengertian.

Sebagai seorang ibu, tidakkah dia akan mengerti sudut pandang mereka?

Keduanya ingin memastikan anak-anak mereka menikah dengan kandidat yang cocok, tetapi tidak seperti Anna, Christina percaya persatuan antara Brandenburg dan Swedia hanya akan bermanfaat. Dia yakin Duchess akan berubah pikiran nanti.

Pada 1619, John Sigismund meninggal, dan George William diangkat ke tampuk kekuasaan.

Cara dia menangani masalah politik tidak menyenangkan ibunya, Duchess, yang mulai mempertanyakan pendiriannya tentang Swedia.

Setelah empat tahun bernegosiasi, Gustavus Adolphus diundang ke Berlin, untuk bertemu dengan Duchess dan putrinya. George William berada di Prusia pada saat itu.

Baca Juga: Bak Balas Dendam pada Sang Suami, Inilah Kisah Kekejaman Ratu Catherine de Medici, Eksekusi Selingkuhan Putrinya di Depan Mata Sang Putri dan Biarkan Raja Mati dalam Kesendirian

Baca Juga: Ratu Paling Kejam dari Athena, Inilah Ratu Irene, Pimpin Konspirasi Lawan Puteranya Sendiri, Perintahkan Tangkap Kaisar, dan Cungkil Matanya

Setelah ditemani makan malam, Raja secara pribadi melamar Maria Eleonara, yang menjawab ‘ya’.

Meski diprotes putranya, Duchess berhasil menyelundupkan putrinya itu keluar dari Brandenburg ke Mecklenbug dengan menaiki kapal Swedia yang membawanya ke Kalmar.

Setelah satu perjalanan di laut, Maria Eleonora tiba dengan selamat pada Oktober 1620.

Pernikahan berlangsung di Stockholm pada bulan November, dan mempelai wanita mengenakan gaun indah berbordir biru dari Hamburg.

Maria Eleonora mengambil bagian dalam transformasi di Stockholm sepanjang abad ke-17, dia menganggap Stokholm sebagai tempat yang dingin dan sederhana, jauh dari segala sesuatu yang penting.

Dia mulai memesan tukang emas, perajut mutiara, musisi, dan penari balet untuk datang dari Prancis dan Jerman, dan usahanya membuatnya menjadi pelindung budaya di istana Swedia.

Dia mendelegasikan tugas dan memberikan beasiswa kepada banyak seniman dan pengrajin.

Dia memiliki minat yang tulus dalam arsitektur dan akan menggambar sketsa gereja dan istananya sendiri.

Baca Juga: Terkenal Cantik Namun Kejam, Demi Jadi Satu-satunya Penguasa Wanita di China, Permaisuri Wu Zetian Bunuh Anaknya Sendiri, Gulingkan Putranya, Hingga Selingkuhi Putra Kaisar

Baca Juga: Pelayannya Sampai Racuni Diri Demi Mengikutinya Sampai Akhirat, Inilah Ratu Sumeria yang Misterius, Puabi, dan Kompleks Pemakaman Bawah Tanah yang Tak Tersentuh Penjarah Hingga Beberapa Ribu Tahun

Dia juga menyukai mode, musik, dan seni, dan senang mengetahui bahwa Raja berbagi, sampai batas tertentu, hasratnya.

Dia bahkan dikatakan sangat mencintai suaminya. Setiap kali dia harus pergi untuk waktu yang lebih lama, dia tenggelam dalam depresi yang dalam.

Dalam surat kepada Raja dan saudara iparnya Catherine Wasa, dia menulis tentang betapa dia sangat prihatin dengan kehidupan Raja saat berperang, sehingga dia tidak bisa makan dan tidur.

Sebagai seoang istri kerajana, maka menjadi tugas utama Maria Eleonora untuk memiliki ahli waris laki-laki.

Dia hamil tidak lama setelah menikah, delapan bulan kemudian dia melahirkan seorang putri, sayangnya, bayi itu lahir mati.

Dua tahun kemudian, dia hamil lagi dengan anak perempuan, yang kemudian diberi nama Christina dan dinyatakan sebagai pewaris takhta Swedia, tapi sayangnya bayi itu meninggal di usia 11 bulan.

Pada Mei 1625, Eleonora melahirkan untuk ketiga kalinya, kali ini seorang anak laki-laki yang ditunggu-tunggu, tapi sayang, juga lahir mati.

Namun pada Desember 1626, Ratu melahirkan seorang bayi perempuan yang sehat, Christina, yang tumuh menjadi salah satu tokoh bangsawan Eropa yang paling mempesona.

Baca Juga: Beginilah Kehidupan dan Kematian Ratu Mesir Tiye, Ibu dari Akhenaten dan Nenek Firaun Tutankhamun, Patung Payudaranya Terpisah dari Tubuhnya

Baca Juga: Kisah Carlota, Putri Belgia yang Jadi Ratu Meksiko, Miliki Mimpi Besar Ubah Kekaisaran Meksiko Jadi Lebih Baik, Namun Mentalnya Terganggu Hingga 60 Tahun Hidup dalam Pikirannya Sendiri

Tak lama setelah melahirkan, ibu baru ini menunjukkan gejala yang diklasifikasikan sebagai depresi pascapersalinan.

Kondisinya digambarkan sebagai ‘histeria’ yang membuat Raja tidak mengizinkan Eleonora untuk membuat pengaruh besar dalam pengasuhan putrinya.

Maka putrinya itu ditempatkan dalam perawatan bibinya, Catherine dan Kanselir Axel Oxenstierna.

Namun, Raja harus pergi berperang dalam Perang Tiga Puluh Tahun, namun ini tidak membantu kondisi Ratu, sehingga Raja membuat surat permohonan kepada Kanselir, agar mengizinkan membawa istrinya pergi bersamanya ke Jerman.

Pindah ke Kastil Wolgast, Eleonora menghabiskan hari-harinya dengan menulis surat kepada anggota keluarganya, dan terlihat tanda kebahagiaan setelah bertahun-tahun mengalami depresi.

Eleonora mengungkapkan kebanggaannya ketika berbicara tentang pengagum putrinya Christina dan benar-benar bersemangat menjadi lebih dekat dengan suaminya.

Namun, pada bulan November 1632, Gustavus Adolphus terbunuh dalam pertempuran, dan Maria Eleonora mengalami kesedihan yang mendalam.

Dia kembali ke Stockholm, tetapi tidak akan pernah benar-benar pulih dari kematian suaminya. Dia dikatakan telah menyimpan hatinya di dalam kotak selama bertahun-tahun setelah itu.

Baca Juga: Tanpa Harus Menikahi, Raja Ini Bisa Miliki Istri Sah hingga Ratusan Orang, Rupanya Tradisi Gila Ini yang Bikin Raja Punya Banyak Istri Meski Sama Sekali Tak Menginginkanya

Baca Juga: Bak Vampir yang ‘Haus Darah Perawan’ dan Dikenal Kejam, Inilah Kisah Countess Elizabeth Bathory, Bangsawan Hungaria, Bunuh Hingga 650 Gadis Jelata yang Diiming-imingi Kerja Sebagai Pelayan Kastil

Janda baru itu segera dikeluarkan dari istana, karena dia tidak memiliki pengaruh apa pun, kondisinya yang mungkin menjadi faktor pengambilan keputusan.

Rupanya Eleonara dianggap sebagai ancaman, karena seorang utusan Denmark telah menghubunginya untuk membahas kemungkinan pernikahan antara Christina dan pangeran Denmark Ulrik.

Pada tahun 1636, Eleonora kehilangan hak orangtua atas putrinya dan dipindahkan ke Kastil Gripsholm.

Eleonora tidak menginginkan apa pun selain pulang ke Brandenburg, tetapi pemerintah tidak mengizinkan kunjungannya.

Sedih dan bertekad untuk mengendalikan hidupnya, Maria Eleonora menghubungi musuh bebuyutan Swedia, Raja Denmark Christian IV, dan keduanya memulai serangkaian negosiasi rahasia.

Pada bulan Juli 1640, berpakaian seperti gadis borjuis, Maria Eleonora melarikan diri dari kastil Gripsholm.

Tujuan pertamanya adalah pulau Gotland, tempat dua kapal perang Denmark menunggunya.

Mereka seharusnya membawanya ke Brandenburg, tetapi Maria Eleonora meyakinkan kapten untuk pergi ke Denmark.

Baca Juga: Coba Perhatikan Patung Ratu Mesir Kuno yang Satu Ini, Mengapa Patung Nefertiti Ini Satu Bola Matanya Tidak Ada? Apa yang Menyebabkan Dia Sampai Harus Kehilangan Matanya?

Baca Juga: Kisah Ratu Katherine dari Aragon, Benarkah Istri dan Ratu Henry VIII yang Paling Setia, Hingga Harus Dibuktikan di Pengadilan Istana? Kelakuan Sang Raja Hingga Ubah Agama dan Politik Inggris Selamanya

Raja Christian menyambutnya pada saat kedatangannya tetapi tidak terlalu senang dengan kehadirannya di sana.

Dia akhirnya memohon padanya untuk pergi, tetapi George William yang tersinggung menolak untuk menyambut saudara perempuannya kembali ke Brandenburg.

Eleonora harus menunggu sampai kematiannya pada bulan Desember 1640 untuk kembali ke tanah kelahirannya.

Pada 1648, Swedia tidak lagi berpartisipasi dalam perang, dan berkat Christina, yang sekarang berusia 22 tahun, Maria Eleonora dapat kembali ke Stockholm.

Dia telah kehilangan putrinya, dan Christina percaya itu mempengaruhi reputasi negara secara negatif karena ibunya tinggal di luar negeri.

Setelah kembali ke tanah Swedia, Maria Eleonora menghabiskan sebagian besar waktunya di Kastil Nyköping dan berpartisipasi dalam permainan ksatria, bola dan balet yang diatur oleh istana putrinya.

Pada tahun 1650, pada upacara penobatan Christina, dia diberi keretanya sendiri.

Maria Eleonora meninggal pada 18 Maret 1655. Dia dimakamkan di Gereja Riddarholm di sebelah suaminya dan dua anak mereka.

Baca Juga: ‘Serigala Betina dari Prancis’, Inilah Ratu Isabella, ‘Terpaksa’ Selingkuh Karena Nikahi Raja yang Miliki Penyimpangan Orientasi Seksual, Hingga Dijuluki ‘Ratu’ Pemberontak Karena Lakukan Ini!

Baca Juga: Skandal Putri Marguerite de Valois, Pernikahannya Bak ‘Tumbal’ Perselisihan Dua Agama Besar, Bulan Madu pun Diwarnai ‘Pembantaian Berdarah’ yang Digagas oleh Ibunya Sendiri

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait