Penulis
Intisari-Online.com – Lahir pada masa yang penuh gejolak dalam sejarah Prancis, Marguerite de Valois (1553-1615), adalah anak keenam dari Raja Henry II dan Catherine de Medici.
Dia menyaksikan hari-hari sekarat monarki Valois dan kekerasan perang Katolik-Huguenot, yang menjadi pusat konflik.
Pada usia 19, dia kehilangan ayahnya dalam kecelakaan jousting (turnamen di atas punggung kuda) yang aneh.
Ibunya yang lahir di Italia, Marchiavellian dengan kuat mengendalikan takhta saudara laki-lakinya.
Marguerite sendiri sudah memiliki reputasi yang tidak bermoral sebagai gundik yang dikabarkan dari salah satu pangeran House of Guise, saingan berat ibunya.
Benar atau tidak, gosip itu dipicu oleh saudara lelakinya yang agung, Henry III, yang menuduh bahwa dia memiliki hubungan inses, sementara gosip lain mengatakan bahwa mereka sangat membenci satu sama lain.
Ketika tiba saatnya, untuk mendamaikan Valois yang Katolik dengan Navarre yang Protestan dari keluarga kerajaan, ‘dikorbankan’lah Marguerite kepada Raja Huguenot Henry dari Navarre.
Di tengah gosip bahwa ibunya telah meracuni ibu mertuanya, Ratu Jeanne dari Navarre, pernikahan itu berlangsung dengan mempelai pria Protestan yang dipaksa berdiri di luar katedral.
Beberapa hari kemudian, saudara laki-lakinya dan ibu Marguerite, diduga, melepaskan teror Hari Pembantaian St. Bartholomeus, dengan memusnahkan ribuan Huguenot Prancis.
Terlepas dari ketidaksukaannya sendiri pada suami yang dipandangnya sebagai anak desa, Marguerite melindunginya dan yang lainnya, sehingga menyelamatkan mereka dari kematian.
Mereka berdua ditahan di Paris, kurang lebih sebagai tahanan, selama beberapa tahun berikutnya.
Tentu saja, ini bukan awal yang baik bagi pengantin baru.
Raja Henry dari Navarre maupun Ratu Marguerite dikatakan tidak setia satu sama lain dan berdebat tanpa henti.
Hubungan mereka sangat buruk, sehingga ketika akhirnya kembali ke Navarre, dia awalnya tidak mengizinkan istrinya untuk kembali, meskipun dinasti mereka menciptakan ahli waris.
Selama beberapa tahun berikutnya, Marguerite bolak-balik antara istana suaminya dan saudara laki-lakinya, yang sama sekali tidak diinginkan.
Marguerite melakukan yang terbaik, menikmati seni, budaya, dan mode terbaik yang bisa dibeli dengan uang.
Dia menjadi pemimpin mode pada awal abad, yagn pasti menikmati perhatian yang diterimanya.
Namun, petualangan romantisnya membuat saudara laki-lakinya menahannya untuk sementara waktu.
Ketika saudara laki-lakinya itu meninggal pada tahun 1589, suaminya menggantikannya dan mulailah dia menjadi Ratu Prancis.
Pernikahan itu tetap bergejolak dan tidak memiliki anak, melansir hrhprincesspalace.
Henry mulai melakukan proses pembatalan pernikahan pada tahun 1592 dan pembatalan diberikan pada tahun 1599.
Marguerite diizinkan untuk mempertahankan gelar ratunya dan diberi penghasilan besar yang memungkinkannya untuk mempertahankan banyak kegiatan amal untuk orang miskin dan mensponsori seni dan budaya.
Dia bahkan akhirnya menjadi dekat dengan mantan suaminya dan istri barunya, Marie de Medici, dan menjadi sosok yang dicintai dalam kehidupan anak-anak mereka.
Namun, skandal sepertinya terus mengikuti Marguerite.
Salah satu kekasih mudanya membunuh kekasihnya yang lain di hadapannya, maka Marguerite pun memenggal kekasihnya itu.
Tak heran bila Shakespeare menemukan banyak inspirasi ketika dia menulis Love’s Labour’ Lost atau Alexandre Dumas yang mendedikasikan untuk La Reine Margot dalam biografi fiksinya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari