Intisari - Online.com -Varian baru Covid-19 telah diidentifikasi di Afrika Selatan, dengan pejabat di sana mengatakan varian ini sangat mengkhawatirkan.
Varian baru, yang awalnya dinamakan B.1.1.529, dinamakan Omicron oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Varian ini tergolong variant of concern karena membawa jumlah mutasi yang tinggi di protein puncaknya.
Protein puncak ini merupakan kunci bagi virus untuk memasuki tubuh manusia, yang juga ditarget oleh vaksin.
Jika ada mutasi yang banyak dalam satu varian, maka sistem imunitas tubuh akan kesulitan menangkal.
Kehadirannya yang pertama kali dideteksi di Afrika Selatan menjadikan banyak pakar berspekulasi tentang asal-usul varian ini.
Banyak pihak mengarah kepada satu spekulasi sejauh ini, yaitu varian ini merupakan hasil evolusi selama infeksi kronis dari orang dengan kondisi imun lemah, kemungkinan adalah dari pasien HIV/AIDS yang tidak dirawat.
Varian Beta, mutasi yang diidentifikasi tahun lalu di Afrika Selatan, juga berasal dari seorang pasien HIV.
Lantas, mengapa HIV begitu kuat dalam spekulasi penyebaran varian baru ini?
Afrika adalah benua dengan tingkat vaksinasi paling rendah di dunia dan menjadi asal-usul dari sejumlah varian Covid-19: mutasi beta dari Afrika Selatan, eta dari Nigeria dan mutasi C.12 dari Afrika Selatan.
Hal ini karena Afrika adalah rumah bagi sebagian besar orang dengan imun lemah atau kekebalan terganggu.
Mengutip Bloomberg, studi dari seorang wanita positif HIV di Afrika Selatan menunjukkan ia menjadi inang virus Corona untuk 216 hari, selama itu virus tersebut bermutasi secara bebas.
Bahkan virus telah bermutasi selama 30 kali hanya di tubuh wanita pengidap HIV itu saja, seperti disampaikan Tulio de Oliveira, profesor bioinformatika yang menjalankan institusi pengurutan gen di dua universitas Afrika Selatan dalam konferensi imunologi.
Kasus tentang mutasi di tubuh wanita pengidap HIV ini sudah dilaporkan sejak Juni 2021 lalu, yang awalnya dipublikasikan sebagai pra-cetak di jurnal medRxiv.
Virus Corona mengumpulkan 13 mutasi di protein lonjakannya, yang menjadi protein yang digunakan virus untuk menghindari respon kekebalan tubuh.
Selanjutnya 19 mutasi lain yang dapat mengubah perilaku virus juga ditemukan dalam tubuh wanita tersebut.
Baca Juga: Kemenkominfo Imbau Kaum Muda Waspada Terhadap Berita Hoaks
Total ada 32 mutasi yang dihasilkan virus Corona yang ada di tubuh wanita itu saja.
Saat dilaporkan, tidak jelas apakah mutasi yang ia bawa sudah ditularkan ke orang lain.
Serta, saat itu Oliveira mengatakan jika lebih banyak kasus serupa ditemukan, ada kemungkinan jika infeksi HIV bisa menjadi sumber varian baru, karena pasien bisa menjadi inang virus dalam waktu lebih lama.
Sudah umum diketahui jika pasien dengan kondisi imunosupresi bisa membawa virus Corona lebih lama daripada pasien lain.
Kasus-kasus ini dengan mudah bisa tidak diperhatikan, ujar de Oliveira, pasalnya setelah wanita dirawat di RS karena gejalanya, ia tunjukkan hanya gejala-gejala ringan dari Covid-19, meskipun ia masih membawa virus Corona.
Ilmuwan baru melihat kasus ini setelah wanita tersebut masuk dalam 300 orang dengan HIV mencari respons imun terhadap Covid-19, sebuah penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan.
Para peneliti juga temukan bahwa 4 orang lain dengan HIV telah membawa virus Corona selama lebih dari sebulan.
Sejauh ini publikasi kasus orang dengan HIV membawa virus Corona dalam waktu yang lama hanya ada pada 1 orang lain.
Beberapa pasien dengan kekebalan rentan untuk alasan lain telah terlihat membawa virus Corona dalam waktu yang lama, ujar Ambrosini.
Contohnya, ada laporan kasus orang yang menjalani transplantasi ginjal teruji positif virus Corona selama 1 tahun.
Penemuan dapat menjadi titik temu untuk Afrika, yang dari 37.6 juta warganya ada 20,6 juta warga hidup dengan HIV.
Sementara itu wanita itu sendiri didiagnosa dengan HIV tahun 2006 dan sistem imunnya melemah seiring berjalannya waktu.
Setelah dia terkena Covid-19 pada September 2020, virus bermutasi 13 kali di protein lonjakan dan ada 19 perubahan genetis dari virus tersebut.
WHO sudah khawatir jika Afrika bisa menjadi episentrum Covid-19 selanjutnya, hal yang agaknya mulai terbukti.
Afrika Selatan memiliki epidemi HIV terbesar di dunia, dengan perkiraan sebesar 8.2 juta warga terinfeksi dengan virus yang bisa menyebabkan penyakit kekebalan AIDS.
Sementara sebagian besar mengkonsumsi antiretroviral yang bisa membuat patogen tidak bertambah banyak, banyak juga yang tidak mengkonsumsi obat tersebut.
Negara-negara tetangga seperti Botswana, Zimbabwe dan Eswatini juga memiliki tingkat infeksi HIV yang sangat tinggi.
Di seluruh benua tersebut beban penyakit Covid-19 jauh lebih tinggi daripada di sebagian besar negara-negara di dunia.
Penyakit seperti TBC menghantui warga, dan kemiskinan ekstrim berarti jutaan warga dalam kesehatan buruk dan tidak bisa melawan infeksi.
Semakin lama Covid-19 ada di inangnya, semakin lama virus itu menyebar, bereproduksi dan itulah ketika virus bermutasi.
"Ada bukti bagus jika infeksi lama di manusia imun lemah adalah salah satu mekanisme munculnya wabah dari varian Covid-19," ujar de Oliveira.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini