Penulis
Intisari-Online.com - Pada pertengahan tahun 2021, negara-negara di dunia menghadapi gelombang 2 Covid-19.
Ketika itu, varian Delta merajalela menimbulkan kekhawatiran di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Kasus Covid-19 varian Delta sendiri pertama kali diidentifikasi pada bulan Desember 2020 di India.
Kemudian, dengan cepat dan dalam waktu singkat menjadi kasus dominan di India dan Inggris.
Menjelang akhir bulan Juni 2020, Delta telah mencatat lebih dari 20 persen kasus di Amerika Serikat (AS), menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
Varian Delta menyebar 50 persen lebih cepat dibandingkan varian Alpha, yang penularannya 50 persen lebih cepat dari varian asli SARS-CoV-2.
Bahkan, World Health Organization (WHO) menyebut varian Delta sebagai “yang tercepat dan terkuat”.
Sementara baru-baru ini, WHO mengungkapkan bahwa 99 persen kasus Covid-19 global saat ini adalah varian Delta.
"Sekitar 900.000 kasus Covid-19 global yang diurutkan (gennya) selama 60 hari terakhir berasal dari strain delta, sebesar 99 persen," kata Maria Van Kerkhove, pimpinan teknis WHO untuk Covid-19 seperti dilansir CNBC News, Selasa (16/11/2021).
Kesimpulan WHO tersebut muncul di tengah peningkatan kasus Covid-19 global, terlebih didorong lonjakan kasus di Eropa.
Sejumlah negara kini tengah menghadapi pandemi gelombang 3, bahkan 4. Negara-negara di dunia pun kembali meningkatkan kewaspadaan.
Presiden Joko Widodo dalam acara Rapat Koordinasi Nasional dan Anugerah Layanan Investasi 2021 secara daring, Rabu (24/11/2021), mengingatkan tentang kondisi tersebut.
"Hati-hati saya ingin mengingatkan kembali di Eropa, di Amerika ini sedang tinggi-tingginya. Setelah gelombang 1, gelombang 2, gelombang 3, gelombang 4 muncul," kata Jokowi.
Di Indonesia sendiri, menurut Jokowi, situasi pandemi virus corona belakangan sudah menunjukkan perbaikan, dan ia ingin kondisi ini dipertahankan.
Ketika dunia menghadapi gelombang Covid-19 lanjutan, bagaimana dengan India yang diketahui tempat varian delta pertama ditemukan?
Melansir 24h.com.vn (24/11/2021), para ahli mengatakan bahwa jumlah kasus baru COVID-19 di India dapat meningkat dari akhir Desember 2021 hingga akhir Februari 2022.
Selain itu, risiko varian baru seperti varian Delta juga sangat mungkin terjadi.
Namun, kemungkinan terjadinya gelombang ke-3 Covid-19 dengan dampak separah gelombang ke-2 hampir tidak mungkin terjadi.
Diyakini situasinya tidak akan seserius gelombang kedua eyang melanda India pada musim semi 2021.
Beberapa ahli epidemiologi memperkirakan puncak ketiga pada Oktober dan November karena pertemuan massal selama musim perayaan seperti Durga Puja dan Diwali. Namun, peningkatan jumlah kasus secara tiba-tiba tidak terjadi.
Pada 23 November, India mencatat tambahan 7.579 kasus positif Covid-19 , jumlah terendah dalam 543 hari.
Kementerian Kesehatan India mengatakan bahwa jumlah kasus baru per hari di negara ini sedang dalam tren menurun.
Jumlah kasus baru di India tetap di bawah angka 20.000 selama 46 hari berturut-turut dan di bawah 50.000 selama 149 hari berturut-turut.
Gautam Menon, profesor Departemen Fisika dan Biologi Universitas Ashoka di Sonepat, mengatakan, "Angka-angka ini menunjukkan bahwa gelombang kedua COVID-19 masih berdampak."
Menon mengatakan meningkatkan kampanye vaksinasi akan membuat lebih banyak orang terlindungi dari risiko penyakit serius atau kematian.
Menurutnya, orang yang tertular COVID-19 selama wabah ke-2 dari Maret hingga Juli 2021 menciptakan kekebalan alami bagi orang India pada waktu itu dan vaksinasi telah membantu menambah kekebalan tersebut.
"Kombinasi mendapatkan COVID-19 terlebih dahulu dan divaksinasi nanti akan memberikan perlindungan yang lebih baik daripada hanya mendapatkan vaksin COVID-19," komentarnya.
Banyak penelitian ilmiah menunjukkan bahwa orang yang terinfeksi COVID-19 dan pulih sebelum vaksinasi mengembangkan 'kekebalan hibrida', kekebalan yang lebih baik daripada mereka yang baru saja divaksinasi.
Sejalan dengan itu, ahli virologi Anurag Agrawal juga sependapat dengan pendapat Menon, mengatakan bahwa rendahnya jumlah kasus bisa jadi karena sebagian besar penduduk terinfeksi varian Delta pada gelombang kedua, setelah itu sebagian besar penduduk dewasa yang telah menerima setidaknya 1 dosis vaksin COVID-19 untuk memperkuat kekebalan mereka.
"Faktanya, studi Serosurveys telah menunjukkan bahwa ada kemungkinan bahwa mayoritas orang India kemungkinan telah tertular COVID-19," katanya.
Ahli imunologi Vineeta Bal mengatakan ada dasar yang jelas bahwa divaksinasi lengkap sama dengan memiliki infeksi Covid-19 sebelumnya.
Hal tersebut akan membantu mengurangi keparahan penyakit secara signifikan di India.
(*)