Intisari-Online.com - Gajah Mada bergelar Mahapatih, jabatan tertinggi setelah Sri Maharaja atau raja besar pada zaman kerajaan Nusantara Kuno, khususnya di era Majapahit.
Ia mendapatkan gelar itu pada tahun 1334 setelah berhasil membantu Ratu Tribhuwana Tunggadewi memadamkan pemberontakan Sadeng dan Keta.
Ketika itu, Tribhuwana Tunggadewi yang merupakan putri Raden Wijaya, menggantikan ibunya naik tahta selepas wafatnya Raja Jayanegara yang tak memiliki pewaris.
Bukan hanya menyandang gelar Mahapatih, Gajah Mada pun menunjukkan prestasinya.
Seperti sumpah yang diucapkannya, ia berhasil melaksanakan misi untuk menyatukan nusantara, hingga lebih dari 30 wilayah dikuasai Majapahit.
Begitu tersohornya Gajah Mada, berbagai teori tentang sosoknya bermunculan. Bukan hanya dari kalangan awa, bahkan dari ilmuwan.
Salah satunya teori bahwa Gajah Mada berselingkuh dengan Tribhuwana Tunggadewi.
Menurut Arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar, teori tersebut disampaikan seorang ilmuwan Belanda, seperti dikutip Kompas.com (22/6/2017).
Teori itu didasari oleh besarnya kuasa Gajah Mada.
Mahapatih disebut sebagai satu-satunya pejabat selain raja yang punya hak mendirikan candi.
Selain merupakan penguasa ketiga Kerajaan Majapahit yang memerintah antara 1328-1350 M, Tribhuwana Tunggadewi juga ibu dari Hayam Wuruk.
Seperti banyak diketahui, Majapahit mencapai puncak kejaayaannya ketika Hayam Wuruk memerintah.
Gajah Mada pun ikut mengantarkan Majapahit menjadi kerajaan terbesar di Nusantara bersama Raja Hayam Wuruk.
Pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, wilayah Majapahit semakin meluas.
Selain perselingkuhan dengan Ratu Majapahit, teori lainnya terkait Gajah Mada adalah bahwa ia adalah seorang muslim, seperti dalam buku "Kasultanan Majapahit: Fakta Sejarah yang Tersembunyi" karangan Herman Janutama.
Menurut Agus, dalam interaksinya dengan berbagai kalangan, ia kerap mendengar banyak pihak mengklaim Gajah Mada berasal dari suku atau daerah masing-masing.
"Saya pernah ketemu orang Lamongan. Orang itu percaya Gajah Mada dari Lamongan. Makamnya ada di sana, juga makam ibunya. Ibunya namanya Nyai Mada, makamnya juga ada di Desa Mada," paparnya.
Orang tersebut juga mengklaim bahwa Gajah Mada pernah melakukan perjalanan ke Lamongan dan mampir ke masjid untuk mengucapkan kalimat syahadat dan akhirnya masuk Islam.
Ada pula orang Sunda yang ditemuinya memiliki keyakinan serupa, bahwa Gajah Mada berasal dari Sunda.
Lainnya mengatakan makam Gajah Mada ada di Buton sehingga asalnya dari sana.
Menanggapi berbagai teori dan klaim tersebut Agus menuturkan bahwa itu semua harus dibedakan dan ditelaah dasarnya secara ilmiah serta dilihat berdasarkan data-data arkeologi yang ada.
Ia mengatakan, sejarah dan arkeologi telah memiliki metode untuk mengungkap identitas kerajaan berdasarkan prasasti, karya sastra, hingga legenda.
"Kalau tidak memakai metode ilmiah, sulit dibandingkan," ungkapnya.
Sementara Sejarawan dan Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilman Farid, mengungkapkan, klaim-klaim harus disikapi secara kritis.
Terlepas dari berbagai teori tentangnya, Patih Gajah Mada telah dianggap sebagai pahlawan oleh Bangsa Indonesia.
Ia adalah simbol patriotisme dan persatuan nasional.
Kisah hidup, perjalanan karier, dan perjuangannya tercantum dalam beberapa sumber, terutama dari Kitab Pararaton, Kitab Negarakertagama, dan prasasti yang berasal dari akhir abad ke-13.
Bagaimana menurut Anda tentang teori Mahapatih Gajah Mada ini?
(*)