Advertorial
Intisari-online.com -Majalah Newsweek pada 18 Juni mengutip laporan bahwa baru-baru ini 25 warga sipil dibunuh oleh Organisasi Pertahanan Nasional Karen (KNDO)
KNDO adalah salah satu dari dua sayap militer Persatuan Nasional Karen (KNU)yang telah mencari otonomi lebih dari pemerintah pusat selama beberapa dekade.
Junta militer mengatakan mayat-mayat itu adalah pekerja jalan yang ditahan dan dibunuh oleh KNDO, menurut kantor berita AP.
Seorang juru bicara KNDO mengatakan kepada Irrawaddy bahwa orang-orang itu bukan warga sipil tetapi mata-mata militer.
Baca Juga: Ulah Junta Militer, 2 Presiden Lengser dalam 9 Bulan, Begini Kronologi Kudeta Mali
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada 17 Juni, PBB meminta "semua aktor dalam krisis saat ini untuk memastikan bahwa norma dan standar hak asasi manusia internasional dihormati".
Pernyataan itu menambahkan: "Ini termasuk menegakkan kewajiban untuk meminimalkan kerusakan yang tidak diinginkan terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil, dan melarang pengenaan hukuman kolektif pada komunitas, keluarga, dan komunitas, keluarga atau individu".
Sebelumnya pada 16 Juni, KNU juga merilis pernyataan yang mengatakan akan membentuk tim untuk menyelidiki insiden tersebut, menegaskan bahwa kelompok tersebut "mengikuti Konvensi Jenewa yang tidak mentolerir pembunuhan warga sipil dalam konflik bersenjata".
Pernyataan itu menambahkan bahwa pihaknya dapat bertindak untuk menuntut kesalahan apa pun berdasarkan undang-undang yang relevan, tetapi tidak memberikan secara spesifik.
Pernyataan PBB menyerukan "mereka yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia untuk dimintai pertanggungjawaban, termasuk para pelaku dan sistem komando mereka".
Media Myanmar pada 14 Juni melaporkan bahwa pada 31 Mei, sekitar 30 anggota KNDO menculik 47 pekerja di lokasi konstruksi dan kemudian membunuh 25 di antaranya.
47 tahanan KNDO itu juga termasuk wanita dan anak-anak yang terlibat memperbaiki jalan dekat kota Waw Lay di Kotapraja Myawaddy dekat dengan Thailand.
25 korban jiwa adalah pria berusia 18-52 tahun.
Junta militer mengatakan 25 korban tersebut semuanya adalah warga sipil yang juga pekerja pada pembangunan jembatan.
Jembatan itu digunakan guna menghubungkan desa Ka Ne Lay dan Maw Khee di Waw Lay.
Komando Timur Selatan junta militer Myanmar dilaporkan sudah mengirim pengaduan ke markas KNU guna meminta penjelasan pembunuhan mengerikan itu.
Juru bicara Kepala Staf KNDO Mayor Jenderal Nerdah Bo Mya, Saw Wah Nay Nu, menyebutkan jika korban bukanlah warga sipil, melainkan personel militer dari unit infanteri dan teknik yang dikiri junta guna mengumpulkan informasi intelijen terkait KNDO.
"Kami menembak mati beberapa dari mereka. Tetapi beberapa tewas dalam penembakan oleh militer. Dua dari pasukan kami bahkan terluka oleh penembakan itu. Mereka bukan pekerja jalan. Mereka memiliki seragam militer dan lencana. Mereka memiliki peralatan militer. Semuanya kami sita," ujarnya seperti melansir The Irrawaddy Rabu 16 Juni.
"Mereka mengirim drone setiap malam selama sebulan. Kami bilang kami tidak bisa menerima itu. Tetapi mereka melanjutkan dan kami harus melakukan apa yang seharusnya kami lakukan saat kami berperang. Itu karena mereka tidak mendengarkan kita. Mereka selalu ingin melakukan operasi pembersihan area. Bahkan, mereka telah membunuh banyak orang. Mereka (korban) milik unit teknik, "tambah juru bicara KNDO.
Junta militer mengatakan ketika mencari 25 orang yang tersisa, mereka menemukan korban terkubur di dua kuburan terpisah kurang lebih satu mil dari lokasi konstruksi.
Tujuh pria kemudian ditemukan dengan tubuh hangus pada 11 Juni, kondisi tangan terikat ke belakang punggung.
Hari berikutnya ditemukan 18 mayat lainnya.
Saat ini lebih dari 200 penduduk lokal dari Waw Lay dan Phlu terpaksa mengungsi ke Thailand akibat bentrokan senjata di wilayah itu.
Menurut Newsweek, pembakaran desa Kinma pada 15 Juni di wilayah Magway, Myanmar tengah juga menjadi isu kontroversial.
Seorang penduduk desa mengkonfirmasi kepada AP bahwa pasukan pemerintah membakar sebagian besar dari sekitar 250 rumah di desa tersebut, dan pasangan tua yang tidak bisa atau tidak ingin melarikan diri dengan penduduk desa dianggap tewas.
Orang ini mengungkapkan informasi dengan syarat anonim karena takut akan pembalasan.
Namun, media yang dikendalikan junta melaporkan bahwa "teroris" bertanggung jawab atas kebakaran tersebut, mengklaim bahwa mereka membakar rumah seseorang yang tidak bersimpati dengan kebakaran tersebut, karir mereka dan kemudian angin menyebarkan api.
Junta dan lawan-lawannya sama-sama menyebut pihak lain "teroris".
Melansir Irrawaddy, KNU menyepakati Kesepakatan Gencatan Senjata Seluruh Negara tahun 2015.
Namun meski begitu sayap bersenjata KNU yang lain, Organisasi Pembebasan Nasional Karen (KNLA) telah terlibat konflik bersenjata dengan militer Myanmar di Distrik Papun sejak 2018 setelah militer Myanmar membangun jalan dan mengirim pasukan ke wilayah tersebut.
Sejak Maret, KNLA juga menyerang pos-pos militer di Distrik papun merespon kudeta militer Myanmar.
Lebih dari seribu warga sipil Papun terpaksa mengungsi.