Advertorial
Intisari-Online.com - Pemimpin kudeta militer MyanmarMin Aung Hlaing dilaporkan akan ke Indonesia pada 24 April 2021 ini.
Kedatangannya disebutkan untuk menghadiri KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Mengutip dari reuters.com pada Minggu (18/4/2021), Min Aung Hlaing tidak sendiri. Beberapa petinggi negara ASEAN lainnya juga akan datang.
Namun kedatanganMin Aung Hlaing tentu lain cerita. Apalagi setelah apa yang dia lakukan terhadap pemimpin Myanmar lainnya.
Pada 1 Februari 2021 lalu,Min Aung Hlaing melakukan pergolakan dan menggulingkan pemerintahan terpilih yang dipimpin oleh juara demokrasi Aung San Suu Kyi.
Akibatnya 728 warga sipil Myanmar tewas dan membuat negara tetangga Indonesia itu jatuh dalam krisis militer.
Bahkan baru-baru ini,pasukan keamanan menembak dan membunuh dua pengunjuk rasa di kota tambang batu rubi Mogok, kata seorang penduduk.
Sementara beberapa bom kecil meledak di kota utama Yangon, melukai beberapa orang, lapor media.
Indonesia termasuk negara yang mengutuk insiden di Myanmar.
Walau begitu, tidak banyak yang tahu bahwa Myanmar disebutkan selalu menjadikan Indonesia semacam tumpuan?
Memang apa alasannya?
Dipaparkan oleh sejumlah ahli, ada beberapa alasan mengapa Indonesia menjadi tumpuan Myanmar.
Pertama, karena Indonesia punya pengalaman dalammewujudkan transisi demokrasi dari rezim otoriter.
Sejak itu, Indonesia mampu melakukan pemilihan presiden secara langsung dengan sistem satu orang satu suara.
Fakta itu membuat negara-negara lain, khususnya negara yang memiliki rezim otoriter, menganggap Indonesia relatif sukses.
Ditambah proses transisi itu sama sekali tidak melibatkan militer.
Kedua, Indonesia menerapkankebijakan politik luar negeri bebas dan aktif.
Wakil Presiden Pertama Indonesia, Moh Hatta adalah orang yangmencetuskan konsep politik luar negeri bebas aktif pada 2 September 1948 ini.
Di mana, dalam buku Politik Luar Negeri Indonesia dibawah Soeharto (1998) karya Leo Sryadinata, Hatta mengungkapkan bahwa Indonesia tidak perlu memilih untuk bersikap pro terhadap Amerika Serikat atau pro Uni Soviet.
Dilansir dari kompas.com pada Minggu (18/4/2021), dengan sikap tersebut, Indonesia tidak menjadi obyek perjuangan politik Internasional.
Indonesia harus menjadi subyek yang memiliki hak untuk menentukan pilihannya sendiri.
Ketiga, persahabatanU Thein Sein denganPresiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
U Thein Sein merupakan Presiden Myanmar ke-8 sejak 2011 sampai 2016.
Dia sering belajar dari pemerintah Presiden SBY. Baaimana proses demokrasi di Indonesia ketika Presidennya berasal dari militer.
Sebab, sama seperti Presiden SBY,U Thein Sein juga seorang yang berasal dari militer.
Hal itu dikatakan olehIto Sumardi, mantan duta besar RI untuk Myanmar pada periode 2013-2018.
Beberapa kali Myanmar menjadi salah satu negara yang mengulurkan tangannya untuk membantu Indonesia.