Inilah Masjid Tertua di Indonesia, Hebatnya Tak Punya Hubungan dengan Kerajaan Islam Besar atau Wali Songo

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Masjid Saka Tunggal Cikakak Banyumas disebut sebagai masjid tertua di Indonesia. Tak punya keterkaitan dengan kerajaan Islam besar atau Wali Songo (IG Galerynegeri)
Masjid Saka Tunggal Cikakak Banyumas disebut sebagai masjid tertua di Indonesia. Tak punya keterkaitan dengan kerajaan Islam besar atau Wali Songo (IG Galerynegeri)

Ternyata masjid tertua di Indonesia tak punya keterkaitan dengan kerajaan Islam besar maupun Wali Songo. Inilah Masjid Saka Tunggal Baitussalam Cikakak Banyumas, Jawa Tengah.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Tidakkah Anda penasaran, apa masjid tertua di Indonesia? Apakah masjid tertua ini punya keterkaitan dengan kerajaan-kerajaan Islam besar di Nusantara atau Wali Songo?

Menurut catatan beberapa sumber, masjid tertua di Indonesia itu adalah Masjid Saka Tunggal Baitussalam yang berada di Desa Cikakak, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Sesuai namanya, yang ikonik dari masjid ini adalah tiangnya yang juga satu, saka tunggal.

Masjid Saka Tunggala punya ukuran 12 x 18 meter. Masih dari sumber yang sama, masjid ini disebut menjadi satu-satunya masjid yang dibangun sebelum era Wali Songo yang eksis sekitar abad 15-16. Kabarnya, masjid ini dibangun pada 1288 M. Hitung sendiri berapa umurnya.

Masjid ini terletak di tengah suasana pedesaan yang asri, tak jaur dari Curug Cikakak. Di sini banyak kera yang bebas berkeliaran. Atapnya menggunakan ijuk sementara dindingnya sebagian dari anyaman bambu.

Konon, masjid ini dibangun oleh Mbah Mustolih, tokoh penyebar Islam di Cikakak. Makam Mbah Mustolih juga terletak tak jauh dari lokasi Masjid Saka Tunggal Baitussalam.

Meski begitu, ada perbedaan penafsiran terkait tanggal berdirinya masjid itu. Sebagaimana dilaporkan Harian Kompas pada 20 Juni 2017, menurut peneliti dari Fakultas Teknik Universitas Wijayakusuma, Purwokerto, Wita Widyanandini, angka 1288 merujuk pada tahun Hirjiyah, sehingga, jika dikonversikan ke Masehi menjadi 1522.

Apa pun itu, Masjid Saka Tunggal tetaplah salah satu masjid tertua di Indonesia.

Seperti disebut di awal, asal-usul nama saka tunggal yang tertera dalam Masjid Saka Tunggal adalah karena masjid ini hanya punya satu tiang (saka, dalam bahasa Jawa) sebagai kolom struktur setinggi 5 meter.Tiang penyangga itu dipenuhi ukiran bunga dan tanaman, serta dilindungi kaca.

Saka tunggal disebut sebagai simbol dari ajaran tauhid atau monoteisme.

"Filosofi saka tunggal adalah manunggalnya manusia dengan Sang Pencipta. Manusia menghormati Sang Pencipta yang menciptakan manusia untuk berbuat hal-hal baik," kata mantan juru kunci Masjid Saka Tunggal, Subagyo, sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Pada ujung saka, terdapat empat sayap kayu yang disebut empat kiblat lima pancer, yaitu menunjuk empat arah mata angin dan satu pusat menunjuk ke atas. Menurut Subagyo, ini berarti manusia harus memiliki pedoman dalam menjalani kehidupan.

Masjid yang berada di kaki bukit Cikakak ini menyimpan cerita, sejarah, dan mitos terkait kehidupan penganut Islam Aboge. Komunitas Islam Aboge melaksanakan berbagai ritual keagamaan dengan dasar kepercayaan kepada para leluhur.

Beberapa kegiatan yang kental nuansa akulturasinya dengan budaya lokal adalah selamatan, tahlilan (pembacaan tahlil), dan puji-pujian kepada Rasulullah SAW. Harian Kompas, 2 Mei 2021 mencatat, sedikitnya ada 500 penduduk yang tinggal di sekitar masjid.

Mereka diyakini merupakan keturunan atau anak cucu dari Mbah Mustolih.

Keunikan lain dari masjid ini adalah keberadaan monyet-monyet ekor panjang yang diyakini warga setempat sebagai penjelamaan santri-santri dari Mbah Mustolih yang nakal. Bahkan, pemerintah setempat pernah mengelar festival Rewandha Bojana. Festival itu diadakan untuk memberikan makanan kepada monyet-monyet ekor panjang di sekitar masjid dan lingkungan perbukitan sekitar.

Fakta lainnya...

Keunikan lain dari Masjid Saka Tunggal Banyumas ini bisa kita lihat ketika hari Jumat. Mengutipduniamasjid.islamic-center.or.id,selama menunggu waktu salat Jumat dan ba'da salah Jumat, jamaah akan berzikir dan bershalawat dengan nada seperti melantunkan kidung Jawa. Bahasa yang dipakai campuran Arab dan Jawa, disebut sebagai tradisi ura ura.

Masih dari sumber yang sama, imam masjid tidak mengenakan peci seperti peci-peci lain di Indonesia tapi menggunakan udeng alias pengikat kepala.Khutbah Jumat juga disampaikan seperti melantunkan sebuah kidung.

Yang juga tak biasa, pada momen salat Jumat itu, akan ada empat muazin, yang pakaiannya mirip dengan sang imam. Pakai baju lengan panjang putih dan udeng motif batik. Mereka akan mengumandakan azan secara bersamaan.

Hingga saat ini, Masjid Saka Tunggal Banyumas tidak menggunakan pengeras suara.Meski demikian suara azan yang dilantunkan oleh empat muazin sekaligus, tetap terdengar begitu lantang dan merdu dari masjid ini.

Ritual Ganti Jaro

Di Masjid Saka Tunggal ada tradisi yang dikenal sebagai ritual ganti jaro, yaitu ritual mengganti pagar bambu yang mengelilingi masjid. Ritual ini diikuti oleh seluruh warga Desa Cikakak. Dalam ritual itu, ketika membuat pagar ada beberapa pantangan yang harus dihindari. Seperti dilarang berbicara dengan suara keras, juga tidak boleh mengenakan alas kaki.

Karena itulah saat ritual berlangsung yang terdengar hanya bambu-bambu yang dipotong dan dipukul. Biasanya ritual ini akan berlangsung selama 2 jam.

Ritual ini dikerjakan secara bergotong royong. Ritual ini juga dipercaya bisa menghilangkan sifat jahat pada diri manusia. Tahap akhir ritual adalah arak-arakan lima gulungan yang berisi nasi tumpeng yang dibagikan kepada warga dan dipercaya memberikan berkah.

Yang juga menarik, Masjid Saka Tunggal Cikakak Banyumas ternyata sudah ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya dengan nomor11-02/Bas/51/TB/04 dan statusnya dilindungi undang undang RI No. 5 tahun 1992 dan PP nomor 10 tahun 1993.

Artikel Terkait