Intisari-Online.com - Jalan antara Bandung—Sumedang, sebenarnya telah ada sejak dulu.
Tapi jalannya masih sangat kecil dan sempit. Tak dapat dilalui kendaraan, selain orang yang berjalan kaki atau tandu.
Apabila orang dari Bandung hendak menuju Sumedang, selain berjalan kaki dan naik tandu, tak ada kendaraan lainnya.
Pada ketika itu, tempat itu belum bernama cadas (padas) Pangeran.
Kisahnya dimulai ketika Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810, membuka jalan antara Anyer sampai Panarukan, pada saat itulah cadas ini harus dibongkar, dibobol.
Harus diratakan agar dapat dilalui kereta kuda yang membawa pos.
Daendels sangat bengis dan keras. Segala perintahnya tak boleh dibantah.
Karena itu ia disebut juga Jendral Masgalak.
Karena galaknya, para bupati yang daerahnya dilewati pembuatan jalan tersebut, sudah tentu harus mengerahkan rakyatnya untuk mengerjakan jalan tersebut.
Yang tidak menurut, pasti mendapat hukuman.
Pangeran Kusumadinata telah mengerahkan rakyatnya untuk mengerjakan jalan tersebut.
Baca Juga: Ternyata Bukan Thomas Raffles yang Menemukan Bunga Rafflesia Pertama Kali, Lalu Siapa?
Beliau pun sudah melihat dari dekat bahwa pekerjaan membongkar cadas itu tidak mudah.
Gangguan sangat banyak. Selain makanan dan minuman sangat sukar, di daerah itu masih terdapat harimau.
Banyak rakyatnya yang menjadi korban harimau, atau mati kelaparan.
Untuk mendampingi rakyatnya, terkadang Pangeran Kusumadinata bermalam di tempat itu.
Baca Juga: Permainan Memanggil Roh: Pernah Disinggung Thomas Raffles dalam The History of Java
Penderitaan rakyatnya sangat berat. Tapi Pangeran tidak dapat berbuat apa-apa.
Pada suatu hari Pangeran Kusumadinata dan patih Raden Demang Mangku Praja, dan beberapa penjabat lainnya, bersiap-siap untuk menyambut Jenderal Daendels.
Dari jauh Pangeran Kusumadinata telah melihat muka masam dari sang Jendral, karena melihat jalan belum selesai.
Pangeran Kusumadinata telah mendengar banyak priyayi yang telah mendapat teguran dari Daendels.
Baca Juga: Hikayat Belanda Depok, Pribumi Asli yang Punya Marga Belanda
Dan Pangeran tahu benar akan kebengisan Jendral Daendels.
Ketika Jendral Daendels dan Pangeran Kusumadinata telah berhadapan muka, sang Jendral memberikan tangan untuk bersalaman.
Pangeran Kusumadinata menyambutnya dengan tangan kiri.
Karena tangan kanannya dipakai untuk memegangi hulu keris yang telah disiapkan.
Semua para pekerja saling pandang, hatinya berdebaran.
Mereka berpendapat, pasti akan terjadi perkelahian sengit.
Daendels tidak jadi memberi salam, ia menarik tangannya.
Wajahnya berubah merah padam karena marah. Keduanya saling pandang.
Dari wajah Pangeran Kusumadinata nampak ada maksud membela rakyatnya yang menderita.
la tidak bermaksud menentang Jendral.
Hanya sekedar meminta ke-ringanan. Pangeran ingin menunjukkan kewibawaannya.
"Pangeran Kusumadinata, apa maksud anda menyambut salamku dengan tangan kiri?"
Tanpa rasa ngeri di pandang oleh Jenderal Daendels, Pangeran Kusumadinata menjawab.
"Tuan, saya tidak bermaksud menentang perintah dan bukan bermaksud tidak mengerjakannya. Tapi pekerjaan itu sangat berat. Lagipula peralatan hanya linggis yang tak mungkin membelah cadas dan batubatu yang keras."
"Suatu pekerjaan yang mustahil. Maka saya ingin memperlihatkan kepada Tuan, bahwa pendirian saya lebih baik mati daripada memaksa rakyat sendiri yang sudah tak mungkin mengerjakan pekerjaan mustahil itu."
Mendengar jawaban Pangeran, Daendels agak lunak dan berkata: "Coba ceritakan, apa yang menjadikan keberatan itu, aku inginmendengarnya."
Pangeran kemudian menceritakan segala penderitaan rakyatnya.
Jenderal Daendels mendengarkan dengan penuh perhatian, dan mengerti apa sebabnya pembuatan jalan agak terhambat.
Setelah itu, Daendels memanggil ajudannya agar mengerahkan pasukan zeni untuk membantu pembongkaran cadas.
Ketika Jenderal Daendels kembali menyodorkan tangannya lagi, Pangeran Kusumadinata menerimanya dengan segala hormat.
Seperti pada umumnya seorang pejabat bawahan kepada atasannya.
Di tempat ini kemudian dipasang batu peringatan terbuat dari marmer bertulisan: "Dibongkar pada tahun 1811. Jasa Pangeran Kusumadinata dan Raden Demang Mangku Praja. Dikerjakan dari tanggal 26 Nopember sampai 12 Maret."
Sejak saat itulah nama tempat itu menjadi Cadas Pangeran.
(Sumber: Majalah Bobo 29/V-29 Oktober 1977)
(*)