Lakukan Investigasi atas Perintah PBB, Mantan Jaksa Agung Indonesia Pernah Ungkap Borok Militer Myanmar

Maymunah Nasution

Editor

Marzuki Darusman, kepala panel investigator PBB yang mengungkap keborokan militer Myanmar
Marzuki Darusman, kepala panel investigator PBB yang mengungkap keborokan militer Myanmar

Intisari-online.com -Militer Myanmar, Tatmadaw, saat ini sedang mengambil alih pemerintahan Myanmar.

Tindakan mereka antara lain menangkap Aung San Suu Kyi, presiden terpilih Myanmar, bersama pejabat lainnya.

Selanjutnya, Tatmadaw umumkan keadaan darurat selama 1 tahun.

Komunikasi masyarakat dibatasi dengan jaringan telepon dan internet dimatikan.

Baca Juga: Militernya Laksanakan Kudeta, Ternyata Beginilah Kekuatan Tatmadaw, Militer Myanmar yang Wajibkan Tugas Militer Bahkan untuk Wanita Juga

Rupanya, Tatmadaw memiliki keborokan yang sebenarnya PBB sendiri sudah pernah mengetahuinya.

Mengutip Reuters, penyelidik PBB mendesak pemimpin dunia di tahun 2019 lalu untuk terapkan sanksi ekonomi pada perusahaan yang terkait militer Myanmar.

Penyelidik tersebut juga mengatakan firma asing yang melakukan bisnis dengan Tatmadaw dapat terlibat dalam kejahatan internasional.

Apa masalahnya terlibat dengan Tatmadaw sampai bisa menimbulkan dampak berbaya seperti itu?

Baca Juga: Militer Umumkan Myanmar Dalam Keadaan Darurat Pemerintahan Selama Satu Tahun, Begini Kondisi Negara Itu Sehari Setelah Kudeta

Panel ahli hak asasi mengenai sejumlah perusahaan yang terikat dengan Tatmadaw, yang mengontrol sebagian besar ekonomi Myanmar melalui perusahaan induk dan anak perusahaan mereka.

Mereka dituduh PBB melakukan kampanye dengan niat genosida terhadap minoritas Rohingya.

Tercatat lebih dari 730 ribu warga Rohingya, anggota minoritas Muslim di Myanmar, telah melarikan diri dari provinsi Rakhine ke Bangladesh di tengah serangan militer pada Agustus 2017 yang disebutkan PBB dan negara Barat melibatkan pembantaian massal.

Panel penyelidik PBB mengecam kekerasan tersebut dalam laporan tahun 2018 yang menyerukan isolasi ekonomi untuk militer Myanmar.

Baca Juga: Situasi Myanmar Darurat karena Sudah Dikuasai Militer, PBB Langsung Lakukan Sidang Khawatir Pengungsi Rohingya Akan Alami Hal Ini Jika Negara Dikendalikan Militer

Penyelidik mengatakan tujuan dari laporan baru adalah untuk membantu negara-negara memotong ikatan ekonomi dengan perusahaan yang berhubungan dengan Tatmadaw.

"Pertama kalinya, laporan ini keluar dengan gambaran lengkap keterlibatan beberapa perusahaan Eropa dan Asia, dan membuat poin jika faktanya ada hubungan antara perusahaan itu dan pelanggaran perjanjian dan norma PBB," ujar ketua panel Marzuki Darusman yang diwawancarai di Jakarta tahun 2019 lalu.

Juru bicara Tatmadaw tidak menjawab telepon saat mereka diminta keterangan, sementara Zaw Htay, juru bicara untuk pemerintah pemimpin sipil Aung San Suu Kyi tidak dapat dihubungi saat itu.

Pemerintah Myanmar tapi telah mengirimkan salinan awal dari laporan PBB tersebut.

Baca Juga: 4 Tahun Menderita Kehilangan Tanah Kelahiran, Nasib Muslim Rohingya Akhirnya Dibahas Oleh Dewan Keamanan PBB Pasca Kudeta

Penyelidik yang dipimpin Marzuki Darusman, mantan Jaksa Agung Indonesia tersebut telah mengidentifikasi sedikitnya 59 perusahaan asing yang memiliki hubungan komersial dengan militer Myanmar.

Beberapa perusahaan berasal dari Perancis, Belgia, Swiss, Hong Kong, dan China.

Dari 59 perusahaan, 15 mengoperasikan usaha patungan dengan dua konglomerat militer atau anak perusahaan mereka.

Penyelidik juga menyerukan pemberlakuan embargo senjata di negara itu, karena ada 14 perusahaan yang menjual senjata dan peralatan terkait pada pasukan keamanan di negara itu sejak 2016 lalu.

Baca Juga: China Bisa Kegirangan dengan Kudeta Militer Myanmar, Jepang Ungkap Ini yang Akan Didapatkan Tiongkok

Badan usaha yang terlibat antara lain milik Israel, India, Korea Utara dan China.

Selanjutnya laporan menyebut aktivitas bisnis asing apapun yang terlibat dengan Tatmadaw dan konglomeratnya "memiliki risiko besar berkontribusi atau terlibat dengan pelanggaran hukum HAM internasional dan undang-undang kemanusiaan internasional.

"Perusahaan dan individu yang bertanggung jawab di dalam perusahaan itu dapat dihukum," ujar Darusman.

Ia menambahkan senjata yang disediakan mereka digunakan oleh Tatmadaw untuk menekan rakyat Myanmar.

Baca Juga: Pernah Jadi Negara Paling Korup Kedua di Dunia setelah Somalia, Myanmar Kini Disebut Mengalami Peningkatan Signifikan dalam Memerangi Korupsi, Tapi Masih Hadapi Masalah Ini

Selanjutnya juru bicara PBB mengatakan maksud dari Darusman adalah yang disediakan oleh para individunya.

Sebelumnya, Myanmar menolak klaim PBB yang menyebutkan kekerasan di Rakhine sebagai kekerasan satu pihak.

Aksi militer itu diklaim dilaksanakan setelah ada serangan militan terhadap pasukan keamanan pada Agustus 2017.

Perusahaan induk yang berkembang

Baca Juga: Menolak Lupa, Inilah Kekejaman Myanmar Pernah Lakukan Kejahatan Perang Meski Tidak Berada di Negara Berkonflik, Dunia Sempat Mengecamnya

AS, Uni Eropa, Australia dan Kanada telah menjatuhkan sanksi kepada perwira militer senior, termasuk Jenderal Min Aung Hlaing sejak 2019 lalu.

Ia juga mendapat larangan perjalanan oleh Departemen Luar Negeri sejak Juli 2019 lalu.

PBB menyeru, para jenderal tinggi tersebut harus dituntut atas genosida dan Pengadilan Kriminal Internasional telah memulai penyelidikan awal.

Uni Eropa juga saat itu mempertimbangkan mencabut akses negara bebas tarif ke blok perdagangan terbesar di dunia.

Baca Juga: Dikenal Bersahabat Dekat Dengan Myanmar, Apa yang Akan Dilakukan China Melihat Myanmar Dikudeta, Berpihak ke Pemerintah Atau Militernya?

Dua perusahaan konglomerat Tatmadaw, Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL) dan Myanmar Economic Corp (MEC) adalah perusahaan induk yang berkembang dengan investasi berbagai sektor.

Termasuk dalam sektor investasi keduanya adalah permata, tembaga, telekomunikasi dan pakaian.

Keduanya juga memiliki bank terbesar di negara itu, Myawaddy dan Innwa.

Keduanya memiliki berbagai anak perusahaan, laporan mengidentifikasi 120 bisnis di berbagai sektor, dari turisme dan bank ke konstruksi dan tambang batu permata yang dimiliki oleh MEHL dan MEC.

Baca Juga: Pernah 'Gentayangan' di Myanmar Bawa Bendera Indonesia, Inilah Kisah Kapal Hantu yang Konon Tidak Membawa Satupun Awak, Akhirnya Misterinya Berhasil Terungkap

Selain itu ada juga 27 perusahaan yang terhubung dengan dua perusahaan melalui struktur perusahaan.

Pendapatan yang didapat dengan bisnis itu menguatkan otonomi militer dari pengawasan sipil dan menyediakan dukungan finansial untuk operasi mereka.

Selanjutnya penyelidik mendesak investigasi ke 45 perusahaan yang membuat donasi ke militer Myanmar di tiga upacara yang diadakan oleh Min Aung Hlaing pada puncak kekerasan di Rakhine tahun 2017 lalu.

Selama upacara ini ia meminta dana untuk mendukung aksi militer di Rakhine dan untuk membangun pagar pertahanan di perbatasan dengan Bangladesh, papar PBB.

Baca Juga: DosaAung San Suu Kyi, Biarkan Etnis Rohingya Jadi Korban Genosida hingga Masalah Pemilu, Buat Myanmar Jatuh di Bawah Kendali Militer, Tapi Justru Amerika yang 'Kepanasan'

Saat itu ada 10 juta Dollar ditambahkan ke donasi.

Dua perusahaan lokal, KBZ Group dan Max Myanmar, mendonasikan 2.5 juta Dollar dan lebih dari 900 ribu Dollar AS ke Min Aung Hlaing seperti dilaporkan PBB.

Donasi itu bagian dari pendanaan untuk pembangunan batas "untuk mencegah pengungsi Rohingya kembali ke rumah mereka."

KBZ Group mengatakan mereka belum dihubungi oleh PBB selama investigasi tersebut dan tidak dalam posisi untuk menjelaskan lebih jauh.

Baca Juga: Berani Pulang Setelah Diburu karena Ujaran Kebencian, Biksu Wirathu yang Berjuluk ‘Buddhist bin Laden’ Langsung Bermanuver Demi Nafsu Politiknya

Sementara itu Max Myanmar Group mengatakan dalam pernyataan mereka jika mereka tidak terlibat dalam tuduhan itu.

Klaim Max Myanmar Group mengatakan pendanaan benar-benar ditujukan untuk rekonstruksi dan rehabilitasi masyarakat".

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait