Penulis
Intisari-online.com -Kudeta militer Myanmar telah sebabkan PBB mulai membahas nasib muslim Rohingya.
PBB menyampaikan rencana mengumpulkan anggota Dewan Keamanan (DK) PBB.
Hal ini gunanya untuk membahas nasib 600 ribu muslim Rohingya yang masih ada di Myanmar pasca kudeta militer.
Dilansir dari Reuters, juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan, 15 anggota Dewan Keamanan PBB akan bertemu pada Selasa (2/2) waktu New York.
"Ada sekitar 600.000 orang Rohingya yang tetap di Negara Bagian Rakhine, termasuk 120.000 orang yang secara efektif dikurung di kamp.
"Mereka tidak bisa bergerak bebas dan memiliki akses yang sangat terbatas ke layanan kesehatan dan pendidikan dasar," ungkap Dujarric.
Mewakili PBB, Dujarric mengungkapkan kekhawatirannya atas keadaan para penduduk Rohingya yang akan semakin buruk di tengah gejolak politik di Myanmar.
Saat ini, PBB menyerukan pembebasan semua yang ditahan, termasuk Aung San Suu Kyi yang menjadi tokoh sentral.
Dujarric mengatakan, utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, akan tetap terlibat secara aktif dan kemungkinan akan memberi pengarahan kepada Dewan Keamanan dalam pertemuan tersebut.
Pembahasan kemungkinan akan berjalan cukup alot mengingat China, yang didukung Rusia, selama ini melindungi Myanmar dari tindakan Dewan Keamanan PBB yang signifikan setelah penumpasan militer tahun 2017.
Dengan hak veto yang dimilikinya, China bisa saja menghambat proses pengambilan keputusan dalam rapat Dewan Keamanan PBB.
Militer Myanmar mengambil alih kekuasaan pada Senin (1/2) melalui kudeta terhadap Pemerintahan Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis.
Saat ini, militer Myanmar telah menyatakan keadaan darurat dan akan berlangsung hingga satu tahun.
Juru bicara Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi, Myo Nyunt, menyatakan, Suu Kyi, Presiden Myanmar Win Myint, dan para pemimpin NLD lainnya telah ditangkap pada Senin dini hari.
Ketegangan militer di Rakhine 2017 lalu telah membuat 700 ribu muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, tempat mereka masih terasingkan di kamp pengungsian.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan negara-negara Barat menuduh militer Myanmar menyapu bersih etnis itu agar punah sepenuhnya.
Namun militer Myanmar menampik hal itu.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini