Advertorial

Founder Ciputra Group Meninggal Dunia: Ini Kisahnya yang Pernah Dimusuhi Anak-anaknya, ‘Mencium Kaki Anak-anak Akan Saya Lakukan, Asalkan Saya dan Mereka Bahagia’

K. Tatik Wardayati
,
Tatik Ariyani

Tim Redaksi

Bos perusahaan Ciputra Development itu pernah dimusuhi oleh anak-anaknya gara-gara sikapnya yang otoriter.
Bos perusahaan Ciputra Development itu pernah dimusuhi oleh anak-anaknya gara-gara sikapnya yang otoriter.

Intisari-Online.com –Ciputra, Chairman dan Founder Ciputra Group, meninggal dunia, Rabu (27/11/2019) di Singapura.

Dalam pesan singkat yang diterima redaksi Kontan, Ciputra meninggal dunia di Singapura pada 27 November 2019 pukul 01.05 waktu setempat.

"Telah meninggal dunia dengan tenang, Bapak Ir Ciputra, Chairman dan Founder Ciputra Group di Singapore pada tanggal 27 November 2019 pukul 01.05 waktu Singapore. Kami keluarga besar Ciputra Group mengucapkan turut berduka yang mendalam dan mendoakan semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kekuatan menghadapi kedukaan ini," demikian pesan singkat dari Rina Ciputra Sastrawinata yang merupakan anak pertama Ciputra.

Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani juga mengonfirmasi kabar duka tersebut saat dihubungi Kompas.com. Haryadi mengatakan sudah sempat bicara dengan keluarga Ciputra ihwal kabar duka itu.

Baca Juga: Raja Properti Indonesia Ciputra Meninggal Dunia: Sebelum Menjadi Crazy Rich, Perusahaan Ciputra Sempat Bangkrut, Sampai Karyawannya Lakukan Hal Ini Demi Membantu Keuangan Perusahaan

Mengenang Ir. Ciputra, atau yang sering dipanggil dengan sebutan Pak Ci, Majalah Intisari pernah mengeluarkan profilnya di edisi April 1997, dengan judul asli Ir. Ciputra: Cium Kaki Anak, Asal Mereka Bahagia.

Bos perusahaan Ciputra Development itu pernah dimusuhi oleh anak-anaknya gara-gara sikapnya yang otoriter.

Tapi kemauannya yang keras untuk selalu dekat dengan mereka mampu mencairkan hubungan yang membeku.

Baca Juga: Kelakuan Crazy Rich Indonesians, Hobi Jajan Properti Super Mahal di Singapura dan Sidney!

Kini tiga dari empat anaknya malahan tinggal bersamanya. Sebuah contoh kasus bagaimana menjadi orang tua efektif dalam mendidik anak.

“Saya menangis, terharu, tapi bersyukur membaca buku itu. Tiba-tiba saja saya merasa banyak dosa, dan cara mendidik anak-anak saya selama ini salah."

Buku yang dimaksud ialah Menjadi Orang Tua Efektif, Petunjuk Mendidik Anak Yang Bertanggung Jawab, karangan Thomas Gordon, ahli psikologi klinis dari AS.

Kalimat di atas datang dari Ir. Ciputra pada seminar setengah hari Menjadi Orang Tua Efektif hasil kerja sama antara Yayasan Pendidikan Jaya dengan Majalah Intisari akhir bulan Februari 1997.

Baca Juga: Penjualan Properti Lesu, Inilah Waktu Paling Tepat untuk Beli Rumah

Kalau kata-kata di atas, yang notabene tidak berhubungan dengan perkara realestat diungkapkan oleh raja realestat Indonesia itu, pasti ada apa-apanya.

Keluar batas

Bapak empat anak pemegang Satya Lencana Pembangunan bidang koperasi ini pun mengungkapkan pengalamannya bagaimana dirinya bisa sampai pada kesimpulan seperti itu.

Sebagai orang tua yang sukses dan amat mencintai keluarganya, ia punya cita-cita anak-anaknya juga sukses dan mengikuti jejaknya sebagai pengusaha.

Baca Juga: Kenyang jadi Juru Parkir, Loper Koran, dan Kuli Bangunan, Arton Kini Jadi Pengusaha Sukses yang 'Disayangi' Warga Miskin

Pak Ci, panggilan akrabnya, pun mendidik keras dan sering keluar batas. Barangkali karena ia berasal dari keluarga Sulawesi yang dikenal berkarakter keras.

"Tiap hari yang saya lakukan terhadap anak-anak tak jauh dari nada memerintah, mengancam, memberi khotbah, mempersalahkan, memberi julukan, menganalisis, mendesak, mengalihkan perhatian," kata Pak Ci.

Namun, katanya mereka tidak mendengar nasihat itu malahan memusuhinya.

Saat Pak Ci pulang kantor, anak-anaknya tak ada yang berani setor muka. Mereka lebih suka "bersembunyi" di balik pintu kamarnya.

Baca Juga: Terkenal Sangat Disipilin, Ternyata Seperti Inilah Cara Orang Jepang Mendidik Anaknya

"Gimana mau menemui, kalau setiap kali pulang saya selalu tanya sudah belajar belum ..., sudah olahraga belum ...," ujar Pak Ci yang di masa kecil pernah diasuh oleh tante-tantenya yang "bengis".

Sikap otoriter Pak Ci ujung-ujungnya malah memicu perlawanan diam-diam anak-anaknya.

Mereka di luaran berani ngomong, kalau sudah selesai sekolah, mereka tak mau bekerja bersama dengan ayahnya, bahkan sampai enggan pulang ke Indonesia dan berkumpul dengan ayahnya.

Komunikasi keluarga pun jadi macet, anak-anak menjadi sangat tertutup dan tidak mau mengungkapkan masalah karena takut kena marah.

Baca Juga: Ini 5 Cara Sederhana untuk Mendidik anak Agar Mandiri dan Bertanggung Jawab

Gelagat perlawanan putra-putrinya ini ditangkap oleh Ciputra. Tapi sebagai orang tua yang mendidik anaknya secara alami, ia tak bisa berbuat banyak dan tetap meneruskan cara pendidikan yang "kuno" itu.

Kerisauan ini akhirnya memaksa Pak Ci untuk mendatangi seorang pakar psikologi. Pakar ini memberikan beberapa nasihat.

Beberapa buku tentang psikologi anak dari dalam serta luar negeri juga dilahap namun kesulitan komunikasi bukannya reda.

Sampai suatu saat pemegang 15 yayasan pendidikan dengan jumlah murid dan mahasiswa hampir 30.000 ini kemudian meminta pertimbangan pada salah seorang psikolog di perusahaannya.

Baca Juga: Hanya 2 Hal Inilah yang Dibutuhkan untuk Mendidik Anak Menjadi Remaja yang Berbahagia, Apa Itu?

Ia kemudian diberi sembilan buku, salah satunya Menjadi Orang Tua Etektif, Petunjuk Terbaru Mendidik Anak yang Bertanggung ]awab karangan Thomas Gordon itu.

Titik balik terjadi di sini.

“Saya tergugah setelah membacanya. Betapa beda apa yang telah saya lakukan dengan apa yagn dianjurkan dalam buku itu,” ungkap Pak Ci.

Buku ajaib

Baca Juga: Disiksa hingga Dikorbankan untuk Persembahan Dewa, Inilah 10 Potret Kerasnya Cara Mendidik Anak Ala Suku Aztec

Sadar akan kekeliruannya Ci mulai mendekati dan berkomunikasi dengan anak-anaknya dengna lebih arif.

Di sela-sela kesibukannya yang luar biasa sebagai chief executive officer (CEO) grup Pembangunan Jaya, Pak Ci bersama dengan Dian Sumeler, istrinya, rajin mengunjungi putra-putrinya yang bersekolah di luar negeri.

Sedikit demi sedikit kebekuan mulai mencair. Akhirnya, mereka mencoba pulang. Bahkan akhirnya membentuk perusahaan bersama Ciputra.

“Kini di kantor saya bersama dengan empat orang anak dan dua menantu saya. Jadilah kami tujuh orang di satu ruangan dan tiga dari empat keluarga itu masih tinggal bersama saya di satu rumah,” ungkap Pak Ci.

Baca Juga: Enam Langkah Mendidik Anak: Perhatikan yang Nomer 6!Baca Juga: Enam Langkah Mendidik Anak: Perhatikan yang Nomer 6!

Di rumahnya yang asri di kawasan elite Pondok Indah, Jakarta, mereka tinggal sebagai keluarga besar yang rukun dan damail.

Lantaran masing-masing punya kesibukan tak ada jam makan khusus, siapa lapar bisa makan lebih dulu tanpa harus menunggu anggota keluarga yang lain.

“Kita dekat tapi ada udara,” kata Ci puitis menggambarkan suasana rumahnya.

Tergugah oleh buku sakti itu, pengusaha properti terkemuka ini kontan mengirimkan satu orang ke AS mempelajari program khusus menjadi orang tua efektif yang dibikin Thomas Gordon.

Baca Juga: Apakah Anda Sudah Siap Menjadi Orangtua? Jawablah 6 Pertanyaan Ini dengan Sejujur-jujurnya!

Sekembalinya dari negeri Paman Sam disusunlah sebuah program pendidikan Menjadi Orang Tua Efektif (Motif) di Indonesia.

Program yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Jaya ini tahun 1993 memperoleh lisesi dari Gordon Training Internationaol, AS, untuk menyebarkan Parent Effectiveness Training (PET) di Indonesia.

Sejak dibuka pesertanya sudah mencapai kira-kira 6.000 orang, Ciputra adalah salah seorang peserta pertamanya.

“Dengan pendidikan tersebut singkat kata saya menganggap anak-anak saya sebagai saudara. Di tempat kerja mereka mitra saya. Kalau saya bermain golf, mereka itu teman saya. Tidak lagi menganggap orang tua yang selalu benar dan tidak bisa dibantah,” ucap Pak Ci kelahiran Parigi, Sulawesi Tengah.

Baca Juga: Pernikahan Putri Diana dan Pangeran Charles Memang Kelam, Namun Mereka Selalu Ingin Menjadi Orangtua yang Baik bagi Anak-anaknya dengan Cara Ini

Pendekatan kekuasaan yang sebelumnya dilakukan langsung ia tinggalkan. Dulu kalau bermain olahraga, Pak Ci merasa harus menang, supaya kelihatan hebat di mata anak-anaknya.

Tetapi sekarang ia selalu mengalah, kendati cucu-cucunya tahu kalau itu cuma bohong-bohongan belaka.

Di mata para cucunya, Sang kakek ini malah lebih seperti teman, sehingga mereka tidak takut.

"Ketika bermain dengan saya mereka sangat aktif. Opa jadi Ksatria Baja Hitam, ya! Lalu tiba-tiba mereka memukul saya dari belakang. Dengan begitu saya pura-pura jatuh. Tapi setelah itu mereka injak-injak saya. Wah, kalau sudah begini mamanya yang teriak-teriak ...," ujar Pak Ci, mengenang cucu-cucunya.

Baca Juga: Tidak Ada Cap Anak Nakal dari Ny. Haji Agus Salim Saat Mendidik Anak-anak

Tapi justru kedekatan inilah yang membahagiakan Pak Ci. Namun menurutnya, ini tak berarti mengurangi rasa hormat mereka kepada orang tua.

"Semuanya itu perlu waktu. Membutuhkan timing yang tepat. Dalam usianya yang relatif masih muda, biarkan mereka berlatih untuk berani bergaul dulu. Baru nanti kalau sudah waktunya mereka kita kasih tahu, sopan santun dan etika pergaulan," tambahnya.

Dalam bahasa Gordon, seperti dikutip Ciputra, orang tua juga harus bisa bersikap sebagai seorang konsultan terhadap anaknya.

Dengan begitu orang tua tidak berdiri sebagai penguasa yang memberi petunjuk, namun berani mendiskusikan setiap persoalan yang muncul dalam hubungan kekeluargaan.

Baca Juga: Tak Memasukkannya ke Sekolah Formal, Haji Agus Salim Mendidik Anaknya Lewat Dongeng

Kalau ini semua dibarengi keramahan dan keteladanan pada anak, niscaya akan tereipta hubungan harmonis di antara seluruh keluarga.

Salah kurici utamanya adalah sikap mendengar aktif.

Dalam gaya puitis Pak Ci mengibaratkan "anak itu seperti kembang atau daun muda yang amat sensitif menangkap embun".

Kalau orang dewasa bisa diperintah-perintah. Tapi anak kecil tidak bisa. Dengan kepekaan yang dimilikinya mereka akan selalu bertanya tentang apa saja yang dilihat.

Baca Juga: Mendidik Anak Berdemokrasi

"Ketika melihat ayahnya membeli mobil baru, seorang anak pasti bertanya-tanya, bagaimana ayah membelinya. Let the world teach them. Nah, dari beberapa temannya ia akan tahu bahwg ayah bisa membeli mobil itu karena bekerja keras," ujar Pak Ci.

Dari sini dalam diri si anak akan timbul suatu motivasi untuk bekerja, seperti ayahnya, agar bisa membeli sesuatu.

Toh sikap itu tidak otomatis muncul. Menurut pengembang kawasan Ancol, Pondok Indah, dan Bintaro ini, cita-cita keluarga bahagia tetap tinggal di awang-awang kalau seseorang tidak mempunyai keinginan yang menggebu-gebu.

“Kalau Anda tidak punya keinginan itu percuma saja. Sebab itu menjadi dasar motivasi. Dengan kemauan tersebut saya mau ke mana saja, mau mencium kaki anak saya akan saya lakukan. Asalkan mereka dan saya bahagia,” katanya.

Baca Juga: Zaman Boleh Berubah, Tapi Cara Terbaik Mendidik Anak Sebenarnya Masih Sama

Alumnus jurusan Arsitektur ITB tahun 1960 ini punya prinsip, keluarga adalah benteng utama.

Tidak mungkin seseorang akan sukses kalau ia tidak sukses dalam keluarga.

Itulah sebabnya Presiden Direktur PT Ciputra Developmen (CD) dan Presiden Komisaris PT Jaya Realty (JR) dan baru saja dinobatkan sebagai CEO publik terbaik tahun 1997 versi Majalah Swa Sembada bekerja sama dengan Konsultan Pemasaran Mark Plus ini, amat peduli dengan anak-anaknya dan mendorong seluas-luasnya agar mereka sukses.

Membagi saham

Baca Juga: Baru Menjadi Orangtua? 5 Tips Ini Bikin Anda Tetap Akrab dengan Pasangan

Caranya? Berdiskusi tentang nilai-nilai. Bercerita tentang sejarah dan perjuangan di masa lalu.

“Tapi jangan mengatakan anak harus demikian. Yang penting anak harus punya cita-cita dan mempunyai prestasi. Mau jadi petani atau pelukis silakan,” tuturnya.

Ia juga getol mendampingi anak-anaknya ke proyek-proyek yang sedang ia bangun karena yakin dengan demikian akan menggugah anak-anaknya meneruskan cita-cita yang telah dicanangkannya.

Untuk itu, Pak Ci juga tahu diri. Ia tak mau egois dengan memegang seluruh kepemilikan saham atas semua perusahaannya.

Baca Juga: 4 Masalah Keuangan yang Wajib Diperhatikan Ketika Baru Saja Menjadi Orangtua

Pada usia yang 65 tahun, ia memberikan pada anak-anaknya masing-masing 15% saham. Limpahan saham ini juga dimasudkan agar anak-anaknya merasa memiliki dan merasa mempunyai tanggung jawab untuk memajukan perusahaan.

Kini setelah tugas pelimpahan itu usai, ia tampak lebih berhati-hati.

“Saya tak berani mengambil keputusan menyangkut perusahaannya, tanpa persetujuan mereka,” ujar Pak Ci.

Agaknya pelepasan kepemilikan Grup Jaya yang telah melambungkan namanya tak membuatnya terkena sindrom kehilangan kekuasaan.

Baca Juga: Hati-hati ya, Ini 4 Kesalahan Mendidik Anak

Ia mengaku sudah mempersiapkan mental, fisik, dan material sejak puluhan tahun sebelumnya.

“Waktu umur 50 tahun saya sudah berketetapan hati meninggalkan Jaya 5 tahun lagi. Temyata saya masih sehat. Enam puluh tahun, masih bisa dan pada umur 65 tahun apa pun yang terjadi saya harus melakukannya," ujar bos ribuan karyawan dan memulai usaha hanya dengan 5 karyawan ini.

Menyangkut ide pengembangan perusahaan ia lebih suka gagasan itu datang dari anak-anaknya.

Kalaupun kebetulan ide itu berasal darinya, ia tetap akan menggiring mereka agar seolah-olah ide itu dari mereka.

Baca Juga: Jangan Pernah Gunakan Kalimat Keras dan Memerintah saat Mendidik Anak

"Soalnya, kalau ide itu datang dari orang lain, biasanya malas mengerjakan. Tetapi kalau dari diri mereka sendiri, mereka akan mati-matian mewujudkannya," kata Pak Ci yang masih rajin main golf dan senam waitankung ini.

Tentang olahraga golf, menurutnya tak cuma membuat pikiran rileks, namun juga menguatkan mental dan menyehatkan badan.

Kesehatan juga akan tercipta bila terdapat keseimbangan antara jiwa, tubuh, dan pikiran.

Menurutnya, makin tinggi mutu tiap unsur, maka orang akan makin sehat.

Baca Juga: Mendidik Anak dengan Gawai Ala Sulastri

Ia mengaku sekarang 75% pikirannya tercurah ke anak. Anak baginya adalah segala-galanya.

Seperti kutipan puisi favoritnya dari penyair Libanon ternama Kahlil Gibran yang berbicara tentang anak.

Anakmu bukanlah anakmu

Mereka adalah putra kerinduan diri Sang Hidup

Melaluimu mereka tiba,

Baca Juga: Ibunya Dibuat Heran Setiap Hari Rambut Anaknya Semakin Pendek, Begitu Menyadari yang Terjadi Sang Ibu Geram dan Mulai Bertindak

namun bukan darimu asalnya

Meskipun mereka bersamamu,

tapi mereka bukah milikmu

Berikan kasih sayangmu,

tetapi jangan paksakan pikiranmu

Sebab mereka berbekal

alam pikiran sendiri

Berikan rumah untuk

Baca Juga: Ini Pedoman Bagi Orangtua yang Ingin Mendidik Anak Belajar Bahasa Asing (2)

raganya, tetapi bukan

untuk jiwanya

Sebab jiwa mereka adalah

penghuni masa depan

Yang tiada dapat kau

gapai sekalipun dalam

impian (Yan/Nn)

Baca Juga: Bedakah Cara Mendidik Anak Sulung, Tengah, dan Bungsu?

Artikel Terkait