Intisari-Online.com – Zainatun Nahar binti Almatsier Sutan Pamoentjak mungkin tidak Anda kenal. Tapi, dialah "bara" di balik keberhasilan perjuangan seorang pria berkharisma bernama besar: Haji Agus Salim!
Waktu dipersunting H. Agus Salim yang masih sepupunya pada tanggal 12 Agustus 1912, wanita yang waktu itu berusia 19 tahun sudah diberi tahu oleh suaminya bahwa anak mereka kelak tidak akan dimasukkan ke sekolah formal biasa.
(Baca juga:Ajaran Ki Hadjar Dewantara Diadopsi Finlandia)
Soalnya, Haji Agus Salim menganggap pendidikan saat itu sebagai sistem pendidikan kolonial. la tidak mau anak-anaknya dicekoki indoktrinasi kolonial.
Selain itu, ia melihat berbagai ketidakadilan, seperti pemberian angka yang lebih rendah bagi pribumi meskipun kemampuan orang pribumi itu sama dengan orang Belanda.
Maka dari itu mereka berdua sepakat untuk mendidik anak mereka sendiri--salah satunya dengan dongeng dan buku-buku.
(Baca juga:Militer AS Ingin ‘Hack’ Otak Manusia Agar Tentara Semakin Cerdas dan Cepat Belajar Bahasa Musuh)
Meskipun pada praktiknya peran Maatje, panggilan sayang untuk Ibu H. Agus Salim yang artinya Ibu sayang, mengambil alih sebagian besar porsi pendidikan tersebut, karena H. Agus Salim yang aktif dalam pergerakan harus sering bepergian.