Enam Langkah Mendidik Anak: Perhatikan yang Nomer 6!

Agus Surono

Editor

Ini Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Mendidik Anak
Ini Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Mendidik Anak

Intisari-Online.com – Mendidik anak gampang-gampang susah. Ada yang bilang karena tidak ada sekolahnya.

Pambudi Sunarsihanto, Vice President, Human Resources at Danone Aqua berbagi cerita di sebuah grup Facebook soal mendidik anak.

Tidak pasti mangkus untuk diterapkan pada anak kita, tapi setidaknya menambah wawasan.

Pambudi menceritakan kisah teman seangkatan waktu kulisah di ITB. Sebut saja nama teman itu Dewi, pejabat eselon di sebuah departemen di pemerintahan.

Dewi bercerita bahwa dia punya dua anak laki laki. Yang satu berumur 17 tahun, satunya baru 8 tahun.

Jarak keduanya sangat jauh, karena setelah kelahiran anak pertama Dewi harus bekerja keras, fokus pada pekerjaannya, dan membawa hasil dengan promosi demi promosi yang diraihnya sampai akhirnya dia menduduki jabatan penting ini.

Pada saat Dewi membesarkan anak pertamanya , Dewi masih punya banyak waktu.

Pekerjaannya tidak sesibuk sekarang dan dia masih sempat membesarkan dan mendidiknya dengan waktu yang cukup.

Sayangnya hal ini tidak bisa Dewi lakukan dengan anak kedua yang sekarang berusia 8 tahun. Dewi sudah sangat sibuk dan sering kali pulang malam.

Akhirnya Dewi pun hanya bisa menghabiskan waktu sedikit sekali dengan anaknya yang kedua.

Bahkan anak kedua ini cenderung manja dan minta perhatian. Untuk menebus rasa bersalahnya, Dewi “membanjiri” anaknya dengan hadiah-hadiah, bahkan kadang tanpa diminta oleh anaknya.

Semua permintaan anaknya pun dituruti. Tentu saja ini menimbulkan protes dari anak pertamanya.

(Baca juga:Kebakaran di Stasiun Klender, 10 Ruangan Hangus, Sonder Korban Jiwa)

Kasus Dewi adalah kasus klasik yang terjadi pada orangtua yang sibuk bekerja. Karena kurangnya waktu yang mereka berikan pada anaknya, mereka menebus rasa bersalahnya dengan memberikan hadiah.

Hal ini boleh-boleh saja, namun kita tidak boleh melupakan satu tugas yang sangat-sangat penting: mendidik anak-anak kita.

Banyak nasihat yang menyesatkan seperti, "With the children, spend quality time not quantity" Mari kita artikan pepatah ini dengan bijak.

Pepatah itu seharusnya tidak menjadi alasan bagi kita untuk melalaikan tugas kita. Sebenarnya pepatah itu harus diganti menjadi"With our childern , we have to spend quality and quantity times!"

Sebagus apapun quality-nya tidak akan ada yang bisa menggantikan quantity-nya. Kita harus melakukan keduanya.

Yang lebih parah adalah memberikan hadiah banyak-banyak untuk menebus rasa bersalah karena tidak bisa menghabiskan waktu bersama dengan anak anak kita.

Padahal langkah ini akan membuat anak-anak akan berpendapat bahwa mereka bisa mendapatkan segalanya tanpa bekerja keras.

Bukan salah anak-anak. Tapi kesalahan kita yang mendidik mereka dengan cara yang salah, karena mereka senantiasa medapatkan sesuatu tanpa bekerja keras!

Ada kecenderungan yang berkembang di Eropa dan Amerika Serikat, yakni para orangtua yang berhasil (dan kaya) tidak lagi memberikan harta warisan mereka kepada anaknya.

Mereka bilang,"Kami bekerja keras untuk mendapatkan harta ini. Kami ingin mereka juga mampu bekerja keras untuk mendapatkan harta mereka sendiri. Karena keberhasilan orangtua adalah pada saat anak-anaknya lebih berhasil daripada orangtuanya"

Kembali ke kasus Dewi. Bukankah di kantornya dia selalu menerapkan performance based reward?

Artinya, Dewi memberikan imbalan kepada anak buahnya yang bekerja keras, dan kalau anak buahnya tidak bekerja keras, ya Dewi tidak akan memberikan bonus atau insentive tertentu.

Berarti seharusnya Dewi menerapkan hal yang sama kepada anak anaknya. Artinya Dewi harus membiasakan bahwa anak anaknya akan mendapatkan hadiah setelah dia bekerja keras.

(Baca juga:Agar Tak Malu Jalani Pap Smear, Para Ibu, Dokter dan Perawat di Rumah Sakit Ini Gunakan Topeng)

Jangan pernah memberi sesuatu tanpa dia bekerja keras. Risikonya adalah anak Anda akan kehilangan kemauan (dan kemampuan) untuk bekerja keras mendapatkan sesuatu.

Padahal itu sangat penting untuk kehidupan mereka kelak.

Bagaimana melakukan "performance based reward" di rumah?

1) Tak ada makan siang gratis di dunia

Ajari bahwa semua hadiah akan mereka dapatkan setelah mereka bekerja keras. Ingat kita memberi imbalan atas usaha mereka.

Bukan hasil mereka. Jadi, kalau mereka sudah belajar keras semaksimal mungkin, tapi belum menjadi juara kelas, kita tetap harus memberikan imbalannya.

2) Diskusikan dengan anak-anak mengapa kita melakukan sistem ini

Sebelum menerapkan hal ini, jelaskan kepada anak-anda alasan di balik sistem ini.

Jangan sampai mereka merasa bahwa rasa sayang orangtuanya berkurang.

Jelaskan bahwa di masa depan kehidupan akan semakin keras dan semakin kompetitif. Tidak cukup menjadi anak manis. Tidak cukup menjadi anak pintar. Mereka harus bekerja keras.

3) Yakinkan anak mengerti apa yang akan mereka terima sebagai imbalan

Berikan hadiah kepada mereka, dan jelaskan mengapa mereka mendapatkannya. Jelaskan secara spesifik, kerja keras mereka yang mana yang membuat mereka berhak mendapatkan hadiah itu.

4) Pertimbangkan jenis imbalan

Pilih hadiah yang bervariasi, antara apa yang mereka suka (mainan, gawai, dll.) dan apa yang mendidik mereka (buku, pelatihan, kursus, dll.).

Kita bisa memberi imbalan dalam bentuk pujian, baik di depan dia atau di depan orang lain. Atau sekadar waktu bersama mereka.

5) Bantu mereka menemukan kegemaran (passion) mereka

Semua anak adalah unik. Mereka tidak sama. Jangan membandingkan mereka satu dengan yang lain.

Terutama bantulah mereka menemukan kesukaan mereka. Kita harus mendukung mereka dalam proses mencari hal itu.

Ibaratnya mereka minta dibelikan gitar, lalu tiga bulan kemudian mereka enggak mau lagi main gitar, dan minta dibeliikan raket badminton, jangan dimarahi.

Tetap belikan raket badminton. Itu adalah proses menemukan passion mereka. Mereka sendiri juga tidak tahu.

Mereka sendiri juga bereksperimen dan mencoba coba. Dukung mereka menemukan passion mereka.

Pada saat mereka menemukan kegemarannya, mereka akan bekerja lebih keras, dan itu akan membuat semangat hidup mereka lebih tinggi!

(Baca juga:Agar Tak Malu Jalani Pap Smear, Para Ibu, Dokter dan Perawat di Rumah Sakit Ini Gunakan Topeng)

6) Bantu mereka mencapai mimpinya (bukan mimpi kita!)

Tanyakan pada mereka apa mimpi mereka dan apa cita-cita mereka? Dukung mereka. Jangan memaksakan mimpi kita kepada mereka.

Ingat, kita tidak tahu apa-apa tentang masa depan mereka. Yang kita ketahui adalah masa lalu dan masa sekarang. Dunia berubah begitu cepat.

Pekerjaan yang dulunya berjaya mungkin akan pudar di masa depan. Pekerjaan yang mereka akan lakukan di masa depan, mungkin sekarang belum ada.

Didiklah mereka, ajari mereka untuk belajar dan bekerja keras. Tapi bantu mereka mewujudkan mimpi mereka sendiri, bukan mimpi kita.

Ingat baik baik, jangan pernah memanjakan anak dengan memberikan sesuatu tanpa usaha dari mereka.

Pada akhirnya tugas kita adalah membantu anak-anak kita meraih mimpi-mimpi mereka, bukan mimpi-mimpi kita.

Artikel Terkait