Selesai pertemuan, pada malam itu juga keputusan rapat diumumkan ke seluruh warga oleh 4 orang petugas saya arah. Dua belas orang anggota krama desa lainnya, yang biasa disebut tambalapu roras diberi tanggung jawab sebagai pelaksana putusan rapat.
Secara bergilir, mereka juga menjadi utusan desa untuk mengundang luanan bila akan diadakan pertemuan.
Mayat tanpa busana
Meski tak seindah real estate yang menyimpan rumah mewah, di balik pagar tembok desa berjajar empat deretan bangunan yang tertata rapi. Membujur dari ujung utara hingga ujung selatan desa.
Setiap deretan terbagi dalam nimah-rumah tinggal dan pekarangan yang biasanya dihuni oleh satu KK. Rumah tinggal yang saling berhadapan dipisahkan oleh awangan, sebuah jalan tanah yang membujur sepanjang deretan rumah tinggal.
Di tiap-tiap pekarangan berdiri balai buga (bangunan untuk melakukan upacara suci), balai tengah (bangunan untuk tidur), dan pawon (dapur). Ketiga bangunan itu harus ada.
Antara rumah yang satu dan lainnya dibatasi pagar tembok dengan dua pintu masuk di bagian depan dan belakang. Setiap warga diwajibkan beternak babi, yang sewaktu-waktu diperlukan dalam suatu upacara adat.
Untuk memelihara ternak mereka itu, tersedia teba pisan, kira-kira semacam kandang. Letaknya memanjang di belakang deretan rumah tinggal.
Selain babi dan ternak lain, warga kawasan juga memelihara kerbau. Hanya saja mereka dibiarkan bebas berkeliaran dan mencari makan sendiri di dalam kawasan. Kerbau-kerbau "liar" itu sengaja tidak dikandangkan. Mereka dianggap hewan suci.
"Tidak ada yang khusus merawat kerbau-kerbau itu. Cuma kalau tiba musim kering ketika rumput hijau susah dicari, warga boleh memberinya dedaunan dari kebun," ujar Pasek. Mereka bukan milik perorangan, melainkan milik desa.
"Dijual tidak boleh. Dipekerjakan untuk membajak sawah juga dilarang. Kerbau-kerbau itu cuma dipakai (dipotong, Red.) ketika ada upacara besar," jelasnya.
Selcrin rumah tinggal, terdapat sejumlah bangunan penting untuk keperluan adat. Di antaranya balai agung, bangunan berbentuk rumah panggung panjang, tanpa dinding dan beratap ijuk itu digunakan untuk menyelenggarakan rapat desa dan kegiatan adat lainnya, dipimpin krama desa.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR