Penulis
Intisari-Online.com -Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menghantui Indonesia selama lebih dari 22 tahun kini mulai sedikit menemui titik cerah.
Pemerintah Indonesia akhirnya mulai berani untuk mengejar para obligor dan debitor dari kasus yang dipicu oleh krisis moneter 1997-1998 tersebut.
Berdasarkan catatan pemerintah, total ada 48 obligor dengan utang Rp110,45 triliun yang akan dikejar.
Mereka secara khusus diburu melaluiSatuan Tugas (Satgas) hak tagih dana BLBI atau Satgas BLBI yang dibentuk oleh Presiden RI Joko Widodo.
Nah, proses pengejaran aset-aset inilah yang pada akhirnya membongkar sebuah fakta menarik mengenai proses "pencairan" dana BLBI.
Bahkan, seorang pakar ekonomi senior Indonesia sampai tak habis pikir bisa-bisanya "aset-aset" tersebut menjadi jaminan.
Dalam sebuah kesempatan, sang pakar malah secara terang-terangan menyebutnya sebagai "aset busuk".
Kok, bisa sampai seberani itu? Berikut ini uraiannya.
Baca Juga: PKI adalah Partai Politik yang Dibubarkan di Akhir Pemerintahan Soekarno, Apa Alasannya?
Mari kita bayangkan Anda sebagai seorang calon peminjam sebuah dana dari bank atau instansi tertentu.
Selain berkas-berkas yang cukup jelas dan valid, Anda juga biasanya diminta untuk menyertakan sebuah aset sebagai jaminan.
Bisa berupa surat tanah/rumah atau surat kendaraan. Bisa pula berupa Surat Keputusan (SK) penting dari perusahaan tempat Anda bekerja.
Walau kini ada istilah pinjaman atau kredit tanpa agunan, itu biasanya berlaku untuk pinjaman dalam jumlah kecil.
Namun, tentu saja tidak demikian dengan sebuah pinjaman yang memiliki nominal yang sangat besar, apalagi yang tembus ratusan juta hingga miliaran.
Nah, di sinilah yang menjadi kejanggalan dari pinjaman-pinjaman BLBI yang didapat para obligor.
Mereka tidak memiliki aset yang jelas untuk dijadikan semacam jaminan kala akan mencairkan dana BLBI.
Inilah yang membuat pakar ekonomi Rizal Ramli sampai menyebut aset-aset tersebut "busuk" atau "setengah busuk"
"Dibilangnya aset ini bagus padahal belum atau aset busuk atau setengah busuk atau belum clean and clear," tutur Rizal (19/7/2019).
Mantan tokoh mahasiswa ini kemudian mencontohkan bagaiman surat-surat yang belum jelas bisa dijadikan jaminan.
"Misalnya tanah, padahal surat-suratnya belum jelas, tapi dimasukan sebagai aset," ungkap Rizal.
Inilah yang menurut Menteri Keuangan Indonesia ke-23 tersebut menjadi masalah besar sekarang, saat pemerintah berusaha untuk menagih.
Lihat saja daftar sebagian obligor BLBI yang masuk dalam penagihan prioritas seperti dirilisKompas.com.
Beberapa obligor memang mencantumkan aset sebagai jaminan, tapi jumlah tidak cukup.
Ada pula obligor yangberhasil mendapat aliran dana BLBI mencapai ratusan miliar rupiah hanya dengan menggunakan SK proyek.
Sudah terasa sangat aneh bukan? Tunggu dulu, masih ada "aset" yang lebih janggal lagi.
Beberapa obligor tersebut, bahkan termasuk yang meraup dana BLBI hingga triliunan rupiah, tidak mencantumkan jaminan apapun.
Anda merasa tidak percaya dengan uraian-uraian di atas? Lihat saja daftar berikut ini.
1. Trijono Gondokusumo (Bank Putra Surya Perkasa)
Akta Pengakuan Utang (APU) denganoutstanding utang sebesar Rp 4,89 triliun menjadi dasar utangnya. Terdapat jaminan utang, tetapi jumlahnya tidak cukup.
2. Kaharudin Ongko (Bank Umum Nasional)
MenggunakanMaster of Refinancing and Notes Issuance Agreement (MRNIA) sebesar Rp 7,83 triliun sebagai dasar utang yang ditagihkan.Terdapat jaminan utang, tetapi jumlahnya tidak cukup.
3. Sjamsul Nursalim (Bank Dewa Rutji)
Laporan Keuangan Bank dan LHP BPK sebesar Rp 470,65 miliar menjadi dasar utangnya. Sama sekali tidak ada jaminan, tetapi dianggap sanggup membayar utangnya.
4. Sujanto Gondokusumo (Bank Dharmala)
Laporan Keuangan Bank dan LHP BPK sebesar Rp 822,25 miliar menjadi dasar utangnya.Sama sekali tidak ada jaminan, tetapi dianggap sanggup membayar utangnya.
5. Hindarto Tantular/Anton Tantular (Bank Central Dagang)
Laporan Keuangan Bank dan LHP BPK sebesar Rp 1,47 triliunmenjadi dasar utangnya.Sama sekali tidak ada jaminan, tetapi dianggap sanggup membayar utangnya.
6. Marimutu Sinivasan (Group Texmaco)
Surat PPA dengan oustanding Rp 31,72 triliun dan 3,91 juta dollar AS menjadi dasar utang.Terdapat jaminan utang, tetapi jumlahnya tidak cukup.
7. Siti Hardijanti Rukmana (PT Citra Cs)
Putri mantan Presiden Soeharto,Siti Hardijanti Rukmana diketahui memiliki beberapa utang.
Jumlahnya masing-masingRp 191,6 miliar, Rp 471,4 miliar, Rp 6,52 juta dollar AS, dan Rp 14,79 miliar.
Wanita yang akrab disapa Tutut Soeharto tersebut hanya menjadikan "aset" berupa SK proyek sebagai jaminannya.