Penulis
Intisari-Online.com - Pimpinan milisi Eurico Guaterres menerima penghargaan Bintang Jasa Utama dari Presiden Jokowi pada Kamis (12/8/2021).
Namun, penghargaan tersebut menuai kontroversi.
Dikutip dariVOA Indonesia, Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena mengatakan, pemberian penghargaan Bintang Jasa Utama kepada mantan milisi pro-integrasi Timor Timur, Eurico Guterres, mencederai hak asasi manusia di Indonesia.
Sebab, menurut catatan Amnesty, Guterres merupakan terduga pelaku pelanggaran HAM di Timor Leste pada 1999.
Lalu siapakah sosok Erico Guterres?
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Eurico Guterres yang bernama lengkap Eurico Barros Guterres lahir di Waitame, Timor Timur (sekarang Timor Leste), pada 4 Juli 1969.
Eurico muda dibesarkan oleh warga sipil Indonesia dan putus sekolah pada tingkat SMA.
Dia sempat telibat dalam kegiatan gangster kecil-kecilan di Dili.
Eurico juga sempat ditahan oleh intel militer Indonesia dengan tuduhan terlibat dalam komplotan untuk membunuh Presiden kedua RI, Soeharto, saat akan berkunjung ke Dili pada tahun 1988.
Eurico pernah menjadi sosok yang pro-kemerdekaan Timor Timur.
Namun, di tengah jalan, ia berubah menjadi pro-Indonesia.
Ia pun menjadi informan untuk Kopassus sekaligus menjadi agen ganda terhadap gerakan kemerdekaan.
Akibatnya, Eurico dipecat dari tugasnya pada 1990.
Direkrut oleh Prabowo
Kemampuan Eurico ternyata menjadi perhatian khusus Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang saat itu menjadi seorang perwira antipemberontakan.
Pada tahun 1994, Prabowo merekrut Eurico menjadi bagian dari Gardapaksi, yakni organisasi yang memberikan pinjaman dengan bunga rendah untuk memulai usaha kecil.
Namun, anggota Gardapaksi juga diminta untuk menjadi informan dalam satuan pro militer.
Kala itu, Gardapaksi didukung oleh Gubernur Timor Timur yang saat itu dijabat oleh Abilio Soares.
Ia ternyata memiliki catatan panjang dalam pelanggaran hal-hak asasi manusia di Timor-Timur.
Eurico, yang merupakan mantan wakil panglima Pasukan Pejuang Ingerasi (PPI) dan komandan milisi Aitarak, dituduh terlibat dalam sejumlah pembantaian di Timor Timur.
Ia disebut menjadi pemimpin milisi utama pada pembantaian pasca-referendum provinsi terebut.
Dia pun menjadi tertuduh utama dalam pembantaian di Gereja Liquica yang terjadi pada 6 April 1999.
Menurut estimasi PBB, ada setidaknya 200 warga Timor Timur yang dibunuh dalam kejadian tersebut.
Namun, Eurico belum pernah dibawa ke pengadilan atas kasus tersebut.
Eurico kemudian dinyatakan bersalah dan dijatuhkan hukuman 10 tahun penjara pada 2002 atas kasus serangan serangan milisi Aitarak terhadap pemimpin gerakan kemerdekaan Timor Timur.
Sebanyak 12 orang terbunuh dalam serangan tersebut.
Putusan ini kemudian dikuatkan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Dia sempat mengajukan banding, tetapi gagal.
Eurico pun mulai dipenjara sejak tahun 2006.
Pada tahun 2008, ia mengaku peninjauan kembali dan oleh Mahkamah Agung, ia dibebaskan dari segala tuduhan.
"Saya ini warga negara Indonesia"
Menanggapi kontroversi tersebut, Eurico pun meminta beberapa oknum tidak ikut campur dalam urusan penghargaan itu.
Dirinya mempersilakan jika ada pihak berpandangan miring terhadap dirinya yang telah menerima penghargaan.
Yang pasti, kata Eurico, pemberian penghargaan Bintang Jasa Utama dari Presiden Joko Widodo kepada dirinya tidak bertujuan untuk menghina negara lain.
"Saya ini warga negara Indonesia. Saya hanya tunduk dan taat kepada negara saya Indonesia tercinta," ujar Eurico, Selasa (17/8/2021).
(*)