Penulis
Intisari-Online.com -Presiden Joko Widodo kini tengah menjadi sorotan dan sasaran kritikan dari berbagai lembaga hak asasi manusia.
Pemicunya adalah pemberian penghargaan Bintang Jasa Utama oleh Jokowi kepada Eurico Guterres.
Beberapa lembaga HAM, juga koalisi masyarakat sipil, mengecam pemberian penghargaan tersebut mengingat rekam jejak mantan Pejuang Timor-Timur tersebut.
Wirya Adiwena, Deputi Direktur Amnesty International Indonesia menilai Eurico terlibat langsung dalam kasus kejahatan terhadap kemanusiaan di Timor Leste pada 1999.
Sementara itu aliansi masyarakat sipil yang terdiri dari organisasi di Indonesia dan Timor Leste mendesak Jokowi untuk mencabut penghargaan yang diberikan kepada Eurico.
Mereka menilai pemberian gelar tersebut telah menambah luka bagi para korban pelanggaran HAM berat.
Selain itu, perwakilan aliansi Fatia Maulidiyanti juga menyebut pemberian Bintang Jasa Utama seperti mengafirmasi impunitas.
Lalu, apa sebenarnya 'dosa' dari Eurico Gutteres hingga membuat dirinya dianggap tak layak mendapatkan penghargaan?
Pria yang bernama lengkap Eurico Barros Guterres ini lahir di Waitame, Timor-Timor (sekarang Timor Leste) pada 4 Juli 1969.
Terkait hubungan antara Indonesai dan Timor Leste, dirinya mengawali 'karier' sebagai pendukung kemerdekaan Timor-Timur.
Namun,menjelang Timor Leste merdeka, dirinya justru dikenal sebagai Wakil Panglima Milisi Pro Indonesia.
Bahkan, saat itu, dirinya sempat menjadi Anggota DPRD Timor Timur dari Fraksi Golkar untuk periode 1999-2004.
Semasa muda, pria yang putus sekolah saat duduk di tingkat SMA ini sempat terlibat dalam kegiatan gangster kecil-kecilan.
Hal inilah yang pada akhirnya menyeretnya kehadapan militer Indonesia untuk pertama kalinya.
Apalagi, pada 1988, intel militer Indonesia menuduh Eurico sempat berencana untuk melakukan pembunuhan terhadap Presiden Indonesia saat itu, Soeharto.
Uniknya, penangkapan tersebut justru membuat Eurico menjadi sosok yang berjuang untuk terus mempertahankan Timor-Timur dalam pangkuan Indonesia.
Bahkan, dirinya sampai mendapatkan tempat khusus di unit Kopassus, yaitu sebagai informan.
Sayangnya, Eurico justru diketahui berperan sebagai agen ganda bagi gerakan pro kemerdekaan yang membautnya dipecat pada 1990.
Namun, insting seorang Prabowo Subianto yang saat itu sangat anti-pemberontakan, justru mengarah pada Eurico.
Menilai anak muda tersebut memiliki kemampuan khusus yang berguna untuk Indonesia, Prabowo kemudian merekrut Eurico menjadi bagian Gardapaksi.
Di lembaga yang memberikan pinjaman dengan bunga rendah untuk memulai usaha kecil inilah Eurico bertugas menjadi informan bagi Indonesia.
Hanya saja, di lembaga ini pulalah catatan hitam kehidupan Eurico dalam lingkup hak asasi manusi mencuat.
Berbagai informasi yang beredar menyebut Eurico terlibat dalam berbagai pembantaian di Timor-Timur.
Bahkan, dirinya disebut-sebut sebagai pemimpin milisi utama dalam tragedi pembantaian pasca-referendum di provinsi tersebut.
Eurico kemudian resmi menjadi pesakitan setelah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara pada 2002.
Namun, pada April 2008, dirinya dinyatakan bebas dari segala tuduhan usai mengajukan peninjauan kembali.
Kini, Eurico diketahui memiliki jabatan sebagaiKetua Umum Uni Timor Aswa'in (UNTAS) dan Forum Komunikasi Pejuang Timor Timur (FKPTT).
Sebelum mendapat penghargaan dari Jokowi, Eurico juga sempat mendapatkan medali dan piagam Patriot Bela Negara dari orang yang dulu sangat mempercayainya, Menhan Prabowo.