Intisari-Online.com - Sejarah Timor Leste memang menarik untuk disimak.
Timor Leste atau Republik Demokratik Timor Leste adalah negara pulau yang terletak di bagian timur Pulau Timor.
Wilayahnya juga meliputi Pulau Kambing atau Atauro, Jaco, dan Oecusse di Timor Barat.
Lalu, apa saja fakta mengenai sejarah Timor Leste yang perlu diketahui?
1. Bekas jajahan Portugis
Berdasarkan pemberitaan Kompas.com, (1/7/2020), Timor Leste merupakan sebuah wilayah bekas jajahan Portugis.
Diketahui, Portugis pertama kali datang ke Timor Leste sekitar tahun 1520 dan menjajah wilayah tersebut.
Adapun penjajahan ini dikenal sebagai Timor Portugis.
Tidak hanya Portugis, Belanda dan Jepang juga berebut untuk menguasai wilayah Timor Leste.
Perang antar negara pun terjadi dan kemudian dibuat perjanjian.
Portugis lalu memberikan bagian barat Timor Leste ke Belanda.
Sementara, Jepang menguasai Timor Leste pada 1942-1945.
Setelah Jepang kalah pada Perang Dunia II, Portugis kembali menguasai Timor Lester pada 1975.
Pada 28 November 1975, Timor Leste mendeklarasikan kemerdekaan dari Portugis.
Kemerdekaan wilayah Timor Leste diumumkan oleh Front Revolusi Kemerdekaan Timor Leste (FRETILIN) yang merupakan salah satu partai di Timor Leste.
Namun, pihak FRETILIN mengambil peran semi-pemerintah yang menimbulkan polemik bagi partai-partai lain yang memiliki misi masing-masing.
2. Bagian dari Indonesia
Tak lama setelah itu, pasukan Indonesia datang pada 7 Desember 1975.
Pada 1976, Indonesia menyatakan jika Timor Leste menjadi bagian negara Indonesia sebagai Provinsi Timor Timur.
Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk melakukan pembangunan di Timor Leste, tetapi ada golongan yang tidak puas dan melakukan tindakan separatis.
Sebelumnya Indonesia melakukan perundingan dengan Portugis.
Bahkan, kedua negara membuat perjanjian referendum di Timor Leste pada 5 Mei 1999.
Perjanjian dua negara itu dikenal sebagai New York Agreement dengan adanya pengawalan masalah oleh PBB.
Kemudian dibentuk United Nations Mission in East Timor (UNAMET) pada 11 Juni 1999.
3. Memisahkan diri dari Indonesia
Pada 30 Agustus 1999, Timor Leste mengadakan jajak pendapat atau referendum untuk memilih melepaskan diri atau tetap bersama Indonesia.
Referendum ini didukung PBB yang juga mengakhiri konflik yang terjadi sebelumnya.
Adapun konflik berlatar belakang dengan kondisi rakyat Timor Leste yang hidup dalam konflik, kelaparan, hingga penyakit.
Tercatat, lebih dari 250.000 korban meninggal dari dampak tersebut.
Pada 31 Agustus 1999, penentuan pendapat untuk menentukan masa depan Timor Leste berlangsung lancar.
Sebab, pemilih yang berpartisipasi mencapai 90 persen, sehingga penentuan pendapat tidak berlangsung lama.
PBB mengumumkan hasil jajak pendapat pada 4 September 1999.
Hasilnya dari sekitar 450.000 pemilih, sebanyak 78,5 persen warga Timor Leste memilih untuk menolak otonomi, 21 persen memilih otonomi, dan 1,8 persen dinyatakan tidak sah.
Sekjen PBB saat itu, Kofi Annan mengatakan bahwa hasil itu menunjukkan penduduk Timor Leste menginginkan kemerdekaan.
Sejak hasil diumumkan, Timor Leste resmi memisahkan diri dari Indonesia.
4. Merdeka pada 2002
Timor Leste, dulunya bernama Timor Timur, secara resmi memerdekakan diri atau menjadi negara baru pada 20 Mei 2002.
Setelah itu, mantan pemimpin Kiba Fidel Castro bertemu Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta.
Dalam pertemuan itu, mereka membahas situasi terakhir di Timor Leste dan masalah-masalah politik internasional lainnya.
Ia juga membawa Timor Leste in Grade of Grand Collar, yang diberikan Pemerintah Dili kepada pemimpin revolusi Kuba Fidel Castro.
Adapun penghargaan itu diberikan sebagai pengakuan atas dukungan yang diberikan Kuba untuk Timor Leste di bidang kesehatan dan pendidikan.
Pada 2016, Timor Leste menandatangani Perjanjian bertajuk the Certain Maritime Arrangements in the Timor Sea (CMATS) dengan Australia.
Perjanjian ini mencakup ladang gas luas bernilai miliaran dollar AS, bagi dua negara.
Tetapi, belakangan Dili menuding Australia melakukan misi mata-mata demi mendapatkan keuntungan komersial dari negosiasi yang berlangsung sejak 2004.
Kemudian, Timur Leste mengajukan desakan agar perjanjian itu diakhiri.
Dili resmi mengajukan kasus itu ke Mahkamah Internasional PBB pada Juni 2015.
5. Akhiri perjanjian batas wilayah maritim dengan Australia
Pada 2007, Dili dan Canberra terlibat dalam silang sengketa mengenai batas wilayah Timor Leste-Australia.
Timor Leste membawa persoalan ini
ke Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda. Timor Leste memastikan bahwa tuntutan mereka agar perjanjian CMATS dengan Australia segera berakhir.
Bersamaan dengan itu, muncul harapan akan adanya pendapatan bagi Timor Leste dari eksplorasi kandungan gas alam yang ada di wilayah itu.
(*)