Penulis
Intisari-Online.com - Di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, Operasi Seroja dilakukan pada 7 Desember 1975.
Operasi Seroja merupakan sebutan bagi invasi pasukan Indonesia ke Timor Leste yang saat itu baru ditinggalkan Portugis.
Ya, setelah Portugis, giliran Indonesia menduduki separuh wilayah di Pulau Timor itu.
Portugal lebih dulu menjajah wilayah tersebut selama ratusan tahun.
Baca Juga: PKI adalah Partai Politik yang Dibubarkan di Akhir Pemerintahan Soekarno, Apa Alasannya?
Meski begitu, bagi Timor Leste invasi Indonesia dan tahun-tahun setelahnya juga mungkin jadi salah satu masa kelam bagi bangsa tersebut.
Selama 24 tahun pendudukan Timor Leste oleh Indonesia diyakini ribuanorang menjadi korbannya.
Konflik, kelaparan, hingga penyakit disebut merupakan hal yang juga melatarbelakangi keinginan Timor Leste untuk melepaskan diri dariIndonesia.
Pada 30 Agustus 1999, ketika wilayah tersebut mendapatkan kesempatan untuk menentukan nasib sendiri, hasil pemungutan suara menunjukkan mayoritas pemilih menginginkan kemerdekaan.
Namun, siapa sangka Presiden Soeharto tetap dipandang memiliki jasa besar bagi Timor Leste.
Melansir Kompas.com (28/1/2008), seluruh rakyat Timor Timur, yang kini dikenal Timor Leste, kapan saja dan dimana pun berada tidak akan pernah melupakan jasa besar mantan Presiden Soeharto dalam membangun rakyat dan tanah Timor Lorosae selama masa integrasi Timor Timur dengan Indonesia tahun 1976-1999.
Pengakuan itu disampaikan peraih Nobel Perdamaian 1996 dan mantan Administrator Apostolik Dioses Dili, Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo, SDB di Mogofores, Portugal, Senin (28/1) kepada ANTARA melalui email.
"Orang Timor Lorosae tidak akan pernah melupakan jasa besar Pak Harto dalam membangun Timtim di segala bidang kehidupan.
Baca Juga: Ringkasan Pemberontakan PKI Madiun 1948: Latar Belakang, Jalannya Pemberontakan, hingga Penyelesaian
"Kita berharap, walaupun Pak Harto telah meninggal dunia namun para pemimpin bangsa Indonesia yang menggantikannya memiliki semangat membangun seperti Pak Harto dan terus menjalin kerja sama Indonesia dengan Timor Leste demi tercapai perdamaian dan kesejahteraan bersama," kata Belo.
Hal tersebut disampaikan Belo selepas meninggalnya Mantan Presiden Soeharto.
Saat itu, Belo juga menyampaikan rasa belasungkawa yang mendalam kepada keluarga Pak Harto dan Bangsa Indonesia atas wafatnya mantan Presiden Soeharto.
Uskup Belo mengatakan, ketika mendapat berita bahwa Pak Harto meninggal dunia pada Minggu (27/1) Pkl.13.10 WIB, dirinya seakan-akan pulang ke tanah Timor Lorosae memutar kembali film perjalanan Pak Harto di "bumi matahari terbit" itu antara tahun 1976 hingga 1999.
"Kesan saya tentang pribadi Pak Harto, walupun banyak masalah di Timor Timur, tetapi Pak Harto memandang semua itu dengan penuh arif-bijaksana.
"Beliau adalah Bapa Pembangunan, dan itu benar adanya. Saya bertemu dengan beliau sebanyak tiga kali," kata Uskup Belo.
Saat itu, Uskup Belo juga mengenang pertemuan-pertemuannya dengan Presiden Soeharto.
Pertemuan pertama kali ketika Pak Harto bersama Ibu Tien Soeharto datang ke Dili untuk meresmikan Gereja Katedral Dili.
Pertemuan kedua, ketika Presiden Soeharto meresmikan Patung Kristus Raja di Fatucama, Dili Timur dan perjumpaan ketiga di kediaman Pak Harto di Jalan Cendana, Jakarta Pusat.
"Saya sudah lupa tanggal dan hari pertemuan kami dengan Pak Harto itu tetapi seingat saya, ketika itu saya bersama Uskup Basilio do Nascimento datang ke Jakarta untuk silaturahmi dengannya.
"Kami bertemu pada malam hari, dari jam sembilan malam sampai dengan jam 10 malam waktu Jakarta," kata Uskup Belo.
Ia pun masih mengingat bagaimana Presiden Soeharto menerangkan ideologi Pancasila pada mereka.
"Ketika bertemu, beliau menerima kami dengan senyum seorang bapak yang arif-bijaksana.
"Ketika itulah Pak Harto secara panjang lebar menerangkan ideologi Pancasila kepada kami berdua selaku Uskup Gereja Katolik di Timor Timur," katanya.
Patung Cristo Rei Dibangun sebagai Hadiah Presiden Soeharto untuk Timor Timur
Pada tahun 1996, patung fenomenal ini dibangun di bawah pemerintahan Presiden Soeharto.
Melansir atlasobscura.com, patung Cristo Rei dibangun oleh Presiden Soeharto sebagai hadiah dari Indonesia kepada Timor Leste.
Saat itu, Presiden Soeharto ingin memperingati 20 tahun invasi dan aneksasi Indonesia atas Timor Timur dengan setengah meminta maaf kepada rakyat Timor Timur atas beberapa dekade pendudukan Indonesia.
Patung yang berdiri kokoh di Dili itu dibuat di kota Bandung, Indonesia.
Disebut, hampir semua pekerja yang mengukir wajah Yesus menjadi tembaga adalah Muslim.
Patung itu hadir dengan tiga bulan pembangunan dan biaya 5 miliar rupiah ($ 559.000).
Timor Leste sendiri termasuk negara dengan agama kristen terbesar secara presentase di wilayah Asia Tenggara.
Presentase agama Kristen di Timor Leste adalah sekitar 99 persen dari total populasinya.
Mayoritas agama di Timor Leste adalah Kristen, tepatnya Kristen Katolik.
Kini, Patung Cristo rei menjadi salah satu tempat paling menarik di Timor Leste yang juga menjadi ikon negara ini.
Patung Kristus ini tingginya mencapai 88,6 kaki (27 meter), juga terlihat mirip dengan Christ the Redeemer di Rio de Janeiro.
Untuk mencapai ikon Timor Leste tersebut, pendaki harus menaiki hampir 600 anak tangga.
(*)