Intisari-Online.com -Di tengah turunnya kasus Covid-19 hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia, sebuah virus baru yang jauh lebih memtikan justru sedang mengintai.
Seperti diberitakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) baru saja melaporkan bahwa kasus Covid-19 di Indonesia telah turun hingga 92 persen.
Angka tersebut, menurutDirektur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, didapat jika kita membandingkannya dengan puncak lonjakan kasus pada 15 Juli 2021.
"Puncak laporan kasus dilaporkan pada tanggal 15 Juli dengan jumlah 43.925 kasus dalam sehari dan per tanggal 7 September sudah turun sebesar 92 persen," kata Nadia melalui kanal YouTube FMB9ID, Rabu (9/9/2021).
Jumlah tersebut sebenarnya jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan data dari Satgas Covid-19 yang melaporkan 56.757 kasus baru pada tanggal yang sama.
Di luar berbedanya data mengenai jumlah kasus dari kedua lembaga tersebut, masyarakat Indonesia tentunya bisa sedikit bernapas lega.
Apalagi, level Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di beberapa wilayah juga sudah mulai diturunkan per 7 September 2021.
Hanya saja, di tengah kabar baik tersebut, sebuah kabar buruk justru muncul dan bisa saja membawa kondisi yang lebih buruk.
Kabar tersebut datang dari India, negara yang menjadi sumber dari virus Delta yang memicu lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia.
Baru-baru ini pejabat India melaporkan kasus meninggalnya seorang bocah laki-laki berusia 12 tahun.
Anak laki-laki tersebut awalnya dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami demam yang sangat tinggi.
Dokter kemudian melihat kemungkinan telah terjadinya radang otak pada anak malang tersebut.
Belakangan diketahui bahwa bocah tersebut telah terinfeksi oleh sebuah virus yang disebut lebih mematikan dibanding virus corona.
Pemerintah India pun bergerak ceat, mereka langsung melakukan pelacakan kontak, karantina, hingga rawat inap kepada 188 orang yang telah melakukan kontak erat dengan bocah malang tersebut.
“Ini adalah salah satu virus yang benar-benar perlu kita perhatikan,” jelas John Lednicky, seorang profesor peneliti di departemen Kesehatan Lingkungan dan Global Universitas Florida, mengatakan kepada USA Today.
Tentu saja kabar ini sangat menggemparkan dunia, terlebih masyarakat Asia Tenggara seperti Indonesia.
Sebab, virus yang amat mematikan tersebut ternyata lahir di negara yang tepat bertetangga dengan Indonesia, yaitu Singapura dan Malaysia.
Kedua negara tersebut menjadi dua negara pertama yang melaporkan adanya virus Nipah, nama dari virus yang telah merenggut nyawa bocah 12 tahun di India.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, melaporkan bahwa penemuan keberadaan virus tersebut di Asia Tenggara pertama kali diketahui setelah banyak hewan babi dan manusia jatuh sakit.
Sampai saat ini, virus ini masih dikalsifikasikan sebagai virus zoonosis yang menyebar dari hewan ke manusia.
Umumnya, virus menyebar melalui makanan yang terkontaminasi meski belakangan diekathuia kontak antara orang dengan orang juga bisa turut menjadi sumber penularan.
Seperti halnya virus corona, virus nipah juga berasal dari inang yang sama, yaitu kelelawar buah.
Buah-buah inilah yang jika sampai tersentuh atau bahkan dimakan oleh manusia, akan menyebabkan terjadinya infeksi.
"Mungkin ada yang meremehkan orang yang telah terinfeksi virus karena orang tidak didiagnosis dengan benar," kata Lednicky.
Virus Nipah sendiri, melansirUSA Today yang mengutip WHO, memiliki gejala yang sangat bervariasi.
Mulai dari tanpa gejala sama sekali, hingga infeksi saluran pernapasan akut, seperti Covid-19.
Namun, gejala yang paling buruk dari virus Nipah adalah ensefalitis atau pembengkakan jaringan aktif pada bagian otak yang tentu saja sangat bisa berakibat fatal.
Jika itu sampai terjadi, maka kecil kemungkinannya seseorang yang telah terinfeksi bisa selamat.
"Tidak ada pengobatan yang baik untuk itu," kata Lednicky. "Mereka memasukkanmu ke rumah sakit, tapi sebenarnya tidak banyak yang bisa mereka lakukan untukmu."
Bahkan, WHO melaporkan bahwa 40% hingga 75% kasus Nipah berakibat fatal, jauh di atas tingkat kematian Covid-19 yang berkisar 2%.
Baca Juga: Virus Mematikan yang Tak Bisa Diobati Muncul di India, Dunia Terancam?