Diprediksi Kuat Jadi Pandemi Berikutnya Pengganti Virus Corona, Ilmuwan Sebut Kkhawatir Virus Nipah Semakin Mudah menyebar, 'Mereka Menyebar Seperti Api'

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Ilustrasi Virus Nipah

Intisari-Online.com - Pengganti virus Corona, virus Nipah, dikhawatirkan akan ilmuwan akan menyebabkan pandemi berikutnya.

Virus merupakan salah satu dari lima kandidat teratas bakal pandemi.

Menurut seorang ilmuwan terkemuka, virus ini bahkan dapat "menyebar seperti api dalam populasi manusia."

Dilansir dari Express.co.uk, Rabu (17/3/2021), patogen init memiliki tingkat kematian lebih dari 75 persen.

Gejalanya yakni muntah, kejang, dan pembengkakan otak.

Baca Juga: Bukan Karena Serangan Senjata, Pasukan Militer Pada Perang Dunia I Pernah Dibuat Kalang Kabut oleh Serangan Jutaan Tikus yang Tumbuh Hingga Ukuran Raksasa

Virus ini menyebar di populasi kelelawar buah.

Sekarang para ahli khawatir, virus nipah dapat menyebabkan pandemi berikutnya karena tingkat mutasinya yang tinggi.

Berbicara kepada Kantor Berita A24, Dokter Veasna Duong, dari Unit Virologi di Institut Pasteur di Battambang, Kamboja, mengungkap bahwa faktor-faktor mengkhawatirkan saat ini dapat membantu terjadinya pandemi Nipah.

Dia mengatakan bahwa saat ini "kita memiliki virus yang dapat menginfeksi manusia, menyebabkan penyakit dan membunuh."

"Ada antarmuka antara manusia dan kelelawar, dan perilaku manusia adalah faktor utama, di mana orang tidak memahami virus ini".

Baca Juga: Israel Bakal Kalang-Kabut, Hizbullah Diprediksi Bakal Hujani Israel dengan 2.000 Roket dan Rudal Setiap Hari di Perang Masa Depan

Dr Duong menambahkan:

"Menurut pendapat saya, virus itu termasuk di antara lima kandidat teratas untuk pandemi berikutnya."

"Hanya dibutuhkan satu kesempatan bahwa virus itu dapat menular ke manusia dan menyebar seperti api dalam populasi manusia."

"Lalu kami tidak akan dapat menghentikannya dan mengendalikan penyebarannya secepat mungkin."

Baca Juga: Dikira Orang Miskin Karena Tiap Hari Melas Minta Receh di Pinggiran Jalan, Siapa Sangka Pengemis Ini Punya Tabungan Rp400 Juta Plus 4 Rumah, Membuat Orang-orang Tak Sudi Lagi Mengasihaninya

Dokter Duong menambahkan bahwa "untungnya virus Nipah merupakan wabah sporadis."

"Yakni dengan penularan terbatas dari manusia ke manusia."

"Tetapi jika di masa depan virus ini dapat menular antar manusia dengan sangat efisien, seperti virus corona, itu akan menjadi bencana lebih besar daripada COVID-19".

Dia menambahkan: "Virus Nipah telah diketahui menyebabkan kematian lebih dari 75 persen, bayangkan ratusan juta orang terinfeksi virus ini."

Baca Juga: Ditemukan Kuburan Armada dari 40 Kapal Purba di ‘Zona Mati’ Laut Hitam yang Misterius, Kayu yang Digunakan untuk Membangun Kapal Bahkan Ukiran Halusnya Tidak Rusak

Patogen tersebut melakukan lompatan pertama yang tercatat dari babi yang terinfeksi ke peternak di Malaysia pada tahun 1999.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, angka kematian Nipah berkisar antara 40 hingga 75 persen, jauh lebih tinggi dari angka 1 persen untuk COVID-19.

Nipah memiliki masa inkubasi hingga 45 hari, hal ini mengakibatkan jangka waktu yang jauh lebih lama dibandingkan COVID-19, di mana seseorang tanpa sadar dapat menyebarkan penyakit sebelum jatuh sakit.

Berbicara kepada The Sun, Dr Melanie Saville, kepala penelitian dan pengembangan vaksin di Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi, mengatakan dunia perlu bersiap untuk "bencana besar".

Baca Juga: ‘Bajingan Beruntung’ Pilot B-24 yang Ternyata Mata-Mata ini Selamatkan 1.000 Tawanan Perang AS dari Akhir yang Suram di Tangan Soviet

Dia menambahkan:

"Nipah adalah salah satu virus yang pasti bisa menjadi penyebab pandemi baru."

"Beberapa hal tentang Nipah sangat memprihatinkan."

"Yang terpenting, kita seharusnya tidak hanya melihat Nipah.

Baca Juga: Dijual di Pasar Gelap, Ternyata 'Bagian Sisa-Sisa dari Tubuh Manusia' Ini Sangat Digemari di China Bahkan Dijadikan Makanan Karena Hal Ini, Padahal Jelas Sangat Mengerikan

"Kami tahu bahwa pandemi di masa depan tidak dapat dihindari, dan ada banyak penyakit menular lain yang muncul dan diketahui berpotensi menjadi pandemi."

(*)

Artikel Terkait