Intisari-Online.com -Pertengahan Agustus lalu, di tengah angka kematian yang sangat rendah, Singapura begitu percaya diri untuk mengubah status Covid-19 dari pandemi menjadi endemik.
Saat itu, negara dengan populasi 5,7 juta jiwa tersebut melaporkan 'hanya' ada 44 kematian akibat Covid-19.
Jumlah yang bahkan sangat jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan tingkat kematian akibat flu biasa setiap tahunnya yang emncapai 800 jiwa.
Ditambah label mentereng sebagai salah satu negara dengan tingkat vaksinasi tertinggi di dunia, Singapura semakin yakin bisa segera membuka kembali bisnisnya.
Caranya tentu saja dengan menyamakan status Covid-19 seperti halnya penyakut umum lainnya seperti influenza.
Dunia pun menyambut gembira. Beberapa negara, mengutipReuters, sudah bersiap menjadikan Singapura sebagai contoh negara yang hidup berdampingan dengan Covid-19.
"Satu-satunya cara agar tidak ada kematian akibat penyakit di mana pun di dunia adalah dengan menghilangkan penyakit itu sama sekali dan itu hanya bisa dilakukan untuk cacar," kata Paul Tambyah, presiden Asia Pacific Society of Clinical Microbiology and Infection, seperti dilansir dariKontan.co.id.
Namun, mimpi tinggallah mimpi. Covid-19 di Negeri Singa nampaknya tak sudi statusnya diubah dari pandemi menjadi endemik.
Sebuah laporan terbaru yang terbit pada Selasa (7/9/2021) menunjukkan bahwa virus corona mengamuk di Singapura.
Tetangga Indonesia tersebut melaporkan 328 kasus baru COvid-19 yang ditularkan secara lokal.
Total, negara tersebut sudah melaporkan adanya 332 kaus baru Covid-19 pada Selasa.
Jumlah ini pada akhirnya menembur rekor terbaru jumlah kasus harian tertinggi Covid-19 negara tersebut sejak Agustus lalu.
Hal ini, menurut Ketua Gugus Tugas COVID-19 Multi-Kementerian Singapura Lawrence Wong, mendorong pemerintah Singapura untuk memperlambat tingkat penularan.
Hanya saja, cara yang ditempuh oleh Negeri Merlion untuk mewujudkan langkah tersebut sungguh tidak biasa.
Apalagi, meski negara ini dikenal dengan segala macam peraturan ketat (berikut denda yang sangat tinggi), pelanggaran protokol kesehatan masih saja terjadi.
Untuk itulah, pemerintah negara ini memutuskan untuk 'menambah mata' para petugasnya, hingga tidak ada celah untuk terjadinya pelanggaran.
Baca Juga: Hanya 3 Ekor di Dunia, Inilah Tikus Ompong, Hewan Endemik Sulawesi, Apa Makanannya?
Langkah yang dimaksud adalah penggunaan robot patroli di jalan-jalan.
Dengan kehadiran robot-robot ini, diharapkan mata petugas akan bertambah untuk memantau perilaku sosial warga Singapura.
Hal ini, seperti dilansir dari Business Insider, diumumkan langsung oleh HomeTeam Science and Technology Agency, Minggu (5/9/2021).
Robot-robot yang diberi nama Xavier ini akan dibekali dengan kamera yang mampu memantau dengan bidang pandang 360 derajat.
Baca Juga: Kaktus 'Iblis' Langka, Bisa Mengkloning Diri dan Merayap di Tanah
Selain memantau pelanggaran protokol kesehatan, Xavier akan juga dibebani tugas pemantauan pelanggaran-pelanggaran ketertiban lainnya.
Kelak, apa yang tertangkap oleh kamera Xavier akan langsung dimasukkan ke dalam perangkat lunak yang akan menganalisis video.
"Begitu Xavier mendeteksi salah satu hal di atas, itu akan memicu peringatan real-time ke pusat komando dan kendali," tutur perwakilanHomeTeam Science and Technology Agency.
Jika memang diperlukan, maka petugas publik dapat mengaktifkan sumber daya tambahan untuk langsung terjun ke lapangan.
Baca Juga: Endemik Penyakit Cacing Pita di Simalangun, Petugas Temukan Cacing Sepanjang 10.5 Meter
"Pengerahan Xavier akan mendukung pekerjaan petugas publik karena akan mengurangi tenaga yang dibutuhkan untuk patroli jalan kaki dan meningkatkan efisiensi operasi," kata badan tersebut dalam pernyataannya.
Akankah robot Xavier semakin mendekatkan Covid-19 di Singapura pada status endemik?
Baca Juga: Hanya Tumbuh di Indonesia, Pisang Raksasa Setinggi 25 Meter dan Buahnya Seberat 60 Kg