Penulis
Intisari-Online.com -Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto memberikan penghargaan Patriot Bela Negara kepada lebih dari 11 ribu eks pejuang Timor Timur.
Hal tersebut dilakukan Prabowo di Lapangan Bhineka Tunggal Ika, Kementerian Pertahanan (Kemhan), Selasa (15/12/2020).
Pada kesempatan tersebut, Prabowo 'hanya' menyematkan medali dan menyerahkan piagam kepada 23 orang sebagai penganugerahan simbolis.
"Dengan pemberian penghargaan ini, para eks Timor Timur dapat meneruskan nilai-nilai kebangsaan dan patriotisme serta nilai-nilai Pancasila kepada generasi penerus," tutur Prabowo dikutip dari Antaranews.com, Selasa (15/12/2020).
Penyerahan penghargaan ini sendiri dilakukan pemerintah sebagai wujud ungkapan terima kasih kepada sosok-sosok yang berjasa berjuang mempertahankan keutuhan wilayah NKRI.
Namun, siapa sangka, salah seorang dari ribuan eks pejuang yang mendapatkan penghargaan Patriot Bela Negara tersebut pernah berencana membunuh Soeharto, yang kala itu masih menjadi mertuanya.
Bahkan, sebelum pemberian penghargaan, sosok tersebut malah menjadi salah satu orang kepercaan Prabowo di Timor Timur, hanya 2 tahun sejak rencana pembunuhan Soeharto digagalkan.
Siapakah sosok yang dimaksud?
Eks pejuang Timor Timur yang dimaksud secara khusus tersebut adalah Eurico Barros Guterres atau yang umum dikenal dengan Eurico Guterres.
Sosok ini memang bisa disebut salah seorang eks pejuang Timor Timur yang cukup kontroversial.
Sampai-sampai saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberinya penghargaan Bintang Jasa Utama, berbagai lembaga HAM dan koalisi masyarakat mengecamnya.
Amnesty International dan aliansi masyarakat sipil yang terdiri dari organisasi di Indonesia dan Timor Leste bahkan sampai meminta Jokowi untuk mencabut pengahargaan yang diberikan kepada Eurico.
Kecaman dan tuntutan tersebut bukan tanpa sebab. Eurico disebut-sebut memiliki rekam jejak yang sangat buruk di Timor Leste.
Darah-darah yang tumpah di Bumi Lorosae diklaim terjadi akibat ulah pria yang lahir di Waitame Timor-Timur pada 4 Juli 1969.
Eurico sendiri sebenarnya memulai 'karier' di bidang politik atau pejuang sebagai pendukung kemerdekaan Timor-Timur.
Hanya saja, seiring berjalannya waktu, tepatnya sebelum Timor Leste memutuskan untuk lepas dari Indonesia, Eurico justru tenar sebagai Wakil Panglima Milisi Pro Indonesia.
Bahkan, akibat dari posisinya tersebutlah dirinya kemudian bisa menjabat sebagai Anggota DPRD Timor-Timur dari Fraksi Golkar untuk periode 1999-2004.
Namun, meski kemudina memiliki jabatan mentereng, siapa sangka bahwa masa muda Eurico justru diwarnai dengan keterlibatannya dalam kegiatan gangster.
Termasuk di dalamnya adalah aksi-aksinya yang bertujuan untuk melepaskan Timor Leste dari Indonesia.
Salah satu aksi yang dimaksud, yang menyeretnya kehadapan militer Indonesia, adalah saat dirinya berencana membunuh Presiden Indonesia saat itu, Soeharto.
Menariknya, peristiwa yang terjadi pada 1988 tersebutlah yang disebut-sebut menjadi titik awal Eurico untuk mengubah pandangannya dari pro kemerdekaan menjadi pro integrasi dengan Indonesia.
Meski tentu saja, dirinya sempat 'galau' untuk berada di pihak mana seperti terlihat saat dirinya yang sudah menjadi informan Kopassus justru menjadi agen ganda dengan masih membantu gerakan pro kemerdekaan.
Tapi, karier Eurico bisa disebut selamat saat itu berkat insting salah seorang petinggi militer Indonesia saat itu.
Adalah Prabowo Subianto yang melalui instingnya, merasa bahwa sikap dan kemampuan Eurico justru akan sangat berguna bagi Indonesia.
Prabowo memutuskan untuk memberi kepercayaan lebih besar kepada Eurico meski harus mengabaikan fakta bahwa sosok tersebut pernah ingin membunuh mertuanya, Soeharto, dua tahun sebelumnya.
Melalui Gardapaksi, Eurico muda menjadi semacam tangan kanan Prabowo di Timor-Timur.
Meski pada akhirnya melalui organisasi itu pula nama Eurico tercoreng di mata lembaga HAM setelah dirinya dituduh melakukan berbagai pelanggaran di Bumi Lorosae.