Find Us On Social Media :

Mengenang Sejarah Suram Indonesia 11 Maret 1966, Kudeta Besar-besaran dengan Supersemar Sebagai 'Surat Sakti' Soeharto Gulingkan Soekarno

By Maymunah Nasution, Kamis, 11 Maret 2021 | 13:16 WIB

Soeharto, Supersemar membawanya ke tampuk kepemimpinan Indonesia

Intisari-online.com - 75 tahun Indonesia menjadi sebuah negara, banyak sejarah yang terjadi.

Sebagian banyak yang baik, tapi tidak jarang pula sejarah yang buruk terjadi.

Semua itu hadir untuk menjadikan bangsa Indonesia lebih maju lagi.

Seperti yang terjadi pada hari ini, 55 tahun yang lalu.

Baca Juga: Selalu Dituduh Jadi Biang Keladi Praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Soeharto Mengaku Kecewa, 'Saya Tidak Dapat Mencegah Mereka'

11 Maret 1966 tepatnya, adalah saat sebuah surat kebal hukum dikeluarkan.

Mengutip Wikipedia dan Britannica.com, setelah PKI dibubarkan, Soekarno yang semakin tidak berkuasa melaksanakan rapat tiga hari untuk mengembalikan kekuasaannya.

Pertama pada 10 Maret, melibatkan pemimpin partai politik.

Soekarno berhasil membujuk mereka menandatangani peringatan melawan rongrongan otoritas presiden dengan demonstrasi mahasiswa.

Baca Juga: Menjelang Lengsernya Presiden Soekarno, Ternyata Soeharto Diam-Diam Pernah Temui Istri Bung Karno Sampai Membuat Sang Presiden Meradang, Rupanya Ini yang Dibicarakan

Rapat kedua adalah rapat kabinet yang dijadwalkan pada 11 Maret, tapi, rumor beredar menyebut Soekarno telah dikepung oleh tentara tidak dikenal.

Soekarno yang saat itu di istana, segera meninggalkan istana menuju Bogor, dan malam itu ia menandatangani dokumen Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret yang menyatakan pemindahan kekuasaan untuk mengembalikan tatanan kepada Mayjen Soeharto.

Soeharto segera melarang PKI dan bergerak mengukuhkan posisinya sebagai kepala pemerintahan yang efektif.

Pada Maret 1967 MPR menjadikan Soeharto sebagai pelaksana tugas presiden, dan ia ditunjuk menjadi Presiden kedua RI Maret 1968.

Baca Juga: Rahasia Sejarah Terkuak, Inilah Sebabnya Mengapa Soeharto Tidak Ikut Diculik dan Dibunuh PKI, Benarkah Perencananya?

Soekarno, sementara itu, ditahan menjadi tahanan rumah sampai kematiannya pada 21 Juni 1970.

Baru kemudian diketahui dari otobiografi Soeharto, ia mengakui jika ia sering berhubungan dengan para pengunjuk rasa mahasiswa selama periode ini.

Soekarno sementara itu, sudah sering memintanya menghentikan demonstrasi.

Setelah kudeta besar-besaran terlaksana, Soeharto melaksanakan kebijakan baru bernama Orde Baru, mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia, lalu Indonesia bergabung kembali dengan PBB.

Baca Juga: Dipaksa Mundur Saat Jadi Presiden, Setahun Kemudian Para Mahasiswa Ini Bongkar Perilaku Soeharto yang Sebenarnya, 'Kami Tak Menyangka'

Indonesia kemudian menjadi bagian penting membentuk ASEAN tahun 1967.

Di tingkat lokal, dukungan militer membuat Soeharto segera naik daun dan mendapatkan stabilitas politik yang tidak ada di akhir-akhir pemerintahan Soekarnp.

Namun keunggulan dari Orde Baru adalah keberhasilan pembangunan ekonomi.

Negosiasi yang berhasil mengamankan penjadwalan ulang utang luar negeri Indonesia dan menarik bantuan melalui kelompok negara-negara pendonor.

Baca Juga: Jenderal Hoegeng Dipensiunkan, Soeharto pun Sampai Turun Tangan, Inilah Kasus Rudapaksa Sum Kuning yang Menggemparkan Orde Baru

Peraturan pemerintah yang kompleks kemudian disederhanakan.

Hasil perkembangan ekonomi di Orde Baru segera tampak.

Tingkat inflasi turun, dan Rupiah menguat, kemudian pabrik dengan cepat tumbuh dengan luas dan produksi migas meningkat.

Pertamina menjadi pusat ekspansi ekonomi Indonesia, tapi hal ini berakhir di tahun 1975 ketika pemerintah menyelamatkan perusahaan itu dari utangnya yang luar biasa.

Baca Juga: Jangankan Mimpi Beli Mobil, di Era Orde Baru Dapat Ganti Rugi Pun Sudah Syukur, Kalau Menolak Siap-siap Dapat Label Paling Menyeramkan

Pengusaha berlatar belakang militer memainkan peran penting dalam pengembangan ini.

Kemudian di pertengahan tahun 1980-an terjadi penurunan harga minyak menyebabkan perubahan fokus menuju investasi sektor swasta dan produksi dan ekspor barang manufaktur guna mengurangi ketergantungan pada minyak dan komoditas ekspor tradisional.

Kritik pun mulai bergulir.

Beberapa melihat Indonesia kala itu semakin bergantung pada negara-negara Barat dengan kapitalismenya.

Baca Juga: Disebut Efektif Tumpas Kejahatan: Diletakkan Uang Rp 10 Ribu di Atasnya, Para Preman Era Orde Baru yang Terkena Petrus Pun Diperlakukan Seperti Ini

Tambahan lagi, dalam perusahaan transnasional besar, investasi asing langsung telah menciptakan kelas penjual yang mendorong pengaruhnya melalui perjanjian dengan perusahaan asing, dan kekayaan baru telah semakin membesarkan nilai kesenjangan, daripada menghapuskannya.

Usaha-usaha mulai tumbuh cepat pada 1990-an, dekade terakhir Orde Baru, tapi pemilik bisnis itu adalah anak-anak dari Soeharto.

Soeharto mengklaim anak-anaknya sebagai rakyat Indonesia berhak menjalankan bisnisnya.

Masalahnya, kritik muncul karena mereka menerima keunggulan besar dalam urusan bisnis mereka, yang hanya didapatkan dari posisi menjadi anak presiden Indonesia.

Baca Juga: Jadi Tahanan Politik di Ujung Kekuasaannya, Begini Nasib Bung Karno yang Jarang Diketahui: 'Makanannya Diudek-udek Pakai Bayonet'

Anggota keluarga Soeharto secara kuat mengontrol seluruh sektor ekonomi strategis, tidak hanya industri migas tapi juga jalan raya, bank, media televisi dan iklan papan jalan.

Lebih lagi, aktivitas mereka diperluas ke seluruh jangkauan: internasional, nasional dan provinsi.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini