Intisari-Online.com - Jutaan orang di seluruh dunia akan mempersiapkan acara terpenting di kalender China, Tahun Baru Imlek 2021.
Tahun Baru Imlek 2021 dirayakan hari ini, Jumat (12/2/2021).
Selain China, beberapa negara lain seperti Vietnam, Singapura, Thailand, Kamboja, Malaysia, Indonesia, Mongolia, Myanmar, Tibet, Mauritius, Korea Utara, dan Korea Selatan juga merayakan Tahun Baru Imlek.
Seluruh warga China bahkan warga keturunan Tionghoa penuh dengan ucapan selamat dan salam keberuntungan.
Di Indonesia, baru pada masa pemerintahan Presiden Gus Dur dimungkinkan merayakan Tahun Baru Imlek.
Lantas, bagaimana sejarah Tahun Baru Imlek Indonesia?
Imlek di masa Orde Baru
Jika menilik sejarah Imlek di Indonesia, pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, perayaan Imlek dan berbagai tradisi Cina dibatasi di Indonesia.
Dirangkum dari Harian Kompas (5/2/2000), pemerintah melarang dilakukannya secara terbuka segala bentuk kegiatan agama, kepercayaan dan adat istiadat China melalui Instruksi Presiden (Inpres) No 14 Tahun 1967.
Inpres No 14 Tahun 1967 itu membuat warga masyarakat keturunan Tionghoa tak lagi bisa merayakan ritual-ritual Konghucu, kepercayaan asli mereka.
Termasuk merayakan Imlek dengan menggelar pertunjukkan barongsai dan mengarak patung dewa-dewa alias toapekong di tempat-tempat umum.
Huruf-huruf atau lagu Mandarin tidak boleh diputar di radio.
Koran-koran beraksara China diberangus.
Sekolah-sekolah China yang mengajarkan bahasa dan kebudayaan China pun ditutup.
Pemerintah Orde Baru (Orba) waktu itu meragukan nasionalisme keturunan Tionghoa.
Meski umumnya sudah turun temurun tinggal di bumi Nusantara, mereka dicurigai secara politis masih berorientasi ke Republik Rakyat Cina (RRC).
RRC, khususnya Partai Komunis Cina (PKC), dituding telah ikut membesarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan punya andil dalam gerakan pemberontakan G-30-S/PKI tahun 1965.
Sejak itu ritual-ritual dan perayaan-perayaan yang berhubungan dengan agama, kepercayaan, dan tradisi asli China dilakukan secara tertutup.
Ritual Imlek, misalnya, dilakukan komunitas Tionghoa hanya dalam lingkungan kelenteng.
Sikap diskriminatif yang mereka terima baik secara politik maupun sosial, membuat sebagian warga keturunan Tionghoa sampai merasa perlu menyamarkan identitas etnik dan kebudayaan mereka hanya agar bisa tetap bertahan di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Antara lain dengan mengganti nama China mereka dengan nama yang lebih Indonesiawi.
Lantas, sejarah Imlek di Indonesia berlanjut di era kepemimimpian Presiden Abdurrahman Wahid.
Pada 17 Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2000, isinya mencabut Inpres No 14/1967 yang dibuat Soeharto tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.
Artinya, warga keturunan Tionghoa tak lagi memerlukan izin khusus untuk mengekspresikan secara publik berbagai aspek dari kepercayaan, kebudayaan, dan tradisi asli mereka.
Kemudian, pada 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri secara resmi menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional.
Sejak tahun 2003, Tahun Baru Imlek menjadi hari libur nasional hingga sekarang.
(*)