Penulis
Intisari-Online.com -Pada21 Mei 1998, Soeharto harus meninggalkan jabatannya sebagai Presiden Indonesia.
Setelah hampir 32 tahun memimpin Indonesia, Soeharti dipaksa mundur oleh para mahasiswa.
Para mahasiswa itu telah melakukan aksidemonstrasi besar-besaran yang dikenal dengan Demonstrasi 1998.
Soeharto pun mundur dan Indonesia bergerak maju ke era Reformasi.
Lantas apakah Soeharto dan para mahasiswa tetap bermusuhan?
Jawabannya tidak.
Hal itu disampaikan oleh sekompok mahasiswa yang dilaporkanberinisiatif mendatangiSoeharto.
Siapa yang menyangka bahwa mereka diterima dengan tangan terbuka oleh sang mantan presiden itu.
Itu semua berawal ketikaHendrikusumo Dimas Febiyanto, seorangmahasiswa jurusan jurnalistik Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politk (IISIP) Jakarta, mengirim surat pada tanggal 4 Mei 1999.
Dia tak menyangka bahwa suratnya begitu cepat ditanggapi.
Pukul 13.00 WIB tanggal 10 Mei 1999, Sekretaris Pribadi Pak Harto, Letkol (Pol.) Anton Tabah, memberitahukan bahwa pukul 09.00 WIB esok harinya, 11 Mei 1999, Soeharto bersedia menerima kunjungan si mahasiswa.
Ada beberapa mahasiswa lain yang ikut.
Mereka adalahSubhan Lubis (juga mahasiswa IISIP Jakarta), Harry Sutiyoso, S.E. (bekas mahasiswa yang telah jadi karyawan swasta), danFX Dimas Adityo (mahasiswa Fakultas Sastra jurusan Arkeologi UI).
Ketika datang berkunjung kekediamannya di Jalan Cendana No. 8 Menteng, Jakarta Pusat,Pak Harto nampak sehat.
Badannya memang terlihat urus, katanya itu karena banyak berpuasa.
Pak Harto lalu menjawab berbagai pernyataan para mahasiswa itu.
Namun ada nada kekecewaan saat Pak Harto menjawab pertanyaanmereka mengenai KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
"Berbagai kebijakan yang saya keluarkan pada saat menjabat, selalu saya utamakan untuk kepentingan daripada masyarakat banyak," kata Pak Harto.
"Apabila kemudian lantas ada pelanggaran atau penyelewengan, itu terjadi dalam pelaksanaannya, oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab."
Mantan penguasa Orde Baru itu amat kecewa. Ini karena segala masalah KKN selalu dirinya yang dituding.
Sementara ketika ia memerintah, banyak sekali orang yang juga ikut menikmati "kue" pembangunan, dan mungkin saat ini masih banyak yang berkeliaran.
Tapi, nada tegas muncul ketika Pak Harto bercerita tentang yayasan.
"Ia bilang, beberapa yayasan yang dibentuknya adalah untuk tujuan sosial."
"Apabila ada yang beranggapan bahwa yayasan itu untuk memperkaya diri dan berindikasi KKN karena dapat dengan cepat memperoleh dana, ia dengan- tegas menolak."
"Bagaimanapun dana yang cepat terkumpul tersebut adalah karena metode dan manajemen yang baik."
"Cepat terkumpul, sehingga dengan cepat pula disalurkan."
"Dan sekali lagi saya tegaskan, penyaluran dana daripada yayasan itu sepenuhnya untuk tujuan sosial."
Tanpa mengurangi senyum, Pak Harto menyatakan rasa herannya pada orang-orang yang menganggap pembangunan selama ini telah gagal
"Adanya pelabuhan-pelabuhan untuk kepentingan perdagangan, industri yang berkembang, jalan-jalan raya, rumah sakit, sekolah dan perguruan tinggi yang menghasilkan daripada sarjana-sarjana, bahkan doktor dan proiesor, yang selama ini dirasakan penting dan bermanfaat, masih saja dianggap gagal oleh sekalangan orang."
Padalah pada masa pemerintahannya, Pak Harto berusaha menjaga stabilitas nasional dan politik dengan mempertahankan hanya dua parpol dan Golkar.
Sebab menurutnya, persaingan politik yang tidak sehat bisa menimbulkah pertentangan, pertikaian, dan menjurus pada perpecahan.
(FX Dimas Adityo. S.S. –IntisariMei 2000)