Find Us On Social Media :

Berbagai Opsi Denuklirisasi untuk Biden Bagi Korea Utara, Tekanan Maksimum, Tiru Libya atau Teruskan Cara Donald Trump?

By Maymunah Nasution, Rabu, 23 Desember 2020 | 06:00 WIB

Presiden terpilih Amerika Serikat, Joe Biden.

Intisari-online.com - Tidak diragukan lagi, Korea Utara akan mulai lakukan provokasi militer segera setelah Joe Biden resmi menjabat Presiden AS bulan depan.

Mengulang sejarah, kurang dari 3 bulan setelah Presiden Barack Obama menjabat, Korea Utara mengisi ulang roket jarak jauhnya, dan enam bulan berikutnya mereka laksanakan tes nuklir.

Tahun 2017 lalu, Korea Utara mengirim rudal balistik jarah menengah tiga minggu setelah inagurasi Donald Trump saat ia berada di Mar-a-Lago dengan Perdana Menteri Shinzo Abe, dan bulan Maret setelahnya mereka lakukan tes rudal balistik hampir setiap minggu.

Kini, denuklirisasi Korea Utara menjadi salah satu agenda yang tidak bisa dilewatkan oleh Gedung Putih.

Baca Juga: Belum Dilantik, Pakar Sudah Mewanti-wanti Joe Biden untuk Berbaik-baik Dengan China Agar Diplomasi dengan Korea Utara Berjalan Mulus, Mengapa?

Melansir War on The Rocks, ada beberapa pilihan yang bisa diambil Joe Biden dan administrasinya atas masalah ini.

1. Denuklirisasi standar

Pendekatan ini dilakukan dengan cara mencari denuklirisasi melalui akumulasi "perjanjian kecil-kecilan" daripada perjanjian skala besar.

Negosiasi ini mirip dengan yang dilakukan oleh Presiden Bill Clinton di tahun 1994 dengan nama Kerangka Kerja Disepakati Bersama, dan Presiden George W. Bush pada 2005 sampai 2007 yang dinamakan Pembicaraan Enam Partai.

Baca Juga: Korea Selatan Curigai Kim Jong-Un Gelar Aktivitas Nuklir Rahasia, Bukan Pyongyang, Wilayah Ini yang Jadi Tempat Panas yang Jadi Alasan Gagalnya Denuklirisasi dengan AS

Denuklirisasi cara ini terdiri dari langkah-langkah terkalibrasi dari setiap sisi meliputi membekukan operasi nuklir di kompleks nuklir utama di Yongbyon, dengan kompensasi penghapusan beberapa sanksi.

Cara ini disebut oleh China model "membekukan untuk membekukan".

Keuntungan dari pendekatan ini adalah lebih mudah dinegosiasi dan dijual secara lokal, karena negosasi besar biasanya berhadapan dengan tentangan dari warga Korea Utara yang merasa dirugikan program nuklirnya tidak dipakai lagi.

Masalahnya dari kebijakan ini adalah pendekatan ini biasanya hanya fokus ke poin-poin tertentu saja dan tidak bisa maju ke masalah berikutnya.

Baca Juga: Ancaman Dari Negara Tetangganya Kian Nyata, Jepang Blingsatan Sampai Setujui Belanja Militer Terbesar Sepanjang Sejarah Militer Negeri Matahari Terbit, Janji Seusai Perang Dunia II Terang-terangan Dilanggar

2. Model Libya

Menilik sejarah ketika Muammar Gaddafi menyerahkan senjata penghancur massalnya di tahun 2003 lalu, model ini merupakan pendekatan yang menargetkan penahanan.

Fokusnya yaitu tekanan tingkat lebih tinggi dan koersi untuk mencapai denuklirisasi dalam diplomasi tunggal.

Salah satu yang berhasil melakukan kebijakan ini adalah mantan penasihat keamanan nasional John Bolton.

Baca Juga: Disejajarkan dengan Nuklir dan Rudal Sebagai 'Pedang Segala Tujuan', Senjata Siber Korea Utara Pernah Bikin Lumpuh 300 Ribu Komputer di 150 Negara, Ini Sumber 'Kekuatannya'

Ia menuntut langkah denuklirisasi tunggal oleh satu pihak (Korea Utara).

Strategi ini menerapkan tekanan sanksi maksimum dan ancaman aksi militer preventif yang berguna melumpuhkan pemimpin Pyongyang agar melihat jika mereka justru lebih aman tanpa senjata-senjata nuklir tersebut.

Bedanya dengan model sebelumnya, negosiasi ini diwarnai dengan deklarasi penuh dan penyimpanan senjata-senjata nuklir Korea Utara, bahkan sebelum mereka dibekukan.

Rasionalisasinya adalah untuk menunjukkan jika satu pihak memang sudah dibekukan.

Baca Juga: China Sudah Menipu Seluruh Dunia, Nyatanya Bukan Hanya Negeri Panda, Negara Ini Juga Diklaim 'Negara Berbahaya' di Laut China Selatan, Fakta Perusak Ini yang Jadi Buktinya

Meski jadi salah satu kebijakan paling mudah, kebijakan ini juga menjadi satu yang paling sulit.

Gaddafi saat itu tidak memiliki satupun senjata nuklir saat ia dibekuk, sedangkan Kim Jong-Un punya banyak.

Serta, Kim bisa belajar mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada Gaddafi setelah ia berikan semua senajtanya.

Biden kemungkinan akan memilih opsi ini jika Korea Utara benar-benar lakukan provokasi di awal tahun 2021 setelah inagurasinya.

Baca Juga: Kekhawatiran Sudah di Ubun-ubun Karena PBB Sampai Terapkan Embargo Senjata di Libya, Tiga Negara Eropa Ini Mengancam Tiga Negara Lain yang Mendukung Kiriman Senjata ke Negara Itu, Rusia Salah Satunya

Sementara itu, China dan Korea Selatan akan memprotes hal ini karena timbulkan guncangan di semenanjung Korea.

Meski begitu, Jepang akan mendukung penuh jika hal ini memang berhasil mendenuklirisasi penuh Korea Utara.

3. Model Trump

Cara selanjutnya adalah menggunakan para pemimpin untuk saling berkomunikasi.

Baca Juga: Kemenangan Joe Biden Atas Donald Trump Tidak Membantu, Iran Secara Sembunyi-sembunyi Bangun Situs Nuklir Rahasia, Bikin Amerika Langsung Was-was

Kebijakan ini muncul dari keyakinan jika ada dua tantangan utama dalam mencapai perdamaian, pertama tidak ada dialog langsung antara para pemimpin, yang memang absen sejak tahun 1994 sampai 2005.

Kedua adalah adanya ketidakpercayaan antara dua negara.

Ide di balik model Trump ini adalah untuk mencapai kontak langsung, membangun ikatan yang saling percaya dan menciptakan transparansi antara dua negara, yang tampak logis karena hanya ada satu orang yang membuat keputusan sebagaimana konsekuensi negara diktatorial.

Keuntungan model ini adalah menciptakan kemungkinan membangun hubungan saling percaya, yang kemudian membuka kesempatan denuklirisasi melebihi pendekatan pertama.

Baca Juga: 'Walau Sedang Pandemi, Pertemuan Perjanjian Denuklirisasi Semenanjung Korea Tetap Harus Dilakukan!', Bagaimana Tanggapan Kim Jong-Un?

Kelemahannya adalah seperti yang dilihat dalam pertemuan Kim dan Trump di Hanoi dan Singapura, pembicaraan tidak sampai ke topik yang diinginkan dan tidak mencapai hasil yang berarti.

Pilihan ini sepertinya tidak akan diambil Joe Biden, meskipun masih ada kemungkinan ia mengambilnya.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini