Advertorial
Intisari-online.com -Jadi pertanyaan sampai sekarang, apa yang menjadi sumber kekuatan bagi rezim pemimpin Korea Utara untuk selalu memimpin?
Korea Utara merupakan negara pecahan semenanjung Korea yang hadir setelah Korea dipecah.
Korea dipecah karena pada awalnya Korea adalah negara jajahan Jepang, yang kemudian kalah di Perang Dunia II.
Karena kalah maka mereka harus menyerahkan negara mereka atau jajahan mereka, termasuk Korea.
Dan karena ada dua pihak pemenang, maka Korea dibagi menjadi dua, Korea Utara untuk Uni Soviet dan Korea Selatan untuk Amerika Serikat.
Skenario yang sama terjadi saat Jerman kalah dan dibagi menjadi Jerman Barat dan Jerman Timur.
Kini kemudian pertanyaannya, saat Jerman bisa bersatu dan bangkit menjadi salah satu negara terkuat di dunia, mengapa Korea masih terpecah belah?
Lebih-lebih lagi, mengapa Korea Utara masih dipimpin orang-orang itu-itu saja yang sebenarnya hanya berasal dari satu garis keturunan?
Pertanyaan ini telah ditanyakan hampir seperempat abad, sejak runtuhnya Tembok Berlin di 1989 dan lumpuhnya rezim komunis di Eropa Timur, Mongolia dan jatuhnya Uni Soviet dua tahun berikutnya.
Saat Uni Soviet runtuh seharusnya Korea Utara juga ikut berubah.
Namun tidak, sejak mulai dipimpin Kim Il Sung sampai sekarang dipimpin cucunya, tidak banyak terjadi perubahan di Korea Utara.
Juli 1994, pendiri Korea Utara, Kim Il Sung, tewas dan kemudian segera setelahnya Korea Utara memasuki periode kelaparan yang bertahan 3 tahun.
Kelaparan tersebut membunuh ratusan ribu warga, jika tidak sampai jutaan.
Namun rezim masih berlangsung, melalui periode reformasi ekonomi terbatas di awal tahun 2000an, perbalikan reformasi bagian ini sepanjang 10 tahun dan kematian anak Kim Il Sung, Kim Jong-Il, pada 2011.
Masa depan
Sampai sekarang ada kombinasi koersi, indoktrinasi, pembatasan informasi dan di atas semuanya kepemimpinan tersentralisasi yang tidak dapat mengabaikan anggota keluarga penguasa Kim di puncaknya telah mempertahankan kekuasaan Kim berturut-turut.
Namun Kim Jong-Un menjadi pemimpin yang jauh lebih brutal daripada ayahnya, ditandai dengan pembersihan publik yang tidak pernah dilakukan sejak konsolidasi kekuatan Kim Il Sung pada 1950-an sampai 1960-an.
Teknik kontrol yang berhasil setengah abad yang lalu mungkin tidak seefektif saat ini, karena informasi saat ini lebih sulit ditahan dan Korea Utara tidak memiliki perlindungan dari dua pendukung mereka, Uni Soviet dan China.
Korea Utara meskipun terisolasi sedang diawasi media global dan senantiasa terhubung secara internal lewat gawai komunikasi seperti ponsel.
Relatif dengan China, Korea Utara hidup dalam kondisi ekonomi yang buruk dan baik populasi masyarakat rendahan maupun elit sadar akan hal ini.
Cara penghapusan publik oleh Kim Jong-Un yang brutal mungkin bekerja di periode waktu yang pendek untuk memperkuat kepemimpinannya, tapi juga akan menjadi senjata makan tuan dengan konsekuensi mengerikan untuk masa depan rezim Korea Utara.
Bukan berarti Korea Utara akan lumpuh atau keluarga Kim tidak akan berkuasa lagi, tapi pergantian kekuasaan telah terbukti lebih brutal dan penuh masalah daripada pergantian kekuasaan sebelumnya.
Sistem suksesi yang diatur oleh Kim Il Sung tunjukkan tanda ketegangan serius.
Korea Selatan dan AS telah mempelajari mengenai keruntuhan rezim Korea Utara.
Melansir World Politics Review, sangat mungkin rezim Korea Utara akan runtuh di masa depan, dan negara lain harusnya segera siap untuk gonjang-ganjing ini.
Namun prediksi runtuhnya Korea Utara telah salah selama lebih dari dua puluh tahun, dan Korea Utara yang sekarang jauh lebih bisa bertahan daripada yang hadir di pertengahan tahun 1990-an.
Ekonomi mereka telah membaik, setidaknya untuk 20% atau lebih dari populasi yang tinggal di Pyongyang dan kota-kota besar lain, meskipun ada perbedaan besar antara masyarakat miskin dan kaya.
Kim Jong-Un muda dan aktif, serta tidak didukung oleh Uni Soviet yang dapat menarik pasukannya dan menghentikan sistem.
China, meskipun frustasi dengan tindakan dan sikap Korea Utara terkait program nuklir dan reformasi ekonominya, tidak menunjukkan tanda-tanda kesediaan untuk membebaskan Pyongyang.
Bagi para pemimpin China, membayar dengan harga yang relatif kecil dalam bantuan ekonomi dan investasi untuk menjaga Korea Utara tetap bertahan lebih disukai daripada ketidakpastian dan ketidakstabilan yang membiarkan ekonomi Korea Utara runtuh.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini