Find Us On Social Media :

Rusiah Sardjono, SH., Menteri Sosial Pemerintahan Soekarno yang Bekerja Sambil Gendong Anaknya

By K. Tatik Wardayati, Selasa, 22 Oktober 2019 | 09:30 WIB

Rusiah Sardjono, SH, menteri sosial zaman pemerintahan Soekarno.

“Dalam segala macam rehabilitasi juga dengan orang-orang cacat, yang penting ialah soal job-placement.” Menurut Bu Rus.

“Apa gunanya dididik, kalau kemudian dilepaskan begitu saja. Maka kami sering menganjurkan pada pabrik-pabrik untuk ikut menolong usaha kami dengan menampung orang-orang ini.

Sementara ini sudah 17.800 orang yang dididik dan disalurkan ke mana-mana. Maksud kami, bukan menyebar kemelaratan, tetapi terutama menanam benih-benih baru dalam masyarakat.”

Beberapa waktu yang lalu telah diadakan seminar rehabilitasi para tunanetra di mana mereka sendiri untuk pertama kali aktif diikutsertakan.

Baca Juga: Menteri Susi Jadi Menteri dengan Tingkat Kepuasan Publik Tertinggi, Lihat Angkanya, Hampir Sempurna!

Tujuannya supaya mereka berusaha menolong diri sendiri dan bukan menunggu-nunggu welas kasih orang lain.

Ibu Rusiah yang dilahirkan pada tanggal 22 Juni 1919 di bawah bintang Cancer, rupa-rupanya tak suka menonjolkan diri.

Kalau bercakap-cakap tentang pekerjaan ceriteranya panjang lebar, tetapi bila menyangkut sesuatu yang peribadi, agak ‘summier’.

Waktu kami meminta foto yang lebih bagus untuk digambarkan, jawabnya, “Tak usah bagus-bagus, oret-oret saja sudah cukup.”

Baca Juga: Tak Usah Diperdebatkan Lagi, Minyak Goreng Curah Memang Sangat Berbahaya, Wajar Menteri Perdagangan 'Mengharamkannya' pada 2020

Padahal menurut hemat kami, Bu Rus jauh lebih “charmant” daripada foto itu.

Apakah pernah bercita-cita menjadi menteri? “Oh, sama sekali tidak. Cita-citaku hanya untuk menjadi manusi aberguna, pengabdi Tuhan, Kepala Negara, bangsa, dan tanah air. Waktu saya mendapat panggilan di Departemen Kehakiman pada suatu pagi yang cerah dua tahun yang lalu, saya agak terperanjat. Untuk apa? Lebih-lebih waktu mendengar akan dijadikan menteri.”

Sebelum menjabat menceri, Bu Rus 20 tahun berturut-turut bekerja pada Departemen Kehakiman.

Sungguh tak mengherankan mengingat beliau dulu memilih jurusna hukum justru untuk memperjuangkan keadilan.

Baca Juga: Jika Tak Jadi Menteri Kelautan dan Perikanan Lagi, Ini yang Akan Dilakukan oleh Susi Pudjiastuti

“Keadilan dengan K besar”, beliau menekankan. “Bukan untuk memperkaya diri sendiri.”

Teman seuniversitas sebelum perang ialah antara lain Bu Artati, sekarang Menteri PDK dan Bu Leila Rusyad, bekas Dubes Belgia.

Baru tahun 1949 beliau lulus sebagai sarjana hukum wanita pertama keluaran revolusi dari Universitas Gajah Mada.

Selama pendudukan Jepang, Bu Rus bekerja pada Hooki Kyokku, untuk kemudian pindah berturut-turut ke Balai Harta Peninggalan dan Kejaksaan Tinggi di Semarang.

Baca Juga: Kawal Penenggelaman Kapal Ilegal ke-556 Setelah 5 Tahun Mengawal Laut Indonesia, Menteri Susi: Ini Penenggelaman Terakhir oleh Saya

Tepat waktu zaman revolusi fisik, beliau di Kaliwungu, desa kecil dekat Semarang. Di Yogya bekerja sebentar pada Deparlu lalu masuk bidang kehakiman lagi dan juga menjadi asisten Prof. Jokosutono di Gajah Mada.

Tetapi pengalaman yang paling mengesankan ialah waktu menjadi guru pada sekolah menengah di Pati. Kelasnya gedokan jaran (kandang kuda).

Bacaan kesayangan? Bhagavad Gita, sejarah kitab suci, kisah penghidupan Nabi Muhammad SAW dan nabi-nabi lain, Mahatma Gandhi yang berani membela rakyat, kebenaran dan negara.

Beliau sangat terkesan membaca kisah Franciscus dari Asisi yang memberikan bajunya terakhir untuk menolong orang lain.

Baca Juga: 5 Tahun Bertugas, Menteri Susi Gagalkan 270 Kasus Penyelendupan Benih Lobster, Total Nilainya Setara Anggaran untuk Penyelenggaraan Formula E oleh Pemprov DKI

Tentang keberanian Daniel dalam sarang singa untuk membela kebenaran. Kecuali itu masih banyak buku-buku lain tentang social work, hukum, filsafah, dan keagamaan.

Bekal dari orangtua? “Ayah seorang pegawai SS, dulu selalu mengatakan ojo dumeh dan sepi ing pamrih rame ing gawe. Kita harus tawakal dalam segala keadaan.

Wejangan-wejangan itu tak pernah kulupakan kemudian. Saudara ada dua, seorang kakak perempuan dan seorang adik perempuan.

Anak hanya satu, kalau anak angkat banyak. Salah satu diantaranya, anak bekas pra juwana yang membunuh seorang Belanda, karena diejek.

Baca Juga: Mengaku Tak Pernah Kerja Buat Orang Lain, Begini Pengakuan Susi Pudjiastuti Saat Jadi Menteri di Kabinet Presiden Jokowi

Kata Belanda itu, ‘Kalau minta pekerjaan, minta pada presidenmu saja’. Mendengar ejekan itu dia kontan naik darah, Belanda itu terus diserang.

Tetapi dalam penjara anak-anak, ia tekun melakukan kewajibannya. Sekarang ia sudah mencapai bacceuleurat publisistik.”

Sementara itu, beberapa orang keluar masuk kamar kerja untuk memberi laporan. Rupa-rupanya sudah banyak orang yang menunggu di luar.

Pertanyaan terakhir: Apakah menurut Ibu, sikap sosial masyarakat sudah sesuai dengan cita-cita sosialisme kita?

Baca Juga: Kunjungi Medan, Menteri Susi Mengaku Selalu Bawa Pulang Minuman Keras Khas Medan Ini, Jumlahnya 'Enggak Nanggung'

“Belum, tetapi kita menuju ke arah itu. Rakyat sudah sadar apa yang dimaksud dengan sosialisme, hanya bimbingan masih kurang. Orang-orang tinggi yang harus lebih banyak terjun dalam masyarakat.”