Mereka bersenjatakan mortir dan mitralyur. Jam 1 terjadi tembak-menembak. Empat anak buah Prado gugur.
Dua puluh menit kemudian kontak senjata terjadi lagi. Kemudian suasana sunyi senyap yang mencekam.
Jam 3 siang tempat persembunyian “Che" digempur secara serentak dengan mortir, granat, dan mitralyur.
Padas-padas pecah, bata-bataan bergelindingan ke bawah. Satu-satunya jalan yang masih terbuka bagi para gerilyawan ialah mendaki tebing curam dan coba menerobos kepungan yang ketat.
Ramon jang terluka kakinya, dengan bantuan Willy, rekannya memanjat ke atas dengan berpegang pada belukar dan semak-semak berduri.
Karena sama sekali sudah tidak bisa menggerakkan kakinya dan kehabisan napas akibat serangan asma, maka Ramon terpaksa diangkat ke atas oleh Willy.
Tangan kedua gerilyawan itu berlumuran darah.
Dalam keadaan inilah, ketika sampai di atas, mereka dicegat oleh serdadu yang bersenjata lengkap.
Willy tak bisa melepaskan Ramon untuk menggunakan senjatanya. Mereka tertawan.
“Saya Che Guevara", kata Ramon kepada musuh-musuhnya. Begitu datang, kapten Prado segera mengeluarkan foto, dan mengamat-amati ciri-ciri khas “Ramon".
“Memang betul, dialah Che!" teriak Prado kegirangan.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR