Tanggal 27 Juni, DK PBB menyetujui resolusi bahwa serbuan Korut telah membahayakan perdamaian dunia, serta meminta anggota PBB membantu Korsel mengatasi agresi bersenjata tersebut.
Komitmen mengirim pasukan datang dari berbagai negara, seperti Inggris, Belanda, Turki, Thailand, Filipina, India, Kanada, Australia, Brasil, Ethiopia, dan lain-lainnya.
Taiwan ingin menyumbangkan 33.000 pasukan, namun dengan halus ditolak Washington khawatir pasukan Taiwan ini justru akan mengundang RRC langsung terlibat perang di Korea.
Sementara itu tentara Korut berhasil menerobos sayap kanan pertahanan Korsel, sehingga mengancam ibukota Seoul.
Bantuan AS mulai muncul dengan datangnya pesawat tempur, yang berusaha ikut menahan serbuan tentara Korut.
Namun karena tak ada kontak dengan pasukan Korsel di darat, banyak bom yang tidak mengenai sasaran.
Bahkan cukup banyak yang menjatuhi posisi pasukan Korsel sendiri. Hari itu pesawat tempur F-82 Twin Mustang USAF berhasil menembak jatuh pesawat tempur Yak Korut.
Kekalahan pasukan Korsel membuat heran militer AS, yang semula merasa berhasil dalam membentuk dan menempa tentara Korsel.
“Orang Korea Utara dan Korea Selatan adalah sama sepenuhnya. Tapi mengapa orang Korut bisa bertempur seperti macan, sedang orang Korsel terbirit-birit seperti domba ?” kata seorang perwira Amerika.
Melihat Seoul terancam, Presiden Syngman Rhee dan pemerintahnya pun mengungsi dengan kereta api khusus ke Taejon, lalu ke kota pelabuhan Mokpo.
Sedangkan militer Korsel, tanpa memberitahu AS, juga merelokasi mabesnya ke selatan Seoul.
Akibatnya, komunikasi dengan pasukan yang masih bertahan di utara Seoul terputus, sehingga memicu kepanikan, bukan hanya di kalangan pasukan, tetapi juga penduduk sipil.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR