Advertorial
Intisari-Online.com -Meskipun dikenal sebagai jenderal yang berpengalaman dan mempunya pasukan yang cukup besar, ketika diperintahkan untuk terjun ke medan perang Korea (1950-1953), Jenderal Douglas MacArthur harus berpikir keras.
Selama bertugas di Jepang usia Perang Dunia II, MacArthur memang memiliki pasukan yang cukup besar tapi kurang terlatih karena selama di Jepang, personel US X Corps tidak menjalankan kisi tempur melainkan melaksanakan tugas-tugas yang bersifat pengamanan.
Tapi MacArthur tak punya pilihan lain kecuali segera melancarkan serbuan ke Korea untuk membebaskan pasukan yang terdesak di Pusan Perimeter lewat pendaratan di Pantai Incheon.
(Baca juga:Ternyata Ancaman Korea Utara untuk Jatuhkan Bom Atom di AS, Hanya ‘Tulah’ dari Sikap AS saat Perang Korea)
Taktik serbuan amfibi itu sebenarnya ditentang oleh Pentagon karena dikhawatirkan akan menimbulkan korban yang besar.
Tapi MacArthur tetap memilih serbuan lewatlaut yang sekaligus merupakan strategi tempur yang sangat riskan itu. Bagaimanapun, ribuan pasukan harus mendarat di garis belakang musuh.
Setelah mengumpulkan kekuatan yang terdiri atas 70 ribu personel marinir (1st Marine Division) dan infantri (7th Infantry Division) serta ditambah sekitar 8.600 pasukan Korea Selatan, serbuan ke Incheon pun digelar.
Untuk mengerahkan pasukan dan logistic lewat laut, AS sebenarnya kekurangan kapal transportasi sekaligus kapal perang.
Tapi sejumlah negara yang menjadi anggota PBB dan sekutu AS ternyata mau membantu.
Kapal-kapal perang yang dilibatkan dalam pendaratan ke Incheon pun berasal dari berbagai negara seperti AS, Inggris, Prancis, Australia, Kanada, dan Selandia Baru.
Tak hanya kapal perang, kapal-kapal komersil pun dicarter untuk mengangkut logistic dan peralatan perang lainnya.
Jumlah total kapal laut yang dikerahkan untuk melaksanakan pendaratan di Incheon sebanyak 230 unit.
Operasi pendaratan pasukan di Incheon itu sendiri sempat tertunda selama dua hari karena polemik di Pentagon dan baru bisa dilaksanakan pada 15 September 1950.
(Baca juga:Douglas MacArthur, Pahlawan Besar AS saat Perang Dunia II Namun 'Dipecat' saat Perang Korea)
Operasi pendaratan pasukan AS dan sekutunya di Incheon dipimpin oleh komandan kepercayaan MacArthur, Mayor Jenderal Hobart R Gay.
Pantai Incheon, khususnya kawasan Walmi Do yang hanya dipertahankan oleh pasukan Korut dengan persenjataan ringan bisa dengan mudah disapubersih oleh bombardemen meriam kapal perang dan bom yang dijatuhkan dari pesawat tempur.
Pendaratan amfibi pasukan MacArthur di Walmi Do pun berlangsung sukses dan disusul gerak maju pasukan darat yang didukung tank-tank ringan menuju Seoul dan Busan.
Setelah berlangsung pertempuran sengit selama satu minggu, Seoul akhirnya berhasil direbut oleh pasukan AS-Korsel.
Jatuhnya Seoul ke tangan pasukan penyelamat dalam waktu yang relatif singkat membuat pasukan Korut mundur ke arah utara menuju wilayahnya sendiri dengan koordinasi yang buruk.
Akibatnya banyak peralatan tempur yang ditinggalkan dan ribuan pasukan Korut berhasil ditawan.
Mundurnya pasukan Korut berakibat pada pengepungan atas pasukan Korsel dan AS yang bertahan di Pusan Perimeter kendor.
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh pasukan yang terkepung dan sudah mendapat bantuan pasukan darat, khususnya dari Task Force Lynch bergerak menyerang sehingga kepungan di Pusan perimeter pun berhasil dijebol.
Pada awal bulan Oktober 1950 peta medan Perang Korea telah berubah total.
(Baca juga:Nyatanya, Ancaman Nuklir Korea Utara Punya ‘Manfaat’ Juga Bagi Warga AS)
Pasukan AS-Korsel yang semula terdesak kini berubah menjadi pasukan penyerang yang mengejar-ngejar pasukan Korut hingga melintasi garis demarkasi 38th Parallel dan masuk jauh ke wilayah Korut.
Terdesaknya pasukan Korut ternyata membuat sekutunya, China tak senang.
Apalagi dalam sejumlah pertempuran khususnya yang berlangsung di udara, pesawat AS sering melanggar wilayah udara China.
Sedangkan pasukan darat yang bertempur di sepanjang Sungai Yalu, juga sering memasuki wilayah darat China. Tanpa mengumumkan turut berperang, China pun mengerahkan puluhan ribu pasukan daratnya untuk membantu Korut.
Suatu campurtangan militer negara tetangga yang semula tidak diperhitungkan oleh PBB dan AS.
Serangan balik pasukan Korut yang dibantu pasukan infantri China yang sudah berpengalaman dalam perang darat sontak membuat pasukan AS dan Korsel kembali terpukul mundur hingga melintasi 38th Parallel.
Pertempuran pun berubah makin brutal dan tidak mencerminkan pasukan PBB yang megutamakan perdamian.
Prinsip menang secara militer di tanah Korea bahkan menjadi tidak penting.
PBB yang menyadari bahwa Perang Korea tidak lagi merupakan perang yang murni lalu berusaha keras menggiring kedua pihak yang bertikai ke meja perundingan.
AS yang telah kehilangan lebih dari 36 ribu prajuritnya juga sudah kehilangan akal sehingga opsi untuk menggunakan bom atom pun mulai dicanangkan.
Ancaman penggunaan bom atom akhirnya membawa para pelaku Perang Korea ke meja perundingan PBB.
Perang Korea pun berhasil dihentikan melalui gencatan senjata yang dimulai pada bulan Juli 1953 dan masing-masing pihak yang bertikai harus mundur di belakang kawasan netral, 38thPararllel.
Moon Jae-in Jadi Presiden Baru Korsel, Perang Korea Jilid 2 Batal?)
Namun pertikaian yang berhasil dihentikan dengan gencatan senjata itu tetap saja belum menyelesaikan masalah.
Perang Korea yang telah merenggut nyawa lebih dari dua juta orang dan telah menjadi trauma sejarah bagi AS bahkan seolah terlupakan (The Forgotten War).
Namun, sejumlah masalah yang kemudian muncul, khususnya program nuklir Korea, ternyata berhasil membangkitkan trauma sejarah bagi AS.
Ingatan tentangPerang Korea pun kembali menyadarkan AS jika sampai salah langkah dalam menyikapi sepak terjun Korut dan pecah Perang Korea II akibatnya pasti akan lebih dahsyat dibandingkan Perang Korea I.
Oleh karena menjadi masuk akal jika AS tidak berani macam-macam terhadap Korut karena seorang Mac Arthur yang sudah kenyang pertempuran saja gagal menaklukkan Korut.