Dia pun memacu lagi jipnya yang ditembaki musuh, menuju selatan untuk memperingatkan markas Divisi Pertama AD Korsel.
Kapten ini merupakan satu-satunya militer Amerika yang menjadi saksi mata serbuan Korut.
Dia menganggap suatu mukjizar bahwa dirinya selamat dan bisa menceritakan pengalamannya.
Letnan Jin Hak Kim, seorang opsir muda Divisi Pertama Korsel yang tengah tidur di kubunya di lereng bukit dekat Kaesong, terlempar ke udara ketika peluru meriam menghantam perkubuannya.
“Perang dimulai tiba-tiba dengan erupsi tembakan artileri,” kenang Jin. “Semenit kemudian senyap, hanya ada bunyi hujan. Tapi tiba-tiba gemuruh ledakan peluru meriam pecah di mana-mana di sekitar kami.”
Sekalipun Jin, Darrigo, dan banyak perwira lainnya kaget sekali dengan serbuan mendadak Korut, tetapi sebetulnya invasi ini tidaklah tiba-tiba datangnya.
Mereka pun juga merasakannya. Karena awan hitam peperangan sebenarnya telah menggelayut rendah di atas Semenanjung Korea sejak setahun terakhir.
Insiden perbatasan terus terjadi, dipicu oleh sikap provokatif kedua pihak.
Misalnya tentara Korsel pada Mei 1949 menerobos garis paralel hingga tiga km ke wilayah Utara dan menyerang berapa desa.
Ini merupakan insiden perbatasan terburuk sebelum perang pecah. Intelijen AS juga memperkirakan segera pecahnya konflik, namun Washington maupun pimpinan militer AS di Timur Jauh tidak begitu peduli.
Seoul Jatuh
Pertempuran sengit menyusul serbuan Divisi Ke-3 dan Ke-4 Korut yang didukung brigade lapis baja.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR