Setelah berganti dokter, ia disarankan untuk tidak memakai obat antibiotik lagi, tetapi minum teh kapulaga saja yang harganya tidak setinggi langit.
Yaitu serutan batang kapol kering yang dapat dibeli di rumah obat fitofarma, atau penjual jamu di pasar. Sebanyak dua sendok teh direbus, lalu disaring.
Sarinya yang larut dalam air perebus diminum seperti teh sore-sore. Tidak usah diberi gula, karena rasa kapol sudah nyaman.
Teh sore-sore itu tidak cespleng seperti penicilline losenges.
Tetapi setelah sebulan membiasakan minum teh kapol, alias kapulaga lokal, lendir yang mengotori tenggorokan si keponakan keluar semua.
Di kalangan farmasi, kapulaga memang terkenal sebagai ekspektoran. Bagusnya, sejak terbebas dari radang tenggorokan, keponakan itu tidak rentan terhadap serangan angin yang masuk.
Minum bir dingin, atau es krim, tenggorokannya tegar saja, tidak terasa gatal-gatal dirangsang untuk batuk.
Biang keladi khasiat ekspektoran itu ternyata minyak asiri sineol juga, si pembantu karminatif obat masuk angin.
Sineol yang serupa tapi tak sama dengan eukaliptol kayu putih ini pedas, tetapi kalau ditelan jadi sejuk, sampai banyak dipakai untuk membuat peppermint palsu.
Permen yang tulen dibuat dari minyak daun peppermint beneran Mentha pipenta.
(Baca juga: Jamblang, Si Ungu yang Kandungan Antioksidannya Tinggi dan Cocok untuk Penderita Kencing Manis)
Dalam tugasnya sebagai ekspektoran, sineol diperkuat oleh terpineol dalam minyak asiri kapol itu juga, yang antiseptik.
Berbeda dengan kapulaga sabrang, kapol hanya berbuah sedikit, tetapi buahnya lebih besar dan bulat-bulat sampai orang Belanda menyebutnya ronde kardemon.
Kalau buah kapulaga sabrang banyak diminta pasaran Eropa, buah kapol lebih banyak diminta oleh RRC untuk menyedapkan ramuan obat singseh. (Slamet Soeseno)
(Diambil dari Majalah Intisari edisi November 1998)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR