Orang Yunani menyebut buah itu cardamomom yang kemudian dilatinkan oleh orang Romawi menjadi cardamomum.
Orang Inggris zaman belakangan melafalkannya sebagai cardamom, tetapi orang Belanda enak saja menyebutnya kardemon.
Lha kita? Tetap saja, kapulaga! (laga-nya diucapkan dengan “o” dari “oro-oro dowo Wonosobo” bukan “o” dari "sontoloyo").
Kapol yang lokal
Sebagai anggota suku jahe-jahean, tanaman yang dipanggil resmi Elettaria cardamomum semula ditemukan tumbuh alamiah di daerah Pegunungan Malabar, pantai barat India.
Saking lakunya di pasar dunia, ia kemudian banyak diusahakan di Sri Lanka, Thailand, dan Guatemala.
Juga petani Indonesia ikut mengusahakannya sejak 1986, tetapi jumlahnya masih sedikit kalau dibandingkan dengan kapulaga lokal Amomum cardomomum yang sudah lebih dulu diusahakan para nenek moyang Jawa dan Sumatera.
Biji kapulaga lokal juga mengandung minyak asiri, bahkan lebih harum, sampai dulu banyak dipakai sebagai mut-mutan pengharum abab (bau mulut).
Tetapi sejak dunia kebanjiran Wybert, Mentos, dan Pagoda Pastilles, kapulaga lokal tidak dipakai lagi karena kurang bergengsi.
Untuk membedakan kedua jenis itu, para petani menyebut kapulaga dari India kapulaga, sedangkan kapulaga lokal disebut kapol.
Dalam buku resmi jahe-jahean, kapol masih tetap ditulis resmi kapulaga (meskipun kadang diberi embel-embel "lokal"). Sedangkan kapulaga keturunan India ditulis kapulaga sabrang.
(Baca juga: Jangan Minder Punya Payudara Kecil! Ini 6 Keuntungannya)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR