Pemilihan waktu start ini sebenamya berkaitan dengan persiapan dan kemampuan mengemudi. Jika tak punya lampu kabut dan hazard, kan bisa celaka kalau nekat melaju juga di jalan gelap berkabut.
Makanya, pertimbangkan dulu untung ruginya. Jika berangkat pagi, tubuh Anda pasti masih-segar, udara pun sejuk, kemacetan di dalam kota belum terlalu parah, bisa melihat pemandangan serta tak banyak berpapasan dengan kendaraan-kendaraan besar.
Tapi kondisi jalan masih sepi, hingga harus hati-hati di tikungan, terutama terhadap kendaraan dari depan. Jalan pagi juga berarti menantang sinar matahari? Hayo, siap enggak?
Bagaimana kalau malam? Suhu udaranya memang lebih dingin dan sejuk, hingga kinerja mesin pun lebih ringan, hemat energi karena tak harus menyalakan AC serta bisa mengembangkan kecepatan tinggi.
Tapi awas, jarak pandang mata Anda lebih terbatas serta butuh konsentrasi relatif tinggi.
Toh, kalau memang sudah niat, enggak masalah. Yang penting, sekali lagi cek kaca, wiper serta lampu-lampu.. Jika lampu kendaraan di depan terasa menyilaukan, jauhkan pandangan Anda (melihat aspal misalnya) agar konsentrasi tak hilang.
Kalau tak bisa juga, perjauh jarak sampai mata kembali normal. Tambahan lampu kabut wajib buat keluyuran malam. Jaga jarak dengan mobil di depan minimal 50 m.
Bicara soal pilihan, kadang Anda dipaksa mencari jalur jalternatif untuk menghindari macet parah. Memang, jalan ini sering juga disebut jalan tikus - biasanya tidak macet.
Tapi kondisi umumnya jauh lebih buruk ketimbang jalan normal. Kalau mobil Anda kecil, usahakan jangan mengikuti jalur kendaraan besar.
Sementara menghadapi kubangan, perkirakan kedalamannya dan ambil keputusan, apakah akan melewati atau menghindarinya.
Tanah yang becek pun kerap menyimpan misteri. Jangan ambil risiko dengan memacu kendaraan sekencang-kencangnya, siapa tahu ada lumpurnya.
Lagian, ngebut bisa menyebabkan air masuk dan membasahi komponen penting di ruang mesin. Dengan kata lain, di medan berat, langkah paling aman adalah mengurangi kecepatan, sembari menghindari.cipratan.
(Muhammad Sulhi, Shinta Teviningrum, seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 2001)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR