Menurut dia, konsumtivisme terjadi ketika keyakinan bahwa kesejahteraan seseorang ditentukan oleh seberapa besar kemampuannya dalam menggunakan uang dan memiliki barang-barang untuk menampilkan standar hidup yang baik.
Sementara Janianton Damanik, guru besar Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fisipol UGM dalam opininya “Budaya Konsumtif Kelas Menengah” (Kompas, 24 Desember 2011) menyebut, hedonis-konsumtif kelas menengah di Indonesia sebagai tragedi kultural. Budaya konsumtif menggiring mereka memproduksi keinginan-keinginan baru yang nyaris tak bertepi. Batas-batas kebutuhan lenyap akibat libido untuk memiliki segala yang berbentuk materi.
Tidak cukup hanya hemat
Sebagian orang masih berpendapat bahwa perencanaan keuangan hanya untuk orang kaya. Padahal semua orang, baik yang berpendapatan tinggi maupun masih pas-pasan, memiliki kebutuhan dan keinginan untuk dipenuhi dan membutuhkan biaya.
Mike Rini Sutikno, perencana keuangan pada Mitra Rencana Edukasi (MRE) Financial & Business Advisory mengungkapkan, setiap orang butuh perencanaan keuangan.
Bagi mereka yang berpendapatan kecil, perencanaan keuangan dibutuhkan agar penggunaannya optimal dan bisa mencapai tujuan-tujuan hidup di masa depan. Sedangkan bagi yang income-nya tinggi, dibutuhkan perencanaan agar uang maupun aset yang dimiliki tidak habis atau berkurang karena salah dalam mengelola.
(Baca juga: Tips Mengelola Keuangan Ketika Menjadi Wirausaha)
Dalam mengelola keuangan, menurut Mike, hal pertama adalah membentuk perilaku. Mereka yang berpendapatan masih pas-pasan harus mampu dan mau mengelola keuangannya dengan efisien.
“Penghematan ini untuk membentuk paradigma berpikir yang benar, membangun sikap perilaku disiplin dalam menggunakan uang. Baik saat kekurangan maupun berlebih,” katanya.
Namun, Mike menambahkan, hemat saja tidak cukup. Mereka juga harus mampu menciptakan penghasilan tambahan. “Jangan hanya berhemat. Tapi bagaimana dari pendapatan yang dimiliki, waktu, keterampilan, dan network bisa digunakan untuk meningkatkan income,” ungkap Mike.
Upaya menambah penghasilan tidak cukup hanya dengan menabung. Perlu ada upaya kreatif dengan melakukan pekerjaan tambahan, berwirausaha, maupun berinvestasi. Ini dapat dimulai dengan hal yang sederhana dan tidak mengganggu pekerjaan.
Mike berpendapat, agar seseorang dapat mengubah kondisi finansialnya menjadi lebih sejahtera, dibutuhkan perubahan pola pikir dan perilaku. Memperbaiki kondisi finansial memerlukan tindakan yang dilakukan secara konsisten.
“Sukses finansial juga tercapai ketika seseorang mampu menempatkan diri dalam situasi dan lingkungan yang tepat,” ujar penggagas komunitas Dare to Dream Indonesia tersebut. Orang yang dalam lingkungan pergaulan yang konsumtif, kemungkinan besar akan menjadi boros. Begitu pula sebaliknya.
Source | : | majalah intisari extra 2013 |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR