Siapakah Anda? Si Boros atau Si Hemat saat Mengelola Keuangan?

K. Tatik Wardayati
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Inilah 10 Tanda Pengaturan Keuangan Anda Masih Tak Beres (2)
Inilah 10 Tanda Pengaturan Keuangan Anda Masih Tak Beres (2)

Intisari-Online.com – Bukan karena kurangnya penghasilan, melainkan cara pandang dan kebiasaandalam mengelola uang yang bisa menjadi penentu apakah Anda termasuh orang yang hemat atau boros dalam mengelola keuangan.

----

Bagas, 32 tahun, mengaku sangat sulit menahan keinginan untuk membeli gadget. Hobi fotografi serta pekerjaan sebagai desainer grafis membuatnya tidak lepas dari perkembangan gadget versi terbaru. Itulah yang membuat tabungannya tidak pernah awet di rekening. “Kalau spesifikasinya oke, biasanya saya kejar,” ungkapnya.

Meski penghasilannya sudah mencapai dua digit, ia mengaku masih sering kekurangan uang. “Biasanya kalau sudah begitu, andalannya ya kartu kredit,” katanya.

Berbeda dengan Triyana, 26 tahun, yang mulai hobi travelling dua tahun belakangan. Fanpage sejumlah low cost airline selalu ia tengok agar tidak terlewat info tiket promo. “Rasanya seru bisa sampai ke pulau-pulau wisata yang sedang populer, ke luar negeri, yang dulu mungkin mewah buat saya,” ujarnya.

Triya sadar hobinya sering kali mengganggu cash flow pribadi dan membuat ia belum memiliki tabungan.

Tragedi kultural

Aurora L. Toruan, psikolog Keara Konsultan Psikologi mengungkapkan, pengelolaan uang tidak terlepas dari persepsi seseorang terhadap uang. “Uang dapat dipandang sebagai motivator yang kuat dalam membentuk perilaku seseorang, nilai dan tindakan moral, harga diri, serta status sosial,” tuturnya.

Lebih lanjut Aurora menuturkan, dalam melakukan sesuatu, termasuk dengan uang, seseorang dipengaruhi faktor eksternal dan internal. Perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan, tapi juga unsur emosi. Bila seseorang menganggap kebahagiaan berasal dan disebabkan oleh diri sendiri, maka ia akan berhati-hati dalam mengambil keputusan, termasuk dalam menggunakan uang.

(Baca juga: Perencanaan Keuangan Keluarga untuk Menyambut Kedatangan Bayi)

“Namun orang yang menganggap keberhasilan dan kebahagiaan ditentukan oleh faktor eksternal di luar dirinya, maka ia akan cenderung impulsif. Dia akan mudah terpengaruh iklan yang menarik, pendapat dan penilaian orang lain dan sebagainya,” jelas psikolog yang aktif melakukan sharing di Twitter dengan akun @pakarpsikologi ini.

Uang melambangkan status, pencapaian, penghargaan, kebebasan, identitas pribadi, dan sebagai pendorong untuk mencari kesempatan menabung dan memaksimalkan kekayaan.

Menurut dia, konsumtivisme terjadi ketika keyakinan bahwa kesejahteraan seseorang ditentukan oleh seberapa besar kemampuannya dalam menggunakan uang dan memiliki barang-barang untuk menampilkan standar hidup yang baik.

Sementara Janianton Damanik, guru besar Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fisipol UGM dalam opininya “Budaya Konsumtif Kelas Menengah” (Kompas, 24 Desember 2011) menyebut, hedonis-konsumtif kelas menengah di Indonesia sebagai tragedi kultural. Budaya konsumtif menggiring mereka memproduksi keinginan-keinginan baru yang nyaris tak bertepi. Batas-batas kebutuhan lenyap akibat libido untuk memiliki segala yang berbentuk materi.

Tidak cukup hanya hemat

Sebagian orang masih berpendapat bahwa perencanaan keuangan hanya untuk orang kaya. Padahal semua orang, baik yang berpendapatan tinggi maupun masih pas-pasan, memiliki kebutuhan dan keinginan untuk dipenuhi dan membutuhkan biaya.

Mike Rini Sutikno, perencana keuangan pada Mitra Rencana Edukasi (MRE) Financial & Business Advisory mengungkapkan, setiap orang butuh perencanaan keuangan.

Bagi mereka yang berpendapatan kecil, perencanaan keuangan dibutuhkan agar penggunaannya optimal dan bisa mencapai tujuan-tujuan hidup di masa depan. Sedangkan bagi yang income-nya tinggi, dibutuhkan perencanaan agar uang maupun aset yang dimiliki tidak habis atau berkurang karena salah dalam mengelola.

(Baca juga: Tips Mengelola Keuangan Ketika Menjadi Wirausaha)

Dalam mengelola keuangan, menurut Mike, hal pertama adalah membentuk perilaku. Mereka yang berpendapatan masih pas-pasan harus mampu dan mau mengelola keuangannya dengan efisien.

“Penghematan ini untuk membentuk paradigma berpikir yang benar, membangun sikap perilaku disiplin dalam menggunakan uang. Baik saat kekurangan maupun berlebih,” katanya.

Namun, Mike menambahkan, hemat saja tidak cukup. Mereka juga harus mampu menciptakan penghasilan tambahan. “Jangan hanya berhemat. Tapi bagaimana dari pendapatan yang dimiliki, waktu, keterampilan, dan network bisa digunakan untuk meningkatkan income,” ungkap Mike.

Upaya menambah penghasilan tidak cukup hanya dengan menabung. Perlu ada upaya kreatif dengan melakukan pekerjaan tambahan, berwirausaha, maupun berinvestasi. Ini dapat dimulai dengan hal yang sederhana dan tidak mengganggu pekerjaan.

Mike berpendapat, agar seseorang dapat mengubah kondisi finansialnya menjadi lebih sejahtera, dibutuhkan perubahan pola pikir dan perilaku. Memperbaiki kondisi finansial memerlukan tindakan yang dilakukan secara konsisten.

“Sukses finansial juga tercapai ketika seseorang mampu menempatkan diri dalam situasi dan lingkungan yang tepat,” ujar penggagas komunitas Dare to Dream Indonesia tersebut. Orang yang dalam lingkungan pergaulan yang konsumtif, kemungkinan besar akan menjadi boros. Begitu pula sebaliknya.

Artikel Terkait