Harapan Kartini untuk mengikuti pendidikan guru sirna saat sebagian besar bupati menolak surat edaran direktur pendidikan J.H. Abendanon, dengan alasan aturan adat bangsawan tidak mengizinkan anak perempuannya dididik di luar.
Kartini yang semula menyambut suka cita sekolah tersebut harus kecewa, ia menuangkannya dalam sebuah surat untuk Stella.
"Selamat jalan impian hari depan yang keemasan! Sungguh, itu terlalu indah untuk menjadi kenyataan."
J.H. Abendanon mengetahui kekecewaan Kartini, karena itu ia berusaha keras agar Kartini bisa melanjutkan pendidikan.
Pada 19 Maret 1901 dikirimkannya surat dinas kepada Gubernur Jenderal.
Isinya usulan untuk mengirimkan guru wanita yang memiliki akta guru kepala (Hoofdacte) ke Jepara untuk mengajar di ELS.
Guru tersebut mendapat tugas tambahan mendidik puteri-puteri Bupati Sosroningrat di luar jam sekolah, karena mereka dipersiapkan mengikuti ujian guru.
Bupati Sosroningrat menulis surat jawaban kepada pemerintah dengan isi yang sangat mengejutkan, karena dia memutuskan untuk menarik kembali permohonan bantuannya kepada pemerintah.
Kartini sangat kecewa dengan keputusan tersebut, kekecewaan yang datang berulang menjadikan Kartini menderita sakit keras yang berakibat pada menurunnya semangat juang untuk mengejar cita-citanya.
Kartini menulis:
"Bagaimana saya dapat menjadi sangat malas dan tak berkehendak apapun, saya sendiri tidak mengerti. Saya hanya tahu, bahwa saya hanya merasa kurang enak badan."
Perjuangan Kartini untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi banyak dibicarakan oleh orang-orang di Belanda.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR