Peluang Kartini untuk mendapatkan pendidikan sedikit terbuka saat pemerintah Belanda mengumumkan politik kolonial baru pada September 1901.
Dia pun ikut sang ayah yang berkunjung ke Istana Buitenzorg (Bogor) untuk memenuhi undangan Gubernur Jenderal Roosebom.
Kartini memanfaatkan kesempatan untuk menemui Nyonya Rooseboom meminta bantuan beasiswa agar bisa melanjutkan pendidikan ke Belanda.
Tapi dia gagal bertemu Nyonya Rooseboom dan hanya bisa bertemu ajudan Gubernur Jenderal, suami istri de Booy.
Perjalanan ke Batavia membuat secercah harapan bagi Kartini, apalagi JH Abendanon bersedia membantu jika Kartini ingin masuk sekolah dokter.
Tapi sekolah dokter tak disetujui oleh ayahnya.
Kartini menceritakannya kepada Nyonya Ovink Soer.
“Apabila sekarang kami tidak ke negeri Belanda, bolehkan saya ke Betawi untuk belajar jadi dokter? Jangan lupa, kamu orang Jawa, sekarang belum mungkin. 20 tahun mendatang keadaan akan lain, Tetapi sekarang belum bisa. Lalu saya bertanya, bolehkah saya jadi guru Ayah berkata itu bagus, itu baik sekali! Itu boleh kamu kerjakan!"
Bupati Sosroningrat tidak mengizinkan Kartini masuk ke sekolah dokter karena murid di sekolah tersebut semuanya laki-laki.
Sehingga jika anaknya masuk ke sekolah tersebut akan menimbulkan permasalahan.
Akhirnya dia mengizinkan Kartini untuk mengikuti pendidikan guru sesuai dengan cita-citanya sejak kecil.
Pertimbangan lain diberikannya izin tersebut adanya informasi bahwa anaknya dicalonkan menjadi direktris pada kostschool yang akan didirikan oleh pemerintah.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR