Selain Malaysia, Indonesia juga memiliki perbatasan dengan beberapa negara lain, seperti Timor Leste dan Papua Nugini. Namun, sengketa dengan Malaysia tergolong yang paling sering terjadi.
Akar permasalahan ini dapat ditelusuri kembali ke masa kolonialisme.
Perjanjian-perjanjian yang dibuat pada masa lampau, seperti Perjanjian 1891 dan 1915 di Sektor Timur, serta Traktat 1928 di Sektor Barat Pulau Kalimantan, kerap menjadi sumber perbedaan interpretasi antara kedua negara.
Hasil pengukuran lapangan yang tidak selalu sejalan dengan isi perjanjian pun memperumit situasi. Masing-masing pihak merasa dirugikan di wilayah yang berbeda-beda.
Uti Possidetis Juris dalam Sengketa Wilayah Indonesia-Malaysia
Uti Possidetis Juris, seperti dilansir dari Intisari Online merupakan prinsip fundamental yang menjadi landasan dalam upaya penyelesaian sengketa wilayah antara Indonesia dan Malaysia.
Prinsip ini telah diakui dalam hukum internasional dan menjadi acuan penting sejak penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) tahun 1973.
Secara sederhana, Uti Possidetis Juris berarti suatu negara baru berhak mewarisi wilayah dan kekayaan yang sebelumnya dimiliki oleh negara penguasa.
Dalam konteks ini, Indonesia mewarisi wilayah yang dahulu dikuasai Belanda, sedangkan Malaysia mewarisi wilayah jajahan Inggris.
Penerapan prinsip ini merupakan hal yang lumrah dan diakui secara internasional, terutama di negara-negara bekas jajahan.
Situasi ini pun menjadi faktor penting yang mewarnai sejarah panjang sengketa batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia.
Baca Juga: Tujuan Jepang Menyerang Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour
KOMENTAR