Intisari-Online.com - Garis batas wilayah Indonesia dan Malaysia, bagaikan garis tipis yang tak jarang memicu perselisihan.
Sengketa wilayah yang tak kunjung usai ini, menarik perhatian kita untuk menelusuri akar permasalahannya.
Salah satu kunci untuk memahami kompleksitas ini adalah mempelajari prinsip "UTI Possidetis Juris dalam hubungannya dengan sengketa batas wilayah antara Indonesia dengan Malaysia".
Bagaimana prinsip "UTI Possidetis Juris" ini diimplementasikan? Bagaimana pengaruhnya terhadap upaya penyelesaian sengketa?
Artikel ini akan mengupas tuntas pertanyaan-pertanyaan tersebut, dan membawa Anda menyelami kompleksitas batas wilayah Indonesia dan Malaysia.
Sejarah Singkat Sengketa Wilayah Indonesia-Malaysia
Melansir Kompas.com, Indonesia dan Malaysia, dua negara serumpun yang bersaudara, ternyata menyimpan beberapa "titik rawan" yang berpotensi memicu sengketa wilayah.
Permasalahan ini pun seringkali menjadi topik hangat yang diperbincangkan di media massa.
Sebagai negara tetangga, Indonesia dan Malaysia memiliki garis batas wilayah darat dan laut yang panjang.
Tak heran, jika di beberapa titik, terdapat perbedaan interpretasi dan klaim atas wilayah tertentu.
Baca Juga: Setelah Berkuasa Jepang Membagi Indonesia Menjadi 3 Wilayah Pemerintahan Militer
Selain Malaysia, Indonesia juga memiliki perbatasan dengan beberapa negara lain, seperti Timor Leste dan Papua Nugini. Namun, sengketa dengan Malaysia tergolong yang paling sering terjadi.
Akar permasalahan ini dapat ditelusuri kembali ke masa kolonialisme.
Perjanjian-perjanjian yang dibuat pada masa lampau, seperti Perjanjian 1891 dan 1915 di Sektor Timur, serta Traktat 1928 di Sektor Barat Pulau Kalimantan, kerap menjadi sumber perbedaan interpretasi antara kedua negara.
Hasil pengukuran lapangan yang tidak selalu sejalan dengan isi perjanjian pun memperumit situasi. Masing-masing pihak merasa dirugikan di wilayah yang berbeda-beda.
Uti Possidetis Juris dalam Sengketa Wilayah Indonesia-Malaysia
Uti Possidetis Juris, seperti dilansir dari Intisari Online merupakan prinsip fundamental yang menjadi landasan dalam upaya penyelesaian sengketa wilayah antara Indonesia dan Malaysia.
Prinsip ini telah diakui dalam hukum internasional dan menjadi acuan penting sejak penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) tahun 1973.
Secara sederhana, Uti Possidetis Juris berarti suatu negara baru berhak mewarisi wilayah dan kekayaan yang sebelumnya dimiliki oleh negara penguasa.
Dalam konteks ini, Indonesia mewarisi wilayah yang dahulu dikuasai Belanda, sedangkan Malaysia mewarisi wilayah jajahan Inggris.
Penerapan prinsip ini merupakan hal yang lumrah dan diakui secara internasional, terutama di negara-negara bekas jajahan.
Situasi ini pun menjadi faktor penting yang mewarnai sejarah panjang sengketa batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia.
Baca Juga: Tujuan Jepang Menyerang Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour
Perjanjian damai yang dirumuskan untuk menyelesaikan sengketa wilayah kedua negara tak lepas dari akar sejarah yang kompleks, melibatkan pengaruh negara lain sejak era kolonialisme. Hal ini pun turut memengaruhi proses penyelesaian yang dijalani.
Sejak dekade 1970-an, berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai kesepakatan. Beberapa MoU telah disepakati, seperti MoU Indonesia-Malaysia di Jakarta pada 26 November 1973, Minutes of the First Meeting of the Joint Malaysia-Indonesia Boundary Committee (16 November 1974), dan Minutes of the Second Meeting of the Joint Indonesia-Malaysia Boundary Committee di Bali (7 Juli 1975).
Pada tahun 2000, dilakukan penegasan batas wilayah melalui Joint Survey on Demarcation sebagai tindak lanjut dari perjanjian tahun 1975.
Di samping itu, Traktat London yang dibuat sebelum kemerdekaan Indonesia dan Malaysia juga menjadi produk hukum internasional yang turut dipertimbangkan.
Dengan memahami "UTI Possidetis Juris dalam hubungannya dengan sengketa batas wilayah antara Indonesia dengan Malaysia", kita dapat melihat kompleksitas dan tantangan dalam mencapai solusi permanen.
Meskipun prosesnya panjang dan penuh rintangan, komitmen kedua negara untuk menyelesaikan sengketa secara damai patut diapresiasi.
Mari kita terus mengikuti perkembangannya dan berharap solusi yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak dapat segera terwujud.
Baca Juga: Kedatangan Jepang ke Indonesia Diterima oleh Rakyat Indonesia karena Apa?