Ilmu fikih termasuk yang paling kuat mendominasi cara beragama seorang muslim.
Disiplin ilmu fikih berisi tentang pemahaman mengenai pelaksanaan hukum Islam, baik dalam hal ibadah maupun muamalah, yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad Saw.
Pada masa Dinasti Abbasiyah dikenal empat ilmuwan fikih yang disebut sebagai imam mazhab.
Empat mazhab itu memiliki pengaruh yang luas di berbagai wilayah dunia Islam.
3) Ilmu Tentang Akhlak
Pada masa Abbasiyah, ada sebagian ilmuwan yang memberikan perhatian kepada kajian tentang akhlak manusia.
Kajian akhlak membahas tentang perangai, tingkah laku, atau tabiat seperti kesederhanaan, keberanian, kebebasan, kecakapan, dan lain-lain.
Ilmuwan yang memiliki perhatian di bidang akhlak pada saat itu di antaranya al-Mawardi, Miskawayh, dan al-Ghazali.
4) Ilmu Hadis
Hadis adalah segala yang bersumber dari Nabi Muhammad Saw baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan.
Hadis hidup di tengah masyarakat muslim sepeninggal Nabi Saw dalam bentuk riwayat yang diceritakan dari satu orang ke orang yang lain secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Pada masa Abbasiyah, ada beberapa ilmuwan hadis yang mengumpulkan hadis-hadis Nabi Saw itu dalam bentuk kitab atau buku.
Para ilmuawan itu tidak hanya mengumpulkan hadis saja, tapi juga melakukan penelitian tentang kualitas hadis melalui jalur periwayatannya.
Mereka meneliti siapa sajakah yang meriwayatkan suatu hadis dan bagaimana kualitas orang-orang yang meriwayatkannya.
Pada masa Abbasiyah ada enam kitab hadis ternama yang berhasil disusun oleh para ilmuwan hadis.
Kitab-kitab hadis itu diberi judul sesuai dengan nama para ilmuwan yang menyusunnya.
5) Ilmu Tafsir
Ilmu tafsir adalah ilmu yang dikembangkan untuk memahami isi kandungan al-Qur’an.
Pada awal masa Dinasti Abbasiyah, ilmu tafsir masih menjadi bagian ilmu hadis.
Para ulama memahami al-Qur’an bersumber pada hadis yang diriwayatkan oleh imam hadis.
Pada perkembangan berikutnya, tafsir al-Qur’an mulai dibukukan secara terpisah.
Mereka yang menyusun kitab tafsir ini disebut dengan mufassirīn atau ahli tafsir.
Salah satu ahli tafsir yang muncul pada masa Dinasti Abbasiyah adalah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Galib al-Amali at-Tabari (839 – 923 M).
Dia lebih dikenal dengan Ibnu Jarir atau at-Tabari.
Pada masa itu at-Tabari menyusun kitab tafsir yang cukup lengkap.
Kitab tafsirnya berjudul Jamī’ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān atau yang dikenal dengan tafsir aṭ-Ṭabari.
Tafsir ini merupakan pelopor penyusunan kitab-kitab tafsir pada masa-masa berikutnya.
Jadi, nilai keteladanan yang terdapat pada perkembangan Baitul Hikmah sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia adalah literasi adalah pangkal kemajuan dan kemajuan adalah pangkal kesejahteraan.
Penulis | : | Moh. Habib Asyhad |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR