Intisari-Online.com -Inilah nilai keteladanan yang terdapat pada perkembangan Baitul Hikmah sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia.
Berkembangnya Baitul Hikmah sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia berawal dari tradisi penerjemahan buku yang berkembang dalam di wilayah Abbasiyah.
Membaca dan menerjemahkan buku serta mendirikan perpustakaan menjadi gaya hidup masyarakat pada saat itu.
Masyarakat hidup dalam keadaan sejahtera sehingga memiliki kesempatan untuk membaca ataupun menerjemahkan buku.
Hal itu merupakan kesadaran bahwa kemajuan dapat dicapai dengan kesungguhan.
Nilai keteladanan yang terdapat pada narasi tersebut adalah ....
A. Literasi pangkal kemajuanB. Kesejahteraan pangkal literasiC. Literasi pangkal kesejahteraan D. Kesejahteraan pangkal kemajuan
Untuk menjawab itu, tentu kita harus paham apa itu Baitul Hikmah dan sumbangsihnya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dunia.
Baitul Hikmah telah banyakmelahirkan ilmuwan sekaligus ilmu pengetahuan.
Ini daftarnya:
1. Lahirnya Ilmuwan dan Tumbuhnya Ilmu pengetahuan
Seiring dengan semakin berkembangnya Baitul Hikmah,para pelajar dari dalam dan luar negeri datang ke Baghdad untuk belajar berbagai ilmu pengetahuan di sana.
Tidak hanya itu, Baghdad, dan kota-kota besar lainnya seperti Basra, Kuffah, dan lain-lain, juga memiliki tradisi literasi yang sangat tinggi.
Berbagai perpustakaan, baik perpustakaan publik maupun pribadi, menjamur di mana-mana.
Tradisi literasi menyebar ke seantero wilayah Abbasiyah.
Tradisi literasi ini menyebabkan berkembangnya beragam ilmu pengetahuan, baik ilmu umum seperti kedokteran, matematika, astronomi, kimia, seni, dan lain-lain, maupun ilmu agama, seperti ilmu kalam, ilmu fikih, ilmu tafsir, maupun ilmu hadis.
Tradisi ini juga melahirkan para ilmuan yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Umum
1) Kedokteran
Sejak berkembangnyaBaitul Hikmah, banyak ilmuwan yang tertarik karya-karya terjemahan pengobatan Yunani.
Mereka kemudian mendalami karya-karya itu dan mengembangkannya menjadi ilmu kedokteran.
Saat itu, dokter menjadi profesi yang cukup menjanjikan.
Penghasilan yang diperoleh juga cukup besar.
Apalagi dokter-dokter yang bekerja di istana dan melayani para bangsawan, karena itulah ilmu kedokteran banyak diminati.
Pada masa Abbasiyah sudah ada rumah sakit yang berfungsi untuk merawat orang sakit.
Rumah sakit pertama dibuat oleh Harun al-Rasyid pada awal abad kesembilan.
Tidak lama kemudian rumah sakit-rumah sakit lain tumbuh di seluruh dunia Muslim.
Saat itu rumah sakit di dunia Muslim sudah memiliki bangsal khusus untuk perempuan.
Masing-masing rumah sakit memiliki apotik sendiri.
Beberapa dilengkapi dengan perpustakaan medis dan menawarkan kursus kedokteran.
Beberapa dokter yang terkenal pada masa itu, di antaranya adalah Ali al-Tabari, al-Razi, Ali ibn al-Abbas al-Majusi, dan ibn-Sina.
Selain berpraktik sebagai dokter, mereka juga aktif menerjemahkan dan menulis buku-buku kedokteran.
Karya buku mereka menjadi sumber belajar ilmu kedokteran, baik di dunia muslim maupun Barat.
Karena itulah, kepakaran mereka tidak hanya dikenal di dunia muslim, tetapi juga dikenal luas sampai dunia Barat.
Potret al-Razi dan ibn-Sina bahkan menghiasi aula besar Fakultas Kedokteran di Universitas Paris sampai saat sekarang ini.
Hal itu dikarenakan jasa keduanya dalam meletakkan dasar bagi pengembangan ilmu kedokteran modern yang digunakan secara luas sampai saat sekarang.
2) Filsafat
Di samping ketertarikan kepada ilmu pengobatan, banyak juga ilmuwan yang tertarik mempelajari filsafat.
Filsafat lebih menekankan pada akal dan logika dalam memahami segala sesuatu.
Pada awalnya filsafat banyak digunakan oleh sekelompok umat Islam dalam berdiskusi dengan kalangan non-muslim tentang permasalahan-permasalahan agama.
Selanjutnya filsafat berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang banyak menarik minat para ilmuwan.
Di dalam tradisi keilmuan Islam, ilmu filsafat dikenal dengan istilah al-ḥikmah dan falasifah.
Orang-orang yang ahli di bidang filsafat disebut dengan hukama dan filsuf.
Sebutan ini diberikan kepada mereka yang menggunakan akal dan logika dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Beberapa filosof yang ternama pada saat itu di antaranya adalah Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibnu Sina.
3) Astronomi dan Matematika
Astronomi dan matematika, berkembang cukup pesat selama masa keemasan Bani Abbasiyah.
Pada masa Khalifah al-Makmun, dibangun sebuah observatorium astronomi di Baghdad.
Observatorium ini berfungsi untuk melakukan pengamatan terhadap benda-benda langit. Selain di Baghdad, observatorium astronomi juga dibangun di Damaskus
Saat itu, para astronom Abbasiyah telah bekerja untuk untuk menentukan ukuran bumi dan kelilingnya.
Dari pekerjaan itu, para astronom Abbasiyah berhasil membuat tabel astronomi yang digunakan secara luas, baik di dunia Islam, Eropa, maupun China.
Tabel astronomi karya astronom Abbasiyah berhasil menggeser tabel astronomi Yunani dan India yang sudah dipergunakan sebelumnya
Di antara para astronom Abbasiyah yang terlibat pada proyek tersebut adalah ibn Musa bin Syakir bersaudara dan al-Khawarizmi.
Selain mereka masih banyak astronom yang karya-karya astronominya memberikan pengaruh yang menentukan pada perkembangan sains modern di Eropa.
Beberapa di antaranya dapat kalian baca pada tabel berikut.
4) Ilmu Pengetahuan Umum Lainnya
Selain kedokteran, filsafat, astronomi, dan matematika, masih banyak ilmu pengetahuan lain yang berkembang di masa keemasan Bani Abbasiyah.
Seperti Kimia, geografi, sejarah, dan lain sebagainya. Perlu kalian ketahui bahwa pada masa itu belum ada spesialisasi ilmu pengetahuan seperti sekarang.
Karenanya kalian akan menemukan seorang ilmuwan memiliki keahlian di berbagai bidang yang berbeda-beda.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Agama
Selain berkembangnya ilmu pengetahuan umum, masa dinasti Abbasiyah juga diwarnai dengan perkembangan ilmu pengetahuan agama.
Jika perkembangan ilmu pengetahuan umum bersumber dari ilmu pengetahuan Yunani yang dikembangkan oleh para ilmuwan muslim, ilmu pengetahuan agama bersumber dari sumber pengetahuan dalam Islam sendiri, yakni al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw.
Berikut ini dijelaskan secara singkat beberapa ilmu pengetahuan agama yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah.
1) Ilmu Kalam
Ilmu Kalam merupakan ilmu yang mempelajari tentang Tuhan beserta segala aspeknya.
Ilmu kalam juga sering disebut dengan ilmu akidah (mempelajari tentang pokok-pokok keyakinan), ilmu tauhid (mempelajari tentang keesaan Allah), dan ilmu Ushuluddin (mempelajari tentang pokok-pokok agama).
Ilmu kalam sudah berkembang sejak sebelum masa Dinasti Abbasiyah.
Ilmu kalam sudah mulai muncul sejak akhir kepemimpinan Khulafaur Rasyidin dan awal masa Dinasti Umayah.
Saat itu sudah berkembang berbagai aliran ilmu kalam, seperti Khawarij, Murjiah, Jabariyah, Qadariyah, dan Muktazilah.
Pada masa Abbasiyah muncul aliran ilmu kalam yang memiliki pengaruh luas di dunia Islam sampai sekarang, yakni Asy’ariyah dan Maturidiyah.
2) Ilmu Fikih
Ilmu fikih adalah ilmu yang mengkaji hukum syariat Islam dari segi-segi formal peribadatan dan dalam berinteraksi sosial.
Ilmu fikih termasuk yang paling kuat mendominasi cara beragama seorang muslim.
Disiplin ilmu fikih berisi tentang pemahaman mengenai pelaksanaan hukum Islam, baik dalam hal ibadah maupun muamalah, yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad Saw.
Pada masa Dinasti Abbasiyah dikenal empat ilmuwan fikih yang disebut sebagai imam mazhab.
Empat mazhab itu memiliki pengaruh yang luas di berbagai wilayah dunia Islam.
3) Ilmu Tentang Akhlak
Pada masa Abbasiyah, ada sebagian ilmuwan yang memberikan perhatian kepada kajian tentang akhlak manusia.
Kajian akhlak membahas tentang perangai, tingkah laku, atau tabiat seperti kesederhanaan, keberanian, kebebasan, kecakapan, dan lain-lain.
Ilmuwan yang memiliki perhatian di bidang akhlak pada saat itu di antaranya al-Mawardi, Miskawayh, dan al-Ghazali.
4) Ilmu Hadis
Hadis adalah segala yang bersumber dari Nabi Muhammad Saw baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan.
Hadis hidup di tengah masyarakat muslim sepeninggal Nabi Saw dalam bentuk riwayat yang diceritakan dari satu orang ke orang yang lain secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Pada masa Abbasiyah, ada beberapa ilmuwan hadis yang mengumpulkan hadis-hadis Nabi Saw itu dalam bentuk kitab atau buku.
Para ilmuawan itu tidak hanya mengumpulkan hadis saja, tapi juga melakukan penelitian tentang kualitas hadis melalui jalur periwayatannya.
Mereka meneliti siapa sajakah yang meriwayatkan suatu hadis dan bagaimana kualitas orang-orang yang meriwayatkannya.
Pada masa Abbasiyah ada enam kitab hadis ternama yang berhasil disusun oleh para ilmuwan hadis.
Kitab-kitab hadis itu diberi judul sesuai dengan nama para ilmuwan yang menyusunnya.
5) Ilmu Tafsir
Ilmu tafsir adalah ilmu yang dikembangkan untuk memahami isi kandungan al-Qur’an.
Pada awal masa Dinasti Abbasiyah, ilmu tafsir masih menjadi bagian ilmu hadis.
Para ulama memahami al-Qur’an bersumber pada hadis yang diriwayatkan oleh imam hadis.
Pada perkembangan berikutnya, tafsir al-Qur’an mulai dibukukan secara terpisah.
Mereka yang menyusun kitab tafsir ini disebut dengan mufassirīn atau ahli tafsir.
Salah satu ahli tafsir yang muncul pada masa Dinasti Abbasiyah adalah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Galib al-Amali at-Tabari (839 – 923 M).
Dia lebih dikenal dengan Ibnu Jarir atau at-Tabari.
Pada masa itu at-Tabari menyusun kitab tafsir yang cukup lengkap.
Kitab tafsirnya berjudul Jamī’ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān atau yang dikenal dengan tafsir aṭ-Ṭabari.
Tafsir ini merupakan pelopor penyusunan kitab-kitab tafsir pada masa-masa berikutnya.
Jadi,nilai keteladanan yang terdapat pada perkembangan Baitul Hikmah sebagai pusat ilmu pengetahuan dunia adalah literasi adalah pangkal kemajuan dan kemajuan adalah pangkal kesejahteraan.