Oleh karena itu, Hariman Siregar dan ribuan pengunjuk rasa lainnya menolak kebijakan modal asing yang tidak pro-rakyat.
Namun, aksi tersebut ternyata dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang menyebabkan kerusuhan, kekerasan, dan penjarahan.
Data resmi menyebutkan, ada 11 orang tewas, 300 luka-luka, dan 775 orang ditangkap.
Selain itu, 807 mobil dan 187 sepeda motor dibakar, 144 bangunan rusak, serta 160 kilogram emas raib dari beberapa toko perhiasan.
Akibatnya, Hariman harus mendekam di penjara. Menurut Harian Kompas, 23 Desember 1974, Hariman dituding melakukan tindak pidana subversi. Dia disangka sebagai otak di balik peristiwa Malari.
Hariman akhirnya menghabiskan waktu sekitar dua tahun enam bulan di penjara. Namun, dalam masa itu, ayah dan anak kembarnya meninggal dunia, sementara istrinya sakit-sakitan.
Apa yang Sebenarnya Ingin Disampaikan Mahasiswa pada 15 Januari 1974?
Peristiwa Malari menyembunyikan apa yang sejatinya menjadi aspirasi mahasiswa saat itu.
Sejak Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing diberlakukan, pemerintah memberikan kemudahan bagi para investor untuk berinvestasi, demi mendorong pertumbuhan ekonomi.
Undang-undang ini dikeluarkan, tak lama setelah Soeharto menjadi presiden.
Kaum intelektual, yang diwakili oleh mahasiswa dan pelajar, menilai kebijakan tersebut mengabaikan dampak kerusakan alam dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi akibat investasi massal.
Atas dasar itu, mahasiswa dan pelajar mengeluarkan Apel Tritura 1974.
Mereka mendesak pemerintah menurunkan harga bahan pokok, membubarkan lembaga asisten presiden (aspri), dan menindak tegas koruptor-koruptor.
Demikian artikel tentang peristiwa Malari. Semoga dengan mengetahui mengapa para mahasiswa melakukan aksi pada 15 Januari 1974, kita dapat menghargai pengorbanan mereka dan belajar dari kesalahan masa lalu.
Baca Juga: Bagaimana Dampak Pemerintahan Orde Baru dan Relevansinya Bagi Masa Kini?
KOMENTAR