PNTN kemudian menjadi cikal bakal dari PT Aneka Tambang (Antam), salah satu BUMN pertambangan terbesar di Indonesia saat ini.
Antam kemudian melanjutkan pengembangan industri nikel di Indonesia dengan membangun pabrik-pabrik peleburan baru, seperti Pabrik Nikel FeNi I dan II di Pomalaa pada tahun 1976 dan 1980.
Selain Antam, ada juga perusahaan-perusahaan lain yang bergerak di bidang pertambangan nikel di Indonesia, baik milik pemerintah maupun swasta.
Beberapa contohnya adalah PT Inco (sekarang PT Vale Indonesia), PT Weda Bay Nickel, PT Central Omega Resources, PT Bintang Delapan Mineral, dan lain-lain. Perusahaan-perusahaan ini beroperasi di berbagai daerah di Indonesia, seperti Sulawesi, Maluku, Papua, dan Kalimantan.
Pada tahun 2014, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel mentah (ore ban) untuk mendorong pengembangan industri hilir nikel di dalam negeri.
Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah nikel Indonesia dan mengurangi ketergantungan pada pasar internasional.
Akibat kebijakan ini, banyak perusahaan pertambangan nikel yang mulai membangun pabrik-pabrik pengolahan dan pemurnian nikel (smelter) di Indonesia.
Salah satu pabrik smelter nikel terbesar dan tercanggih di Indonesia adalah Pabrik Nikel Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah.
Pabrik ini dimiliki oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park, sebuah perusahaan patungan antara Bintang Delapan Group dan Tsingshan Holding Group dari China.
Pabrik ini mampu menghasilkan berbagai produk nikel berkualitas tinggi, seperti feronikel, nikel pig iron, stainless steel, dan baterai lithium-ion.
Dengan adanya pabrik-pabrik smelter nikel seperti IMIP, Indonesia berhasil menjadi produsen nikel terbesar di dunia pada tahun 2020 dengan produksi sekitar 760.000 ton nikel.
Baca Juga: Nikel Indonesia vs Uni Eropa, Siapa yang Akan Menang di WTO?
Penulis | : | Afif Khoirul M |
Editor | : | Afif Khoirul M |
KOMENTAR