Tempat pendidikannya berada di Rumah Sakit Militer di Kawasan Weltevreden, Batavia (Jakarta).
Empat tahun kemudian, tanggal 5 Juni 1853, kegiatan kursus juru kesehatan ditingkatkan kualitasnya melalui Surat Keputusan Gubernemen No. 10, menjadi Sekolah Dokter Djawa.
Setelah itu, Sekolah Dokter Djawa pun terus mengalami perbaikan dan penyempurnaan kurikulum. Tahun 1889, nama sekolah kembali berubah menjadi Sekolah Dokter Hindia (School voor Inlandsche Artsen).
Tahun 1898, sekolah ini dipindahkan ke gedung baru yang lebih luas dan megah di Jalan Pecenongan No. 6 (sekarang Museum Kebangkitan Nasional).
Tahun 1902, nama sekolah sekali lagi berubah menjadi School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), yang berarti sekolah untuk pendidikan dokter pribumi.
Nama ini dipilih untuk menunjukkan bahwa sekolah ini bukan hanya untuk orang Jawa saja, tetapi juga untuk seluruh rakyat Hindia Belanda.
Tujuan
Tujuan utama Belanda mendirikan STOVIA adalah untuk mencetak dokter-dokter pribumi yang dapat membantu mereka dalam mengurus kesehatan masyarakat jajahan.
Dengan adanya dokter-dokter pribumi, Belanda berharap dapat menghemat biaya dan meningkatkan efisiensi dalam memberantas penyakit-penyakit tropis yang banyak menyerang penduduk Hindia Belanda.
Selain itu, Belanda juga ingin memperluas pengaruh dan kontrol mereka atas rakyat Hindia Belanda melalui pendidikan.
Dengan memberikan pendidikan kedokteran kepada pribumi, Belanda berusaha untuk menanamkan nilai-nilai Barat dan loyalitas kepada pemerintah kolonial kepada mereka.
Baca Juga: Bagaimanakah Karakteristik Perlawanan Terhadap Belanda Sebelum dan Sesudah Abad ke-19?
KOMENTAR