Bukan Cuma Dokter, Sekolah Ini Melahirkan Aktivis-aktivis Pergerakan yang Militan

Tjahjo Widyasmoro

Editor

(Ilustrasi) Potret Mahasiswa STOVIA - Bagaimana pengaruh organisasi Budi Utomo terhadap peristiwa Sumpah Pemuda 1928
(Ilustrasi) Potret Mahasiswa STOVIA - Bagaimana pengaruh organisasi Budi Utomo terhadap peristiwa Sumpah Pemuda 1928

Intisari-Online.com -Sejarah pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia tidak lepas dari keberadaan sebuah sekolah kedokteran yang bernama STOVIA.

Sekolah ini ternyata bukan hanya mencetak tenaga-tenaga kesehatan namun ternyata juga para pemikir yang menjadi cikal bakal pergerakan di Indonesia.

School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) adalah sekolah pendidikan dokter pribumi di Batavia pada zaman Hindia Belanda.

Sekolah ini juga dikenal dengan Sekolah Dokter Djawa.

STOVIA resmi dibuka bulan Maret 1902 di gedung yang saat ini menjadi Museum Kebangkitan Nasional di Weltevreden, sebuah distrik makmur di Batavia (Jakarta).

STOVIA ini juga menjadi pelopor pergerakan nasional dengan berdirinya organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908, didirikan oleh dua alumni STOVIA, yaitu Dr. Wahidin Soedirohoesodo dan Dr. Soetomo.

Sejarah STOVIA berawal dari kekhawatiran akan kurangnya tenaga kesehatan dalam menghadapi berbagai macam penyakit yang mewabah di wilayah jajahan Belanda.

Hal ini kemudian membuat pemerintah kolonial menetapkan perlunya dibentuk kursus juru kesehatan di Hindia Belanda.

Tanggal 2 Januari 1849, dikeluarkanlah Surat Keputusan Gubernemen No. 22 mengenai sekolah tersebut.

Tempat pendidikannya berada di Rumah Sakit Militer di Kawasan Weltevreden, Batavia (Jakarta).

Empat tahun kemudian, tanggal 5 Juni 1853, kegiatan kursus juru kesehatan ditingkatkan kualitasnya melalui Surat Keputusan Gubernemen No. 10, menjadi Sekolah Dokter Djawa.

Setelah itu, Sekolah Dokter Djawa pun terus mengalami perbaikan dan penyempuranaan kurikulum.

Baca Juga: Sosok Wahidin Soedirohoesodo, Pribumi Pertama yang Masuk Sekolah Dasar Anak-anak Eropa dan Menjadi Dokter

Pada akhir abad ke-19 atau 1902, Sekolah Dokter Djawa ditransformasikan ke dalam STOVIA.

Tujuan pendirian STOVIA adalah untuk menciptakan tenaga-tenaga medis di berbagai daerah. Selain itu juga melayani di Rumah Sakit Tentara Batavia.

Pada awalnya pendidikan di STOVIA diharuskan menggunakan pakaian daerah, baju, kain, blangkon, dan kaki telanjang.

Bahasa pengantar yang dipakai memakai bahasa Melayu. Namun seiring perkembangan zaman, seragam dan bahasa pengantar pun berubah menjadi seragam ala Eropa dan bahasa Belanda.

STOVIA memiliki peran penting bagi pergerakan perjuangan bangsa Indonesia.

Lewat STOVIA muncul tokoh-tokoh pergerakan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari Belanda.

Perjuangan yang dilakukan tidak lagi dengan fisik atau senjata melainkan pemikiran lewat organisasi-organisasi yang dibentuk.

Salah satu organisasi yang lahir dari STOVIA adalah Budi Utomo, yang merupakan organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia.

Budi Utomo didirikan oleh Dr. Wahidin Soedirohoesodo dan Dr. Soetomo bersama dengan beberapa mahasiswa STOVIA lainnya pada 20 Mei 1908.

Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan persatuan bangsa Indonesia melalui bidang pendidikan, sosial, ekonomi, dan budaya.

Budi Utomo juga menjadi inspirasi bagi organisasi-organisasi pergerakan nasional lainnya yang muncul kemudian.

Baca Juga: Peristiwa Berdirinya Budi Utomo, Organisasi Pemuda yang Menyadarkan Bangsa

Nama STOVIA tetap dipakai sampai 9 Agustus tahun 1927.

Nama ini bertahan sampai 9 Agustus 1927, ketika sekolah ini diubah lagi menjadi Geneeskundige Hoogeschool (GHS - Sekolah Tinggi Kedokteran).

Perubahan nama ini menandai peningkatan status dan kualitas pendidikan STOVIA yang setara dengan pendidikan kedokteran di Belanda.

GHS kemudian menjadi cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Pada tahun 1942, saat Jepang menduduki Indonesia, GHS ditutup oleh pihak pendudukan.

Gedung GHS kemudian digunakan sebagai markas tentara Jepang dan sekolah kedokteran Jepang yang bernama Ika Dai Gaku.

Pada tahun 1945, setelah Indonesia merdeka, gedung GHS menjadi Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia (BPTRI), yang merupakan lembaga pendidikan tinggi yang didirikan oleh pemerintah revolusioner.

Pada tahun 1946, BPTRI bergabung dengan Universiteit van Indonesie, yang merupakan universitas darurat yang didirikan oleh para dosen dan mahasiswa GHS yang mengungsi ke Klaten.

Universiteit van Indonesie kemudian menjadi cikal bakal Universitas Indonesia (UI), yang merupakan universitas pertama di Indonesia.

Gedung GHS kini menjadi Gedung Fakultas Kedokteran UI dan ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.

Artikel Terkait